Chapter 1

57 4 0
                                    

CHAPTER 1
Setahun sebelumnya.
Bandung, Maret 2025.

"Terjadi bentrokan antara aparat kepolisian dan warga yang menolak aksi isolasi diri akibat penyebaran virus yang telah terjadi selama 4 tahun terakhir. Warga yang menolak keputusan isolasi ini berkumpul didepan Istana Kepresidenan untuk menuntut ketegasan Presiden terhadap dampak negatif akibat aksi isolasi. Warga berpendapat bahwa keputusan isolasi diri hanya mendatangkan dampak buruk bagi kehidupan mereka dan ingin presiden segara mengeluarkan keputusan untuk mengakhiri masa isolasi ini."

"udah bentrok dimana-mana"

gue bergumam sambil mengecilkan volume televisi. Iya, sejak 4 tahun yang lalu virus ini menyebar, keputusan isolasi diri langsung dikeluarkan presiden dengan tujuan untuk melindungi warga. Tapi alih-alih mengurangi jumlah korban, keputusan ini malah membuat masyarakat tidak bisa beraktifitas dengan wajar dan membuat kemampuan ekonomi warga menurun. Situasi pun diperburuk dengan jumlah korban yang terus meningkat dengan total lebih dari 15 juta warga terinfeksi dalam 4 tahun terakhir. Fasilitas kesehatan yang tidak cukup melayani korban membuat hampir 30% pasien harus meninggal dunia.

Memusnahkan virus memang bukan perkara mudah. Satu-satunya cara untuk memutus rantai penyebaran virus ini adalah dengan memvaksinasi seluruh penduduk dunia dengan vaksin yang katanya telah selesai diteliti tahun ini dan pastinya proses ini gak makan waktu sedikit. Virus yang sedang menyebarpun bukan virus main-main. Virus ini punya kecepatan menyebar seperti virus flu tapi punya tingkat kematian berkali-kali lipat lebih besar.

"Lagi dimana? Mau nitip gak?" Pesan dari Ibu gue terima.

Pesan dari Ibu gue terima setelah mengoleskan selai nanas ke sepotong roti tawar yang gue beli dijam makan siang tadi. Gak banyak pilihan makanan yang bisa dimakan selama beberapa tahun terakhir karena banyak toko harus tutup karena kebijakan isolasi. Gak cuma toko bahan makanan, industri-industri, bandara, terminal, dan stasiun semua mengurangi aktifitas demi memutus rantai penyebaran virus. Dampaknya bagi kehidupan gue udah jelas, gue harus mengurung diri sebanyak mungkin, mengurangi interaksi fisik sebisanya, dan ini jelas membuat beberapa manusia merasakan serangan cemas lebih banyak dari biasanya. Seperti pesan sebelumnya, pesan Ibu kali ini sepertinya harus dibalas dengan kata "Gak" lagi karena pasti bakal bikin ibu makin repot harus mampir kesana kemari disaat semua orang sedang mengurung diri.

"Cataphiles, jangan lupa"

Satu pesan lagi gue terima setelah gue meneguk segelas air putih didapur. Pesan anonim ini lah yang biasa gue terima dalam beberapa tahun terakhir semenjak keputusan isolasi dibuat. Gue yang berkerja sebagai seorang analis di perusahaan swasta ini harus rela bekerja berjam-jam didepan laptop cuma untuk mengorek informasi tentang isu-isu yang berpotensi mengancam keamanan negara yang ditulis pada pesan-pesan ini. Gue putuskan untuk duduk dan kembali menonton tayangan televisi. Satu persatu tayangan televisi menayangkan berita terkini dari penyebaran virus yang selama 4 tahun terakhir tidak menunjukkan perbaikan kearah positif.

"Organisasi Hitam bernama Cataphiles mengancam akan mengganggu proses pendistribusian vaksin yang dikabarkan telah selesai diproduksi. Organisasi ini mengklaim kalau mereka bisa melakukan apapun yang mereka mau lewat video yang beredar di dunia maya beberapa hari terakhir. Belum ada respon resmi dari pemerintah Indonesia, dan badan kesehatan dunia, terhadap ancaman organisasi hitam tersebut."

"Cataphiles lagi, cataphiles lagi" gue bergumam dalam hati. Setelah bosan dengan berita yang ditayangkan televisi, gue putuskan untuk keluar beranda kamar gue yang letaknya dilantai 21 sebuah apartemen untuk menyalakan rokok sambil menghirup udara sore dari ketinggian. Langit makin terlihat cerah beberapa tahun terakhir akibat berkurangnya jumlah kendaraan bermotor yang lalu-lalang dijalanan. Seperti semua hal didunia ini, dalam hal pembagian vaksin nanti akan selalu ada satu pihak jahat yang bakal menghalangi prosesnya. Gue sedikit banyak tau organisasi ini sejak beberapa hari yang lalu atasan gue memerintahkan gue untuk mencari tahu apakah organisasi ini ada hubungannya dengan perusahaan farmasi yang sedang memproduksi vaksin. Tugas sederhana yang menurut gue gak bakal bisa selesai dengan sempurna kalau cuma mengandalkan info dari Internet.
"Ibu belum bisa mampir hari ini karena harus pulang. Besok ibu dan ayah akan kesana, sore"

Pesan ibu untuk kedua kalinya masuk. Gue udah tahu kalau gak dititipin ibu gak bakal mampir kesini, apartemen kecil dan berantakan, karena beliau akan selalu ngedumel tanpa henti untuk nyuruh gue supaya rajin bersih-bersih kamar dan proses ini ibu bilang menghabiskan banyak energi dengan percuma. Ya gue sih seneng kalau ibu gak mampir sekarang, se-enggaknya gue bisa menikmati matahari sore dengan lebih tenang.

Matahari sore semakin jelas terlihat, garis kekuningan semakin membesar dilangit menggantikan dominasi warna biru dan putih. Senja kota ini, Bandung, memang menyejukkan. Waktu demi waktu berlalu sampai akhirnya gue mendengar suara ledakan di kejauhan.

"Duarr"

Tiba-tiba gue dikagetkan dengan suara ledakan yang diikuti dengan kepulan asap besar yang gue perkirakan terjadi didaerah sekitar stasiun kereta. Samar-samar suara sirine terdengar beberapa menit setelahnya.

"Duar"

Suara ledakan pertama langsung diikuti dengan suara ledakan lain yang timbul secara serentak dibeberapa tempat. Dalam hitungan menit langit sore yang gue barusan lihat berubah warna menjadi kehitaman akibat asap yang timbul dibeberapa tempat di kota ini, Bandung. Semua proses terjadi terlalu cepat sampai otak gue gak bisa mencerna semuanya. Menjadi saksi bisu terjadinya ledakan dibeberapa tempat membuat gue bergeming gak bergerak. Gimana nasib ibu yang sedang diperjalanan?

Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang