Part XXXI [Opa Arnold]

2.2K 172 3
                                    

***
     Prilly mengulas senyum melihat Ali yang masih berusaha membujuk putri kecil mereka yang tengah merajuk, pasalnya sehabis menimbang berat tubuh dan mengambil vitamin balita itu tak menemukan bundanya dan tantenya Helena mengatakan kalau bundanya pergi bersama ayahnya karena ada urusan mendadak.

     "Cimut, Kayla cimut ma'afin Yayah yah udah pergi enggak bawa Kayla" Ali berjongkok di depan putri kecilnya yang sedang duduk di sofa sambil menekuk mukanya.

     "Maca Tay ditindalin cih? Tayla cedih"

     "Ya Kay, Yayah minta ma'af. Mau Yayah beliin donat? Ice cream? Boneka? Mainan?"

     Kayla menggeleng "Becok aja Yayah, Tay nantuk cekalarang mau mpok-mpokin"

     Dengan senyum di bibirnya Ali menuruti keinginan putri kecilnya, digendongnya Kayla menuju kamar yang juga terletak di lantai atas.

     Sementara Prilly yang dari tadi memperhatikan dua orang itu tersenyum hangat, melihat bagaimana suaminya membujuk putri kecil mereka membuat hatinya tentram.
Diatur langkahnya menyusul suami dan anaknya yang baru saja naik ke lantai atas, namun bukan pergi ke kamar Kayla melainkan putra sulungnya.

     "Hallo son"

     Diego menatap bundanya yang baru saja masuk dan menutup pintu kamarnya "Hai bunda"

     "Lagi baca buku apa sayang?" Prilly mendekat, mengambil posisi duduk di sebelah putranya yang sedang membaca buku.

     "Buku tentang komputer bunda, tadi tante Emily membelikan Jensen dan Diego buku baru"

     Wanita itu mengelus pucuk kepala putranya, Diego memang suka duduk berlama-lama di depan komputer tapi bukan untuk menjadi gamers seperti anak-anak zaman sekarang, Diego lebih suka mengupdate dan mempelajari program-program software yang terdapat di dalam komputer.

     "Mm Diego, bunda boleh nanya enggak?"

     Diego mengangguk sambil menutup bukunya kemudian menyimpannya di sebelahnya "Boleh"

     "Diego kan pernah bilang ke bunda kalau ayah bisa bunuh siapapun yang nyakitin bunda. Emang Diego tahu darimana kalau ayah bisa bunuh orang?" Prilly bertanya dengan suara pelan agar Diego tak curiga dan mau menjawab dengan jujur.

     "Opa" jawab Diego tanpa beban.

     Prilly tertegun, opa? Apa papanya? Tapi bukankah papanya sedang berada di Dubai sejak setahun lalu? "O... Opa Calistro?"

     "Bukan bunda. Opa Arnold"

     Kaget bukan main ketika nama mertuanya disebut oleh putranya, lelaki itu sudah tak ada kabarnya sejak terakhir kali Prilly melihatnya di Amerika.

     "Diego tahu kalau opa Arnold itu opanya Diego?"

     "Ya, opa Arnold itu kan ayahnya ayah. Opa sendiri yang bilang"

     "Yaudah kalau gitu sekarang Diego tidur yah, biar besok ke sekolah"

     "Baik bunda"

     Prilly menyelimuti Diego dengan selimut sampai sebatas dada, kemudian mencium pucuk kepalanya. Tak butuh waktu lama bocah berusia enam tahun itu sudah berada di alam mimpi.

***
     Ruangan lantai dasar ini terlihat ramai oleh manusia dengan berbagai profesi, mulai dari yang kerja kantoran, anak kuliahan, anak SMA, SMP hingga beberapa geng sosialita berkumpul disini meluangkan waktu santai mereka.

     Prilly melangkah masuk ke ruangan suaminya yang berada di lantai dua café yang menjadi salah satu cabang dari Kingston's Café. Ruangan luas dengan desain interior modern membuat para pengunjung merasa nyaman, dan banyak sudut ruangan yang bisa dijadikan spot foto menjadi sesuatu yang selalu diincar.

SURGA DINI [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang