CHAPTER 5
Hari minggu ini jalanan dikota Bandung terlihat sepi, sangat sepi. Minggu pagi merupakan hari dimana Car Free Day selalu diadakan 5 tahun yang lalu, disepanjang jalan dago tepatnya, sebelum akhirnya pemerintah memutuskan untuk menghentikan kegiatan tersebut setelah wabah virus merebak. Setelahnya otomatis minggu pagi warga Bandung tidak seramai biasanya. Semuanya berubah sepi, tapi se-sepinya beberapa tahun yang lalu, sekarang bahkan kondisi sepi-nya menjadi lebih parah. Kondisi sekarang setelah peristiwa ledakan bahkan lebih sepi daripada kondisi isolasi biasanya. Beberapa orang dan kendaraan masih terlihat melintas dijalanan dalam beberapa tahun terakhir, tapi sekarang jalanan benar-benar kosong. Bandung seperti kota mati. Gue sampai dititik dimana gue ragu diantara beberapa rumah yang gue lewati masih ada penghuni yang tinggal didalamnya.
Area stasiun mulai tampak dikejauhan. Beberapa mobil dan kendaraan bermotor lain tampak terbengkalai diantara serpihan-serpihan sisa ledakan. Mobil gue masih terparkir ditempat yang sama sejak terakhir kali gue kesini untuk membantu korban ledakan yang terjadi di stasiun hari Jumat lalu. Stasiun sekarang telah diberi garis polisi tapi puing-puing bangunan dan sampah sisa ledakan masih dibiarkan berserakan dimana-mana. Bekas-bekas noda darah masih terlihat di beberapa permukaan tanah. Stasiun sama seperti jalanan yang gue lewati tadi, tampak mati akan tanda kehidupan. Hanya ada beberapa orang di area sekitar stasiun sekarang. Satu orang pemulung tanpa mengenakan masker sedang sibuk mencari-cari barang yang masih bisa dipakai setelah peristiwa ledakan, Salah satu pedagang asongan dipinggir stasiun sedang duduk didepan warung kecilnya yang rusak sambil merokok dengan pandangan kosong kedepan diikuti dengan beberapa pedagang asongan lain yang keluar dari bilik warung kecil sederhana mereka yang saling berjejer dan semuanya sama terlihat sudah tidak bisa dipakai. Juga ada satu orang laki-laki dengan setelan serba hitam sedang berjalan menuju stasiun menggunakan masker dan topi dengan perawakan seperti seorang tentara.
Semua terlihat berantakan, semua terlihat kacau, sesuai perkataan bibi. Gak ada yang bisa dilakukan oleh orang biasa yang gak punya wewenang apapun kayak gue untuk memperbaiki semua kekacauan ini. Prioritas yang bisa gue lakukan sekarang adalah mencari tahu keberadaan keluarga gue secepat mungkin. Cuma hal ini yang bisa gue lakuin sekarang. Gue coba mencari serpihan-serpihan barang yang mungkin bisa menjadi tanda keberadaan ibu di stasiun ini sebelumnya tapi semua berakhir nihil. Dengan cepat gue masuk kedalam mobil dan menyalakan mesin untuk berangkat menuju rumah sakit terdekat. Gue harap gue bisa dapat petunjuk dimana orang tua gue sekarang dari rumah sakit nanti.
Rumah sakit pertama yang gue datangi adalah sebuah rumah sakit swasta yang biasanya dijadikan pusat rujukan korban-korban yang terdampak bencana yang terjadi di Bandung. Gue punya beberapa kenalan ditempat ini tapi mengontek mereka disaat seperti ini bukan ide bagus. Setelah berhasil menemukan spot parkir yang tersedia di halaman samping rumah sakit, gue langsung bergegas menuju ruang tunggu untuk mencari informasi pada meja pusat informasi.Sesaat rumah sakit ini terlihat sepi, tapi ketika gue masuk kedalam ruang tunggu, keadaan berubah riuh. Banyak keluarga pasien yang juga mencari keberadaan sanak saudara mereka yang hilang akibat peristiwa ledakan 2 hari yang lalu. Kebijakan isolasi diri dari pemerintah seakan tidak ada harganya ditempat ini.
Perawat dan tenaga kesehatan dirumah sakit ini tampak kerepotan melayani keinginan semua orang yang datang mencari tahu keberadaan sanak keluarganya akibat peristiwa peledakan. Beberapa menangis, beberapa berteriak, dan tidak banyak yang bisa dilakukan oleh pihak rumah sakit karena mereka juga harus menyembuhkan pasien-pasien terinfeksi virus yang setiap hari kasusnya semakin bertambah hingga ribuan orang. Krisis dunia kesehatan sudah terjadi sejak pertama kali virus ini merebak. Tidak sedikit para tenaga kesehatan yang harus berkorban nyawa akibat keganasan virus ini.
Melihat suasana yang tidak kondusif ini, gue membatalkan niat untuk menambah daftar kericuhan yang akan membebani tenaga medis dirumah sakit ini. Gue gak bisa mencari info dirumah sakit, itu kesimpulan yang bisa gue ambil sekarang. Gue harus keluar, seenggaknya berkeliling ke setiap spot terjadi ledakan untuk melihat tanda apapun tentang keberadaan ayah dan ibu.
Setelah mobil keluar parkiran rumah sakit, gue arahkan mobil untuk melaju mengelilingi kota Bandung. Braga, Jembatan Pasopati, Dago, Gasibu, semua tampak tanpa tanda kehidupan. Semua puing-puing sisa ledakan masih belum dibersihkan sama sekali. Tempat-tempat penuh kenangan bersama Ibu, Ayah, dan Ina gue lewati dengan hati yang lirih.
Beberapa tahun ini kehidupan keluarga gue sedang harmonis.
Beberapa tahun ini akhirnya gue bisa deket sama Ina
Beberapa tahun ini akhirnya gue bisa bikin Ina dan Bibi saling kenal
Tapi semua berubah hanya dalam hitungan detik.Kebijakan isolasi, walau penuh pro dan kontra, seenggaknya bisa membuat gue bisa deket sama keluarga gue setelah beberapa tahun sebelumnya gue hilang arah tinggal di Jakarta. Kebijakan isolasi membuat gue bisa meluangkan lebih banyak waktu bertemu ibu dibandingkan bertemu orang lain dikehidupan gue. Kebijakan isolasi membuat gue bisa ngobrol banyak hal berdua ayah tentang masa depan, tapi sekarang kebijakan isolasi juga lah yang memicu serangkaian bentuk teror dan memisahkan gue dengan orang yang paling berharga dalam kehidupan gue.
Ditempat terjadinya ledakan terakhir, di Area Pasteur, gue berhenti dan akhirnya menemukan tanda-tanda keberadaan ibu. Sebuah mobil sedan hitam yang biasa ayah pakai berdua ibu tampak hancur lebur bersama beberapa mobil lain diarea parkir sebuah restoran. Kondisi restoran tampak hancur tidak bersisa bersamaan dengan hancurnya perasaan gue mengetahui kalau keluarga gue menjadi salah satu korban peristiwa teror ledakan tersebut. Gue kehilangan tenaga bahkan untuk mengendarai mobil untuk kembali kerumah dan menemui Bibi.
Hati gue hancur. Kehidupan gue hancur. Semua hancur sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]
General FictionHighest rank: #2 on chaos (June 5th, 2020) Ditahun 2025 terjadi kekacauan besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi virus yang semakin memburuk, serangan teror, unjuk rasa, banyak orang harus kehilangan keluarga dan mata pencarian, sa...