Matahari sudah mulai tinggi, dikejauhan gue liat beberapa orang penduduk suku Dani mulai melakukan aktifitas harian mereka. Kicauan burung dikedalaman hutan masih terdengar jelas sekarang. Pemandangan indah Lembah Baliem di sekitar Danau Hebbema mulai membuat gue takjub setelah cahaya matahari mulai bersinar. Danau dikelilingi puncak pegunungan-pegunungan bersalju dengan hamparan padang rumput disekelilingnya jelas bukan pemandangan yang bisa didapat disembarang tempat.
Terdengar suara terompet ditiupkan dikejauhan sebagai penanda kalau hari sudah pagi. Anak-anak kecil terlihat mulai keluar Honai dan berlarian ke sisi-sisi danau untuk bermain air bersama teman-teman mereka sementara sang Ibu berjalan dibelakang mereka membawa beberapa perlengkapan mandi sederhana. Kehidupan suku Dani, menurut cerita Karin, mulai mengenal tradisi membersihkan tubuh beberapa tahun terakhir setelah pemerintah daerah melakukan sosialisasi tentang betapa pentingnya menjaga kebersihan. Tradisi-tradisi lama, termasuk tradisi potong jari yang dilakukan ketika kehilangan orang yang tersayang, juga telah lama dilarang oleh pemerintah karena dianggap berbahaya.
Sambil duduk di teras pondok untuk mengatur pernapasan setelah mengelilingi danau sebanyak 3 kali, gue memperhatikan betapa penduduk suku Dani hidup bahagia walaupun mereka hidup dalam kesederhanaan. Sementara wanita berkebun, berternak, dan mengurus anak, para lelaki dewasa suku Dani harus berburu di hutan agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hasil buruan nanti, biasanya kangguru (yang berbeda bentuk fisiologis karena ukurannya lebih kecil) dan musang, kadang rusa, bisa dimakan atau dijual dipasar nantinya. Dengan menggunakan panah, tombak, dan senter, biasanya lelaki dewasa mulai melakukan perburuan dimalam hari karena suasana lebih tenang. Perburuan ini dilakukan berkelompok, satu kelompok biasanya terdiri dari 3-4 orang, dan hasil buruan nanti bisa dibagi secara merata dipagi harinya.
"Rendoyku" suara Bibi tiba-tiba terdengar bersama langkah kaki dari arah ruang tamu. Ketika sampai diteras Bibi duduk disamping gue karena memang ada 2 kursi kayu disediakan di teras. "Kamu keringetan banget, abis lari?"
"Iya bibku huhu" gue menjawab perkataan pacar gue dengan nada letih berharap dikasihani dan masih berusaha untuk mengatur nafas"Aku harus keliling 10 kali barusan bayangin. Untung aku kuat sih"
"10 kali?" Bibi terdengar kaget. "Itu belum seberapa, besok kamu coba lari keliling 15 kali biar lebih kerasa latihannya, ya"
Gue diem sejenak mendengar respon Bibi. Kalau menurut Bibi 10 kali mengelilingi danau dengan keliling 6 Km masih belum seberapa, apa jadinya kalau gue bilang kalau sebenernya gue cuma kelilingin danau itu 3 kali?
"Aku tadi baru keliling 3 kali Bebe" gue akhirnya memutuskan untuk berkata jujur. "Nanti sore lari lagi sisanya 7 keliling biar pas 10 sesuai kata kamu ya sayang, aku gak kuat huhu"
"Uuuuh Dasar" Bibi menepuk lengan gue lumayan kuat. Rambutnya masih dikuncir satu kearah belakang hari ini. "Hmm tapi bener sih jangan dipaksain nanti kamu sakit terus aku gak punya siapa-siapa lagi"
"Kok jadi kamu yang galau bibku" Gue tertawa sambil mengelus rambutnya sedikit. Bibi cantik dengan latar belakang pemandangan danau Hebbema di pagi hari. "Iya aku gak bakal maksain, ya. Kamu sekarang mau kepasar? Karin masih siap-siap?"
"Iyaa aku sekarang mau shopping sama Karin" Bibi menjawab dengan nada antusias setelah kepalanya gue elus dan segera menjauh dari jangkauan lengan gue setelah dia sadar kalau gue belum mandi. "Mau beli kulkas, dia masih siap-siap dikamar. Jangan kelaman megang kepalanya kamu belum mandi iih"
"Hehehe rambut kamu bagus sih. Bentar, beli kulkas?" gue menjawab perkataan Bibi dengan nada kebingungan sekarang. "Emang ada yang jual disini?"
"Gak cuma kulkas aja" Bibi melanjutkan. "Kita berdua udah bikin list barang belanjaan banyak banget tadi sebelum siap-siap setelah sebelumnya Mr.K nyuruh buat kepasar. Kalau gak ada yang jual coba pesen dulu aja siapa tau bisa dibawain minggu depan, gitu kata Karin"
"Hmm" gue merespon masih dengan nada kebingungan. "Uangnya ada?"
"Ada" Sambil tersenyum bibi menjawab perkataan gue. "Karin kan udah disuruh bawa uang cash sama Mr.K. Sekarang lagi nunggu putrinya kepala suku sih mau dateng jemput aku sama Karin. Harusnya sih udah dateng ya sekarang"
Karin udah bawa uang cash? Mr.K bener-bener ngerencanain perjalanan ini dari jauh hari kayaknya.
"Oke" Gue menjawab perkataan Bibi. "Iya, Mr.K bilang kalian bakal ditemanin sama putrinya kepala suku. Bibku jangan lama-lama ya, kalau udah selesai langsung pulang aja kesini."
"Iya rendoy" Sambil mengelus paha gue Bibi menjawab. "Kamu mending mandi deh sekarang, itu kayaknya Mr.K sama putri kepala suku udah mau kesini."
Gue mengalihkan pandangan gue kearah Danau dan benar dikejauhan gue lihat kalau Mr.K berjalan bersama beberapa orang penduduk Suku Dani menuju ke arah Pondok. Beberapa saat kemudian terdengar langkah kaki Karin diruang tamu dan segera bergabung dengan gue dan Bibi yang sedang bersantai di teras pondok.
"Ren kalau lo mau sarapan tuh masih ada sisa sarapan roti yang gue makan sama bibi tadi pagi." Karin tiba-tiba berkata sambil menyerakan ransel kecil milik Ina ke Bibi yang akan dia bawa dalam perjalanan kepasar hari ini. "Yuk, Bi itu kayaknya Mr.K sama putri kepala suku udah dateng, udah siap kan"
"Udah" Bibi menjawab singkat.
Setelah dekat, gue bisa melihat jelas seorang wanita berkulit hitam dengan senyum manis berambut panjang dengan banyak aksesoris kalung tersenyum kearah gue, Bibi, dan Karin. Wanita ini ditemani oleh dua orang pemuda berambut ikal cepak khas papua menggunakan pakaian modern berupa kaos putih dan celana jeans panjang. Belum pernah gue liat penduduk suku Dani menggunakan pakaian modern kayak sekarang.
"Ren, mandi sarapan" Mr.K berkata sambil melangkah pelan kearah pondok. Putri kepala suku dan kedua temannya tampak menunggu dipekarangan. Mr.K terlihat membawa busur dan beberapa anak panah yang diberikan ke gue sebelum dia masuk kepondok. "Setelah selesai kita latihan memanah. Bibi sama Karin bisa belanja sekarang ditemani putri kepala suku."
"Oke" Bibi bangkit dari tempat duduk dan menuruni undakan pondok bersama Karin untuk menemui putri kepala suku. Dikejauhan putri kepala suku terus tersenyum ramah dan melambaikan tangan kearah gue, Bibi, dan Karin yang hanya bisa gue balas dengan senyum singkat.
"Kalian hati-hati" dengan sedikit berteriak gue berkata kepada rombongan tersebut untuk berhati-hati karena gue belum terbiasa untuk pisah sama Bibi disaat seperti ini.
Dan balasan senyum Bibi se-enggaknya bikin hati gue tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]
General FictionHighest rank: #2 on chaos (June 5th, 2020) Ditahun 2025 terjadi kekacauan besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi virus yang semakin memburuk, serangan teror, unjuk rasa, banyak orang harus kehilangan keluarga dan mata pencarian, sa...