23. Para Klething dan Si Grasak

761 153 42
                                    

Hari sudah semakin gelap. Suara kukuk burung hantu membuat para Klething yang sudah berada di pinggir Sungai Brantas bulu kuduknya meremang. Mereka memandang kanan dan kiri dengan gelisah, mendapati dua bola bercahaya yang memandang intens ke arah mereka.

"Merah! Kenapa kamu tadi menyuruh kita langsung menyeberang! Lebih baik jika kita pulang dulu ke rumah Ibunda!" gerutu Klething Biru membuat Klething Merah sontak memerah wajahnya.

"Saya sudah tanyakan sewaktu di percabangan. Mau terus atau ke rumah?" Dengkusan Klething Merah sangat keras membuat burung hantu yang sedari tadi melihat ke arah mereka mengepakkan sayapnya menjauh.

Klething Hijau terpekik dengan suara kepakan burung hantu itu, membuat 2 kakaknya ikut menjerit. "Hijau! Jangan membuat kaget! Atau kalau tidak aku sumpal kamu!" Kembali Klething Merah mengeluarkan taring memberi tanda bahwa dirinya yang paling berkuasa di antara mereka.

Klething Hijau mengangkat bibir atas dengan nada berdecih. "KakangMbok, bagaimana ini? Kalau kita pulang kita harus melewati Hutan Peparing sebelum mencapai Desa dan pertigaan menuju rumah kita."

Klething Hijau sudah terdengar ingin menangis. "Hah! Kalian ini bisanya banyak bi_"

"Ada yang bisa saya bantu, Cah Ayu?"

Suara berat itu membuat mereka terlonjak. Kuda mereka meringkik tak tenang, membuat para Klething Merah dan Biru harus memegang tali kendali dengan kuat saat kuda mereka mengangkat kedua kaki depannya.

Rupanya yang tidak beruntung adalah Klething Hijau. Tangannya yang memegang pinggang kurus Klething Biru terlepas, membuat tubuh bulat dan pendek itu serupa bola hijau melayang di udara sebelum mendarat ke tanah yang kini hanya terlihat hitam saja.

"Gen ... gen ... genderuwo ...." Klething Merah menangkap bayangan wajah pemilik suara yang menyapa mereka.

Ingin rasanya berlari, tetapi kuda-kuda mereka bagai menggila karena terkejut saat disuguhi pemandangan yang tidak sedap dipandang mata.

Dengan sigap lelaki itu meraih tali kekang kuda. Di tangan kanan meraih tali kekang kuda Klething Biru, dan di kirinya meraih tali kendali kuda milik Klething Merah. Dengan mengeluarkan bunyi-bunyian aneh dari mulutnya kuda itu lambat laun semakin tenang dan akhirnya bisa berdiri tegak walau sesekali kakinya berderap di tempat.

Sementara itu, Klething Hijau beringsut ke belakang dengan wajah yang memucat. Maksud hati ingin melarikan diri, tetapi tubuhnya yang bulat susah diangkat. Klething Hijau hanya bisa berguling setiap kali ingin menegakkan tubuh untuk bangkit.

Lelaki itu menyatukan tali kekang di tangan kirinya. Berjaga kedua gadis di atas kuda itu meninggalkan gadis yang sedang dirundung berat badannya sendiri. Suara tapak mendekat membuat Klething Hijau semakin memucat.

"Ampun Genderuwo ... Saya tidak cantik untuk disetubuhi. Pilihlah kakak-kakak saya saja." Kedua telapak tangan Klething Hijau menyatu memberi tanda untuk diberi belas kasihan.

Mendengar ucapan Klething Hijau, mendengkuslah kedua kakaknya. "Adik tak tahu diuntung! Kenapa kamu bawa-bawa kami! Dia melihat tubuh besarmu serupa daging berlemak yang berjalan!" sergah Klething Merah.

"I ... iya. Kalau saya yang kerempeng ini, hanya nylilit kalau dimakan!" timpal Klething Biru.

Embusan napas keras itu membuat para Klething sontak membisu, mengunci getaran lidah mereka. Lelaki tinggi dengan punuk yang besar di punggungnya dan jangan lupakan juga lengan besar yang dibebat kain itu terdengar gusar.

Mata besar tidak simetris yang menonjol menatap satu per satu tiga Klething itu dalam kegelapan. Ia mendapati rupa kusut Klething Merah, wajah datar Klething Biru dan muka pucat Klething Hijau.

PEMBURU CIUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang