"Ren, Bi, tolong" Karin berkata dengan nada nyaris menangis sambil mematung tidak bergerak dihadapan se-ekor ular berwarna hitam dengan bercak-bercak kekuningan yang memiliki panjang tubuh hampir satu meter. Gue dan Bibi berdiri sedikit menyamping dibelakang Karin dengan ekspresi kaget.
"Diem dulu aja, jangan gerak pokoknya" gue berkata pelan sambil meminta Karin untuk diam. "Bentar gue cari kayu dulu"
Gue kaget? Iya. Belum pernah gue liat ular secara langsung dalam beberapa tahun terakhir. Suasana hutan yang sejuk tiba-tiba sedikit mencekam dengan kehadiran ular dengan bercak kekuningan ini. Beberapa hari yang lalu Mr.K sempat menjelaskan cara-cara sederhana untuk mengusir binatang-binatang yang ada dihutan.
Dari berbagai penjelasan yang diberikan Mr.K beberapa hari yang lalu tersebut, gue berkesimpulan kalau hutan adalah tempat yang aman untuk didatangi selama gak ada niat jahat. Gimana gak aman kalau Mr.K bilang hewan yang sebisa mungkin untuk dihindari adalah binatang-binatang karnivora karena bisa menyerang tiba-tiba, sisanya? hewan-hewan lain gak bakal mengganggu kalau gak diganggu duluan.
Tapi semua definisi yang Mr.K jelaskan terlihat gak berguna sekarang. Bener sih ular ini sekarang keliatan tenang-tenang aja, tapi tetep aja kalau gak diusir gue dan yang lain tetep gak bisa lewat sih ini.
Gue putuskan untuk melihat ke sekeliling area hutan. Gak banyak opsi yang gue punya sekarang. Lempar ularnya pake batu? Terlalu beresiko. Mungkin nanti ularnya kabur, tapi doi bisa aja balik lagi sambil bawa gerombolan ular lain dan menyerang gue, Bibi, dan Karin yang sedang bermain di sungai. Atau lebih parahnya lagi setelah gue lempar batu ular ini bisa aja lompat ke arah Karin dan menggigit dia dengan gigitan berbisa. Berabe sih urusannya kalau udah begitu.
Sementara ular tetap diam dengan sorotan mata tajam menatap kearah Karin yang sedang ketakutan. Sekilas terlihat Karin berusaha untuk mundur dengan gerakan kaki sehalus mungkin menuju ketempat gue dan Bibi berdiri. Gue harus ngelakuin sesuatu tapi apa?
"Kayu putih, rendy" Karin berkata pelan sambil berusaha melangkah mundur seolah-olah tahu kalau gue dan Bibi sedang kebingungan. "Coba lo percik-percikin ke ularnya. Ular gak suka bau-bau rempah gitu"
Kayu putih? Darimana gue bisa dapet kayu putih dihutan belantara kayak gini? Kalau ada motor mungkin gue bisa beli dulu mampir ke supermarket.
"Oh aku punya" Bibi tiba-tiba berkata sambil merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebotol minyak kayu putih yang isinya bersisa setengah dan segera menyodorkan botol tersebut ke tangan gue. "Nih"
Tanpa banyak pikir gue buka botol yang diberikan Bibi dan gue teteskan beberapa tetes minyak kayu putih ke lengan kiri gue. Gue maju perlahan beberapa langkah kedepan, gue percikan beberapa kali minyak kayu putih ke tubuh ular yang sedang menutupi jalan menuju ke sungai sementara Karin sudah berhasil mundur beberapa langkah dan sudah bersama Bibi. Semua harus dilakukan secara cepat dan senyap.
gue berdiri diam mematung sendiri Setelah selesai memercikan minyak kayu putih ke tubuh ular tersebut. Kondisi berbalik sekarang, target utama penyerangan ular ini bukan lagi Karin, tapi gue. Gue harus siap kapanpun kalau tiba-tiba ular ini menyerang gue.
Beberapa detik gue berdiri diam, ular dengan bercak kuning tiba-tiba merayap ke arah semak dan menghilang.
"Pfft, bahaya banget ya hutan kayak gini" Bibi tiba-tiba berkata tepat setelah ular menghilang dari pandangan. "Karin lo gak apa-apa?"
"Iya, Bi. Gue gak apa-apa" dengan nafas belum sepenuhnya pulih Karin menjawab perkataan Bibi. "Kaget gue, gue paling anti sama binatang melata kayak gitu"
Gue menghirup nafas lega karena trik menyemprot dengan minyak kayu putih ternyata berhasil dan gue gak jadi sasaran gigitan ular sekarang. Setelah memastikan keadaan benar-benar aman, tiba-tiba semak-semak disisi lain tempat ular menghilang tiba-tiba bergerak lagi. Gue balikan tubuh gue dan menyaksikan sendiri kalau disisi lain benar-benar ada sesuatu karena semaknya terus bergoyang. Kondisi bener-bener belum sepenuhnya aman, bisa aja hewan yang ini lebih bahaya daripada sekedar ular bercak kuning dengan panjang satu meter.
"Rendoy, hati-hati" Terdengar suara Bibi berkata sedikit berteriak ketika gue memutuskan untuk mendekati semak-semak tersebut.
Semak-semak bergoyang semakin keras ketika gue melangkahkan kaki gue perlahan menuju semak tersebut. Dengan tinggi semak yang tidak sampai selutut, gue yakin pasti ular kedua bakal muncul dan bisa aja lebih berbahaya dan lebih besar ukurannya. Gue bener-bener harus siap, gue teteskan beberapa tetes minyak kayu putih lagi ke tangan gue untuk berjaga-jaga.
Tapi ternyata dugaan gue salah, beberapa saat kemudian, setelah gue sampai didepan area semak, se-ekor bayi kangguru dengan bulu kecoklatan dibagian punggung keluar dari semak dengan sedikit melompat karena ukuran tungkai depan yang jauh lebih besar daripada tungkai belakangnya. Bayi kangguru yang ukurannya hampir sama dengan ukuran anak kucing ini menatap kearah gue kebingungan.
Gue kaget? Banget coy. justru karena gak sesuai ekspektasi kehadiran bayi kangguru ini malah bikin jantung gue mau copot. setelah berhasil menguasai keadaan gue harus akui kalau bayi kangguru ini lucu banget. Ini pertama kalinya gue lihat bayi kangguru selama hidup gue.
"Bi sini deh" Gue panggil Bibi untuk mendekat kearah gue setelahnya. "Kamu harus liat ini"
"Apa rendoy? beneran udah aman?" terdengar suara bibi berkata ketika Bibi dan Karin berhasil mendekat kearah gue yang sedang berjongkok untuk mengelus kepala Bayi Kangguru yang sedang kebingungan dihadapan gue. "Ya ampun bayi kangguruuu"
"Lucu banget sih" Bibi melanjutkan perkatannya. Tanpa basa-basi Bibi ikut mengelus kepala Bayi kangguru yang ada dihadapan dia sekarang.
"Kamu sendirian?" Bibi berkata seolah bayi kangguru mengerti apa yang dia katakan. "Kasian banget pasti dia takut ada ular tadi"
"Kita bawa aja?" Karin berkata dengan nada yang sudah normal dan berdiri membelakangi Bibi sambil melihat bayi kangguru dari jauh. "Gimana kalau ular tadi bener mau nyerang kangguru ini?"
"Hmm yakin bawa aja?" Gue bertanya sambil berdiri untuk memastikan kalau tidak ada hewan lain yang muncul disekitar posisi gue sekarang. "Mending kita cari induknya sih"
"Iya betul" Bibi menjawab perkataan gue. Terlihat kalau bayi kangguru tersebut sudah berada di pelukan Bibi sekarang. "Lebih aman sama induknya daripada sama kita"
"Tapi kita gak tau induknya dimana be" gue menjawab sambil melihat sekitar untuk kedua kalinya. Beberapa tempat di area hutan dekat sungai ini dipenuhi semak dengan tinggi se-lutut. Suara gemuruh aliran sungai terus terdengar dan matahari mulai tinggi sekarang.
"Kita jalan dulu, siapa tahu nanti ketemu induknya. Gimana?" Karin mengusulkan sebuah ide sambil mencoba mengelus kangguru yang ada dipelukan Bibi. "kayaknya gak jauh-jauh dari sini deh."
"Oke" Gue menjawab singkat. "Ya udah, yuk? kalau ada induknya nanti...."
Belum selesai gue menyelesaikan perkataan gue tiba-tiba Karin melihat se-ekor kangguru dewasa melompat-lompat tidak jauh dari tempat gue dan yang lain berdiri.
"Itu induknya deh " Karin memotong pembicaraan gue sambil menunjuk seekor kangguru dewasa yang diam menatap gue dan yang lain dari kejauhan.
"Iya bener" Dengan sigap Bibi meletakkan bayi kangguru berpunggung coklat tersebut kembali ke tanah setelah melihat apa yang Karin temukan. Bayi kangguru langsung melompat-lompat menuju tempat induknya berdiri tanpa menoleh kebelakang sedikitpun.
"Hati-hati ya kamu, jangan jauh-jauh dari orang tua lagi" Bibi berkata sambil melihat kangguru kecil kembali ke induknya. Kangguru ini langsung menghilang ke salah satu semak di kejauhan setelah sang anak ditemukan. "Kok jadi sedih ya"
"Sama" Karin menjawab perkataan Bibi dengan tatapan mata sendu melihat bayi kangguru berhasil menemukan ibunya. "jadi inget gue waktu kecil dulu"
Tatapan mata Karin tiba-tiba terlihat sedih sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]
General FictionHighest rank: #2 on chaos (June 5th, 2020) Ditahun 2025 terjadi kekacauan besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi virus yang semakin memburuk, serangan teror, unjuk rasa, banyak orang harus kehilangan keluarga dan mata pencarian, sa...