Part XXIX [Wisuda]

2.1K 169 2
                                    

***
     Ia benar-benar tak bisa menggambarkan perasaannya sekarang, rasa bahagia, sedih dan terharu menjadi satu dirasakannya. Namun yang pasti air-mata serta tawa bahagia menghiasi wajahnya yang cantik.

     Hampir semua anggota keluarganya menghadiri acara ini, dimulai dari sang mama, Emily dengan keluarga kecilnya, Yunira serta Bella. Semuanya turut hadir menyaksikan hari bahagianya dimana dia telah resmi menyandang gelar Strata Satu.

     "Selamat ya sayang, semoga ilmu yang kamu dapat bisa bermanfaat bagi banyak orang" Hanna memeluk erat putri bungsunya, ia sungguh merasa bangga lantaran kini keempat putrinya bisa menyelesaikan pendidikan mereka dengan baik.

     Disusul dengan pelukan serta ucapan selamat dari Emily hingga Bella.

     "Prill suami lo mana? Kok enggak nonggol?"

     Semuanya mengangguk setuju, setelah proses wisuda selesai Ali langsung menghilang bersama Diego yang sampai kini belum juga kembali.

     "Tahu nih hilang kemana? Mana enggak angkat lagi telfonnya" Prilly sedikit cemberut, padahal dia ingin langsung memeluk kedua kaum Adam kesayangannya itu.

     "Diego" celetuk Bella dengan suara nyaringnya, gadis kecil itu kini lebih ceria ketika bersama Diego.

     Semuanya menoleh ke satu arah dimana Ali dan putranya berjalan bersama dengan Ali yang membawa sebucket besar munga mawar merah serta Diego yang memeluk boneka wisudawan di sebelah ayahnya.

     Prilly membekap mulutnya, sungguh suatu pemandangan yang sangat menyentuh hatinya, serta senyum dari kedua orang itu semakin menambah kebahagiaannya.

     "Congatuation unda"

     Dengan tangis bahagia ia langsung meraih balita yang hampir meningjak usia dua tahun itu ke dalam gendongannya "Thank you baby boy"

     "Selamat ya sayang, ma'af tadi masih ambil bunganya makanya lama"

     Kini dia beralih pada suaminya yang tersenyum hangat padanya, tak tahan ia langsung berhamburan memeluk lelaki itu.

     Ali terkekeh "Kok nangis? Ini kan hari bahagia kamu" sebelah tangannya mengelus pelan punggung istrinya yang bergetar.

     "Aku terharu, semuanya pada datang kesini karena aku"

     Semuanya tertawa kecil.

     "Itu artinya banyak orang yang sayang sama lo" sahut Helena dengan nada menggoda.

     "Okey karena Prilly enggak mau dibuatkan acara maka untuk hari ini kita akan menghabiskan waktu seharian penuh bersama, bagaimana?"

     "Yeeee, let's have a quality time together" sorak Helena yang mendapat tawa dari semuanya.

     Sesuai dengan ucapan Hanna, hari ini benar-benar mereka habiskan bersama mulai dari makan, jalan-jalan serta berbelanja.
.
.
.
     "Hubby apa kita ajak aja Bella buat tinggal sama kita yah?" Sesekali Prilly menengok ke belakang, mendapati wajah sedih gadis kecil itu seakan membuat luka di hatinya.

     Ali mengeratkan rangkulannya "Sayang, Bella still has a family. Jadi kita enggak bisa lakuin itu Bie"

     Hari ini mereka akan kembali ke tanah air setelah Prilly menyelesaikan pendidikannya. Ali dengan setia menggendong Diego serta mengelus pelan punggung wanitanya yang tampak murung. Sebenarnya ia pun tidak tega memisahkan Diego dengan Bella yang sudah sangat akrab, bahkan putranyalah yang menjadi mood booster gadis kecil itu.

     Akhirnya burung besi itu terbang dengan gagah melintasi permukaan langit biru, sesekali menembus awan putih menghantarkan puluhan jiwa kembali pada negara tercinta mereka atau ada pula yang baru pertama kalinya berkunjung.

     Di sisi lain hatinya Prilly merasa lega, akhirnya ia bisa menyelesaikan tiga semester terakhirnya dengan baik, melewati masa kehamilannya dan melahirkan putranya tanpa gangguan yang berarti. Ia yang semula menduga akan menghadapi masalah kembali atas apa yang dia perbuat dulu nyatanya itu tidak terjadi. Ia sangat bersyukur untuk itu, kebahagiaan masih menyelimuti hari-harinya.

***
     Kedua iris hazelnya menyusuri sekeliling ruangan ini, memperhatikan betapa berharganya tempat ini, tempat dimana untuk pertama kalinya ia bertemu dengan Ali kala itu. Café ini tak ada perubahan dengan yang terakhir kali ia lihat.

     "Selamat pagi ibu boss"

     Di hadapannya ada Martin yang menatapnya dengan senyum hangat "Pagi juga Tin, Ali enggak pernah renovasi café ini yah?"

     "Renovasi kok ibu boss"

     Ia bingung "Kok kayak enggak ada perubahan gini?"

    Martin tertawa kecil "Desainnya emang enggak ada yang berubah, biarin aja kayak dulu, bersejarah katanya"

     "Kata siapa?"

     "Kata pak boss lah, masa kata saya"

     Keduanya tertawa bersama.

     Ya tempat ini memang bersejarah bagi keduanya, Ali-Prilly.

     "Oh ya Diego mana?" Martin celingak-celinguk ke belakang mencari keberadaan balita itu.

     "Lagi sama Ali ke cabang café yang lain"

     "Di atas ada apa?"

     Martin yang sedang memberesi meja kasirnya menoleh "Enggak ada apa-apa Bu boss"

     "Ke atas dulu yah Tin" kemudian dia beranjak setelah mendapat anggukan dari Martin.

     Kedua kakinya menampaki anak tangga satu persatu menuju lantai satu ruko ini, tangannya dengan pelan memutar knop pintu yang ternyata tidak terkunci lalu berjalan masuk, memperhatikan dengan seksama sudut ruangan ini. Diputarnya lagi knop pintu yang lain, lihatlah betapa tempat ini tak ada perubahan setelah sekian lama tak dihuni.

     "Enggak ada yang berubah" Prilly duduk di atas kasur dengan cover warna abu-abu itu, ingatannya kembali pada semua kejadian di masa lalu, tempat ini menjadi awal hidupnya bersama Ali.

     Sudah lima tahun lamanya ia hidup bersama Ali, melalui segala bentuk suka dan duka, harapannya semoga kebersamaan mereka akan tetap awet hingga akhir hidup mereka.

To be Continued

Depok, 15 Mei 2020

    

SURGA DINI [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang