"Nah, ini baru spotnya pas" Karin berkata ketika rombongan ini berhasil menemukan spot yang pas berupa kolam kecil disisi lain sungai untuk menghabiskan waktu hari ini.
Tadi, setelah melepas kepergian anak kangguru dan rombongan ini sampai di sisi sungai Baliem, gue dan yang lain masih harus berjalan cukup jauh untuk mencari spot tersembunyi yang letaknya berjauhan dengan jembatan penyebrangan demi alasan privacy. Karin dan Bibi sepakat untuk mencari spot yang hanya diketahui oleh kami bertiga katanya sih supaya nanti suatu saat ingin berkunjung kesini lagi spot ini lah yang akan menjadi tempat reuni akan kejadian hari ini. Gue seperti biasa cuma bisa ikut kemanapun mereka berdua memutuskan untuk pergi jadi gue gak ada pilihan lain sampai mereka memutuskan untuk memilih kolam ini sebagai tempat peristirahatan.
Setelah berjalan cukup jauh, rombongan ini akhirnya menemukan sebuah kolam yang letaknya agak terpisah dari aliran utama sungai yang dikelilingi batu-batu berukuran cukup besar. Selain jernih, didalam kolam tampak ikan dan udang kecil berenang ketika gue dan yang lain tiba. Kolam dengan kedalaman air setinggi leher gue yang baru saja ditemukan ini tampak belum pernah terjamah sebelumnya. Kolam ini juga memiliki diameter yang cukup untuk 3 orang sekedar berendam dan menurut Bibi dan Karin karena kolam ini dikelilingi bebatuan jadi mereka bisa bebas melakukan apapun nanti.
"Iya ini pas" Bibi berkata sambil meletakkan tas dan duduk disalah satu batu dipinggir kolam. Aliran utama sungai yang dipenuhi banyak bebatuan tampak tenang disinari matahari yang semakin tinggi. "Ah capek juga ya ternyata"
"Sini sender-an ke aku" Gue menawarkan Bibi senderan bahu setelah sebelumnya memutuskan untuk duduk disebelah dia. "Kita makan dulu apa ya?"
"Ide bagus" Karin menjawab sambil mengamati kedalam kolam disisi lain tempat gue dan Bibi duduk. Sambil menaruh tas dan mengeluarkan beberapa bungkus roti, Karin mulai melepas sepatu dan merendam bagian telapak kakinya kedalam air. "Nih rotinya, makan dulu aja"
Suara burung masih terdengar berkicauan dikejauhan. Angin sepoi-sepoi berhembus meniup dedaunan membuat suasana sedikit sejuk ditengah sinaran matahari siang ini. Bayang-bayang latihan memanah, bayang-bayang serangan dirumah gue, dan bayang-bayang rasa sakit yang ditimbulkan akibat serangan tersebut kembali muncul dibenak gue. Sambil memakan roti yang diberikan Karin gue bertanya-tanya dalam hati, benarkah semua sisi kehidupan gue berubah mulai sekarang?
"Kita beruntung bisa tenang hidup disini, ya?" Karin, setelah diam beberapa saat, tiba-tiba berkata sambil memainkan kakinya didalam air. Terlihat sekilas ikan-ikan kecil mulai berkumpul disekitar kaki Karin sekarang. "Diluar sana lagi ribut, rusuh dimana-mana, orang-orang ketakutan, lah kita disini hidup tenang bisa merendam kaki didalam air, menghirup udara sejuk langsung dari alam."
"Maksudnya?" Bibi yang selesai mengunyah potongan roti terakhirnya berkata sambil berdiri dan berjalan menuju tepi sungai untuk sekedar membasahi tangannya.
"Iya bayangin aja, Bi" Karin menjawab. "Diluar sana orang-orang lagi berjuang buat bertahan hidup ditengah krisis, kita disini beruntung banget bisa hidup tenang, ya walaupun semuanya serba sederhana. Se-enggaknya kita gak perlu hidup dalam ketakutan kayak banyak orang diluar sana."
"Kita disini juga hidup dalam ketakutan kali" Gue menjawab. Setelah mengamati karin memainkan kakinya didalam air, gue memutuskan untuk membuka sepatu converse putih gue dan melakukan hal yang sama seperti yang Karin lakukan. Tepat ketika telapak kaki gue masuk seluruhnya kedalam air, gue rasakan sensasi menyegarkan yang udah lama gak gue rasakan. "Lo mungkin enggak, tapi gue sama Bibi kan dicari-cari sekarang. Udah gak bisa sebebas dulu"
Bibi yang telah selesai membasahi tangannya kembali duduk disamping gue dan ikut merendam kakinya kedalam air setelah sebelumnya melepas sendal gunung milik Ina yang ia gunakan. Suasana begitu tenang, sekilas gue teringat akan suasana meditasi yang gue lakukan beberapa tahun yang lalu dengan background suara aliran sungai dan kicauan burung dihutan bermodalkan gadget yang sekarang tersimpan dan sudah lebih dari seminggu tidak tersentuh didalam koper Ina.
"Gue mungkin aman sih" Karin menjawab perkataan gue. "Tapi gak ada yang bener-bener aman selama orang itu masih ada hubungannya sama Mr.K. Gue udah biasa aja setelah banyak yang gue liat setelah hampir 2 tahun ikut sama Mr.K "
"Ceritain tentang Mr.K dong" Bibi tiba-tiba berkata. "Sebenernya dia siapa sih kok kayaknya bukan orang sembarangan."
"Jangankan kalian" Karin menjawab. "Gue aja hampir gak tau kehidupan pribadi dia. Yang gue tahu hampir 2 tahun ini dia gak pernah menyinggung pembicaraan tentang keluarga dan kehidupan pribadi dia."
"Terus lo ngapain aja selama 2 tahun ini?" Sekarang giliran gue yang bertanya pada Karin sambil memainkan kaki gue didalam air. "Perjalanan kesini bener-bener udah direncanain dari jauh hari, ya?"
"Kalau masalah itu ceritanya panjang" Angin berhembus lembut ketika Karin menjawab pertanyaan gue membuat suaranya sedikit tidak terdengar. "Kira-kira satu bulan yang lalu, Mr.K dapet laporan kalau bakal ada serangan teror besar-besaran. Laporan ini didapat dari salah satu pimpinan badan inteligen yang merupakan rekan kerjanya Mr.K. Mendengar laporan ini, untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir, raut wajah Mr.K mulai sedikit terlihat ketakutan."
"Terus?" Bibi meminta Karin melanjutkan pembicaraan.
"Terus Mr.K mulai menyuruh gue untuk melakukan beberapa hal." Karin melanjutkan. "Mulai dari mengatur perjalanan ke Wamena, mempersiapkan packing untuk jangkan waktu 3 bulan, mencari tahu keberadaan lo dan Bibi, pokoknya hal-hal lain yang berhubungan dengan kehidupan kalian gue udah cari tahu semuanya jauh sebelum kita ketemu di Bandara"
"Bentar, kita stop disini dulu" Gue berkata untuk memotong pembicaraan Karin. "Lo sekretaris atau apa sih sebenernya? Mr.K ini dia siapa sampai bisa punya temen pimpinan badan inteligen segala?"
"Kan gue udah bilang tadi rendy, gue juga gak tahu apa-apa" Karin menjawab perkataan gue dengan tenang. "2 tahun yang lalu hidup gue ada di titik terendah, gue kehilangan hampir semuanya. Pekerjaan, ditinggal selingkuh pacar gue, dicap gak berguna, sampai akhirnya gue stress dan depresi yang membuat sistem imun gue menurun. Tebak selanjutnya apa? gue positif terkena virus sialan itu setelah gue gak memperdulikan lagi kesehatan gue dan berpikir kalau itu satu-satunya cara untuk mengakhiri hidup gue dengan cara yang smooth. Tapi ternyata takdir berkata lain. Ditengah keputus-asaan dan harapan kalau virus ini bisa mengakhiri hidup gue, ternyata gue selamat karena tiba-tiba Mr.K datang dan merubah hidup gue dengan mengajak gue untuk kerja bareng dia."
"Lo pertama kali ketemu Mr. K dirumah sakit?" Bibi bertanya kaget. "Bukannya harusnya lo diisolasi?"
"Ntah lah, yang gue inget waktu itu gue dapet kunjungan dari beberapa orang berpakaian APD lengkap." Karin menjawab perkataan Bibi. "Salah satunya punya suara yang mirip dengan suara Mr.K. Setelah gue sembuh, yang sebenernya gak sesuai dengan harapan gue karena awalnya gue berniat suicide, Mr.K datang menjemput gue kerumah sakit dan bilang kalau mulai waktu itu gue kerja untuk ngebantu dia"
"Duh kok makin misterius aja sih ini kakek tua ya" Gue menjawab diselah-selah perkataan Karin. Waktu terus berlalu dan gue perkirakan sekarang sudah jam 1 siang ditempat ini. Hawa sejuk dari tiupan angin terus terasa di kawasan lembah baliem. "terusin cerita lo"
Sekarang waktunya, mungkin dikolam terpencil ini beberapa pertanyaan dibenak gue bakal terjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]
General FictionHighest rank: #2 on chaos (June 5th, 2020) Ditahun 2025 terjadi kekacauan besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi virus yang semakin memburuk, serangan teror, unjuk rasa, banyak orang harus kehilangan keluarga dan mata pencarian, sa...