2:Kevin Agrata

183 7 0
                                    


Selamat berimajinasi





   Dengan keadaan yang seperti sekarang, nampaknya Mega mungkin akan sedikit mengeluarkan keringat?. Baiklah, mau bagaimana lagi. Di depannya ada pengacau yang sangat tidak penting itu. Sebenarnya Mega sendiri tidak peduli dengan itu. Dia bisa saja menerobos orang itu menggunakan sepeda motornya. Namun, nampaknya ada yang tengah membutuhkan pertolongan mungkin?.

Beberapa pria di sana saling memandangi satu sama lain. Pikirnya, apakah orang di depan mereka ini sangat berani sehingga tidak mau mendengarkan mereka.

Kemudian, salah satu pria dengan tatto mawar di tangan kanannya itu mendekati Mega, di ikuti yang lainnya, dan

Bugh

Satu pukulan mendarat di wajah pria bertato mawar itu. Mega sudah tahu siapa mereka. Dan ya, kelakuan mereka sangat mudah ditebak.

Pria kekar itu menyeka darah di sudut bibirnya "Boleh juga" ucap salah satu pria yang berdiri di belakang pria tadi.

Tak lama kelima pria itu menghajar Mega tapi selalu di tangkis olehnya.

Bugh

Bugh

Bugh

Pukulan demi pukulan mencoba dilayangkan oleh Kelima pria itu. Namun nihil, gerakan Mega terlalu cepat. Hal itu yang membuat kelima pria itu terkulai lemas di jalanan beraspal. Mereka memandangi Mega penuh ketakutan.

Gadis itu melepas helmnya dan alangkah terkejutnya mereka melihat siapa yang ada di depannya kini.

Salah satu dari mereka bergidik ngeri melihat sosok di balik helm itu "M...Mega?!" Ucap salah satu pria bertato burung di lengannya.

Mega tersenyum sinis "Cih...pengawal songong" decih wanita berambut hitam itu dengan nada meremehkan. Memangnya, di mana pemimpin mereka sampai tidak ada bersama mereka

"Pergi lo semua! Dan bilang pemimpin kalian jangan jadi pengecut!" Sambungnya lagi dan kelima pria itu pergi menggunakan motornya dengan langkah gontai.

Mega menatap kepergian kelima orang itu dengan tatapan kosong"Dasar pengecut" gumam gadis yang terlihat mengerikan dengan helm merah di tangan kanannya.

Sejak kapan mereka menjadi pengecut seperti ini. Lima melawan satu. Bukankah itu tidak adil. Jika memang mereka berani, harusnya satu lawan satu bukan?

Gadis itu menoleh menatap pria yang sedari tadi masih duduk di atas aspal. Mega berniat langsung meningggalkan pria itu namun tangannya seperti tertahan sesuatu.

Prediksinya benar, tangannya ditahan oleh siapa itu. Tapi kali ini, seperti ada sesuatu yang janggal. Dirinya seolah merasakan sedikit nyeri di tangan kanannya. Mega menoleh dan segera melepaskan tangannya.

"Gue Kevin. Makasih udah nolong gue. Dan tangan lo terluka" Kevin, pria itu nampak sangat lemah dengan lebam di pipinya.

Mega menghela napas pendek, "Gue nggak ada niatan buat nolongin lo. Urusan gue sama mereka. Dan kalau lo nggak punya nyali, jangan pernah lewat jalan ini lagi"

Wanita dengan air muka sedingin es itu, langsung pergi menggunakan sepeda motornya dan meninggalkan Kevin di sana sendirian. Sebenarnya, tangannya sedikit nyeri untuk menyetir. Tapi mau bagaimana lagi. Dia harus pulang karena sekarang, tubuhnya sangat lelah.

"Cih..cewek aneh" gumam Kevin dan segera memasuki mobilnya lalu menuju ke rumahnya.


Ravens [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang