Chapter 27 - Special Chapter

22 1 0
                                    

Hari ke-10 berada di Danau Hebbema.

Hidup penuh misteri. Lo bahkan gak tau apa yang bakal terjadi dihidup lo 5 menit atau bahkan 1 menit kedepan. Semua terjadi begitu saja, sama seperti beberapa tahun yang lalu waktu gue tiba-tiba dipertemukan kembali dengan Bibi setelah hampir 3 tahun tidak saling bertatap muka. Pertemuan yang tidak disengaja itu seakan-akan menjadi bukti kalau Tuhan selalu punya rencana untuk umatnya diluar rencana yang mereka susun untuk kehidupan mereka masing-masing.

Suatu hari ditahun 2019, setahun sebelum pandemi virus menyerang, gue sama sekali gak pernah membayangkan sebelumnya kalau gue bisa bertemu Bibi disalah satu pameran lukisan abstrak didaerah Senayan. Hobi mengumpulkan footage-footage yang gue jalani di waktu luang membuat gue mencoba untuk datang ke salah satu pameran seni tahunan di Senayan disekitar pertengahan tahun 2019. Hari berjalan seperti biasa karena gue udah mengunjungi pameran kayak gini berkali-kali. Gue berangkat menggunakan busway dan turun dihalte Mabes Polri, antri beli tiket bersama pengunjung yang lain dan dilanjutkan dengan berjalan mengelilingi lokasi pameran sambil mengumpulkan beberapa potongan video singkat ekspresi pengunjung yang datang disana. Semua berubah ketika kamera yang sedang gue pakai tiba-tiba menangkap satu sosok wanita yang sedang menatap sebuah lukisan wanita tua dengan gaun hitam dan latar belakang langit penuh awan yang dipajang disalah satu koridor di dekat ujung pintu keluar. Wanita berambut panjang dan berkaca mata ini terlihat terpisah dengan rombongan teman-temannya yang sedang membeli souvenir disalah satu stand pameran.

Hati gue berdegup kencang ketika gue mendekat dan gue sadari kalau wanita itu adalah Bibi. Semuanya terjadi begitu saja, gue panggil namanya, Bibi menoleh dan sejenak tampak kaget, dan setelahnya gue mulai bisa berkomunikasi lagi dengan Bibi. Hari-hari gue bersama Bibi dimulai lagi setelah momen tersebut terjadi. Sayang setelahnya gue harus kembali ke Bandung, pandemi virus menyerang, dan kedekatan gue dan Bibi harus kembali terpisah jarak.

Semua diluar rencana? Iya. Hidup penuh misteri? Iya banget. Sekarang hidup lagi-lagi mengejutkan gue dengan kejadian diluar dugaan dimana gue harus kehilangan orang tua gue dan bertemu Mr.K dan juga Karin. Dikepala gue sekarang banyak pertanyaan-pertanyaan berkeliaran. Sekarang gue mulai terpikir kalau selain Mr.K identitas Karin juga sama misteriusnya. Gue dan Bibi mulai terpikir untuk mencari tahu identitas Karin setelah dalam beberapa hari terakhir gue menyerah untuk mencari tahu informasi personal dari Mr.K. Tapi feeling gue gak enak tentang ini, bisa aja Bibi udah tahu tapi nyembunyiin informasi tentang siapa Karin sebenernya dari gue.

Hari-hari berjalan seperti biasa dalam 7 hari kebelakang. Gue, Bibi, dan Karin sedikit demi sedikit mulai memperlihatkan progres yang cukup baik dalam hal memanah. Gue pernah sekali mengenai papan sasaran walaupun tempat tertancapnya anak panah masih jauh dari terget utama bagian tengah papan. Bibi dan Karin? Ya seenggaknya mereka ngerti teknis, walaupun prakteknya masih jauh dari harapan. Mr.K bilang cewek memang harus punya otot lengan yang kuat supaya bisa mahir dalam memanah, sementara Bibi dan Karin gak punya kriteria otot lengan yang kuat seperti yang Mr.K jelaskan.

Hari ini, sebelum besok kegiatan berburu dimulai, Mr.K memberi waktu kosong untuk kami bertiga menjelajah daerah hutan sekitar danau Hebbema sementara dia mengurusi urusan lain disalah satu desa bersama Yani Mabela. Sekilas gue denger kalau keributan-keributan mulai terjadi juga di Papua. Keributan ini ditakutkan akan mulai terjadi juga didaerah sekitar Lembah Baliem. Wamena yang landscapenya tertutup dengan gunung-gunung membuatnya lebih terlindungi tapi bukan gak mungkin kerusuhan bisa melebar dan terjadi disana juga.

Perginya Mr.K bersama Yani Mabela membuat gue dan yang lain memutuskan untuk mengunjungi daerah tepi sungai yang dilewati oleh Bibi dan Karin sewaktu berjalan kaki kepasar beberapa hari yang lalu. Mereka bilang daerah pinggiran sungai Baliem, yang ujungnya bermuara pada danau Hebbema, punya contour bebatuan dan aliran sungai yang masih jernih. Gue yang gak punya gambaran apapun tentang bentangan alam daerah sini cuma bisa mengangguk dan menyetujui ajakan dari mereka berdua.

Pukul 09.00 pagi WIT, Gue, Bibi, dan Karin mulai berjalan menyusuri jalan setapak yang sebelumnya pernah Bibi dan Karin lewati menuju ke Pasar bersama putri kepala suku. Berbekal tas kecil yang isinya beberapa bungkus roti, air minum, dan pakaian-pakaian ganti, rombongan ini memulai perjalanan singkat mereka untuk berjalan sekitar 45 menit menuju tepi aliran sungai Hebbema. Hiking bersama dua orang cewek memaksa gue untuk terus berjalan dibelakang agar bisa memastikan kalau Bibi dan Karin tidak tertinggal.

Sepanjang perjalanan terlihat pemandangan hijau pepohonan hampir menutupi sinaran mentari dibalik rindang dedaunan. Dikejauhan terus terdengar suara kicauan burung bergantian bersahutan. Sesekali terlihat monyet-monyet bergelantungan diantara dahan pohon. Asri, ini kata-kata yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi alam disekitar Lembah Baliem.

Bibi dan Karin terus berjalan sambil memperbincangkan drama-drama korea yang dulu pernah mereka nonton beberapa tahun yang lalu. Sekarang topik drama korea sudah tidak bisa diperbincangkan karena sudah jarang ada drama korea yang bisa ditonton. Berbagai topik dibahas sementara gue cuma bisa mendengarkan obrolan mereka sambil sesekali melihat keindahan alam yang ada dihutan selama perjalanan. Sejenak gue merasa sedih ketika mengetahui kenyataan kalau gue lupa bawa kamera karena terburu-buru packing atas instruksi Mr.K. Alam disini keterlaluan sih indahnya.

"Aku mau deh kalau kita bikin rumah juga disini" Bibi tiba-tiba menoleh kebelakang dan berkata kearah gue. sudah sekitar setengah jam lebih sekarang gue dan yang lainnya berjalan. "Disini enak rendoy dijamin kita aman"

"Kamu mau rumah disini?" Gue menjawab sambil tersenyum. "Itu pondok yang kita tempatin kayaknya udah jadi rumah kita juga Be, kalau kesini lagi ya kita tinggal disana aja."

"Setelah pandemi ini kelar, kita kesini lagi yuk?" Karin menyambung perkataan gue. "Refreshing sambil jalan-jalan, foto-foto, di suasana yang benar-benar buat liburan"

"Masih kejauhan sih kalau ngebayanginnya kesana" Sambil terus melangkah gue mencoba menyahuti perkataan Karin. Bibi yang langkahnya memelan sekarang berjalan disamping gue sementara Karin ada beberapa langkah didepan. "Masih jauhhhhh banget"

"Kalau sungainya sih seinget aku gak terlalu jauh lagi jaraknya" Bibi menjawab setelahnya. "Tuh mulai kedengeran suaranya"

Bibi benar, dikejauhan gue mulai mendengar suara aliran sungai. Letak pepohonan mulai merenggang sekarang.

"Yuk cepet" Karin tiba-tiba berlari kecil beberapa langkah kedepan. "Gue udah gak sabar, nanti kita mandi-mandi"

Dalam hitungan menit, Karin sudah terlihat berada jauh didepan. Sesaat terlihat karin berhenti, dan ketika gue dan Bibi sampai didekatnya, Karin tiba-tiba berkata sambil menangis

"Ren, Bi, tolong"

Seekor ular berukuran cukup besar merayap dan menatap ke arah Karin seakan bersiap untuk menyerang dia sekarang

Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang