Chapter 32

7 0 0
                                    

"Semua udah siap?" Karin yang telah memakai pakaian serba hitam untuk berburu keluar dari kamar dan menghampiri gue dan Bibi yang sedang duduk diruang tamu sambil mempersiapkan alat-alat apa saja yang akan dibawa malam ini.

Setelah paginya gue dan yang lain selesai melakukan latihan seadanya tanpa arahan Mr.K, malam ini mau gak mau, bisa atau gak bisa, kegiatan berburu tetap harus dilakukan dan untuk memastikan keamanan terhadap apapun yang akan terjadi nanti, sore hari sebelumnya Karin dan Bibi sudah menambah list barang bawaan yang mereka nilai bisa membantu proses kegiatan berburu yang belum pernah dijalani oleh satu orang pun dari anggota kelompok ini.

"Senter tambahan udah, sticker glow in the dark udah, botol air minum udah penuh semua" Bibi menjawab sambil men-checklist satu-satu barang perlengkapan yang diletakkan diatas meja ruang tamu. Malam ini semua sama, sama-sama memakai perlengkapan serba hitam agar tidak menarik perhatian hewan yang sedang diburu nanti. "Apalagi sih? Kayaknya kurang deh"

"Minyak kayu putih? Balsem?" Karin mencoba menambahkan list barang bawaan sambil duduk disalah satu kursi tunggal yang letaknya ada disisi kiri Bibi sementara gue duduk bersebelahan dengan Bibi sambil mempertanyakan mau sebanyak apalagi barang yang mau dibawa sekarang.

"Itu jelas udah sih." Bibi menjawab sambil memastikan isi tas kecil yang akan dibawanya malam ini. "Minyak kayu putih, balsem, krim malam"

"Hmm good" Karin menjawab perkataan Bibi. "Kita harus bawa tenda juga gak sih? Ya kan siapa tahu malam ini kita gak bisa pulang dan harus nginep di hutan"

"Sekalian aja bawa kompor, minyak tanah, bantal, selimut" Gue akhirnya berani berbicara setelah pembicaraan ini rasanya udah keluar dari jalur yang semestinya. "Krim malam untuk apa Bibku? Nanti juga keringetan luntur semua krimnya"

"Rendoy, ini isi tas wajib cewek" Bibi menjawab sambil melirik kearah gue. "Mau kemanapun dan kapanpun perlengkapan kayak gini wajib dibawa. Gak cuma itu masih banyak perlengkapan lain yang ada ditas kecil aku dan semuanya sifatnya pribadi, kamu gak boleh liat."

"Cowok kayak lo gak bakal ngerti gimana rasanya jadi cewek" Karin menambahkan perkataan Bibi. "Ini udah minimalis banget, harusnya lebih dari ini barang-barang yang dibawa cewek kalau lagi berpergian"

"Pfft. ngeribetin pasti bawa barang sebanyak itu" Gue menjawab dengan nada mengalah. Sinar lampu temaram diruang tamu dan suara-suara jangkrik diluar pondok membuat suasana malam ini semakin terasa menegangkan. "Jadi aku bawa apa aja nanti?"

"Kamu bawa pisau" Bibi menjawab. "Kantongin aja terus ya supaya kalau ada apa-apa bisa langsung dikeluarin. Terus kamu bawa tas kecil aku soalnya aku ribet kalau bawa tas pengen megang senter aja"

Feeling gue bener, barang bawaan ini bakal bikin ribet. Parahnya lagi satu-satunya objek yang bisa diribetkan disaat sekarang adalah gue, the one and only cowok dikelompok ini.

"Ya udah, aku juga gak bawa apa-apa sekarang" Setelah menghela nafas panjang gue menjawab perkataan Bibi. Sekarang mungkin waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 malam WIT dan kelompok ini masih punya banyak waktu untuk bersiap-siap karena Karin merencanakan pemberangkatan pukul 10.00 malam. "Aku masih feeling gak enak tentang suara tembakan semalem"

"Namanya berburu ya wajar kalau suara backgroundnya orang teriak kesakitan atau suara tembakan pistol" Karin menepis perkataan gue. "Lo berharap suara orang teriak-teriak kegirangan kayak pas lagi konser ya gak bakal ada."

"Tapi gak suara pistol juga" Gue kembali menjawab perkataan Karin. Aura menegangkan semakin terasa malam ini. "Kan suku-suku di daerah sini berburu gak pake pistol bener gak sih? Kalau ada suara tembakan pasti ada suatu yang gak beres, ya minimal mungkin ada pemburu liar diluar sana yang berburu gak semestinya seperti yang dilakukan oleh suku-suku di lembah baliem."

"Nah itu alasannya kita perlu bawa perlengkapan safety tambahan" Sekarang giliran Bibi yang menjawab perkataa gue. "Jadi kita bawa tenda gak nih?"

"Gak usah Bibku" Gue menjawab perkataan Bibi pelan. "Apapun yang terjadi kita harus pulang malam ini, apapun"

"Iya sih, Rendy bener" Karin menyetujui perkataan gue. "Kita harus pulang malam ini karena gak bakal ada yang stay di pondok sementara Mr.K gak tau keberadaannya dimana sekarang. Kita gak usah bawa tenda, tapi kita harus bawa pelampung, harus."

"Ban bekas maksud lo?" Gue menjawab perkataan Karin dengan keheranan. "Buat apa? Gak ada orang waras yang mau mandi-mandi di sungai tengah malem"

"Bukan buat mandi-mandi, Rendy" Karin menjawab sambil mengeluarkan 3 buah lipatan berbentuk persegi panjang berwarna hitam denan sebuah tombol merah diatasnya. "Ini pelampung serba guna, alatnya Mr.K. Tinggal dipencet tombolnya nanti otomatis bakal mengembang dengan ukuran cukup besar buat ngebantu siapapun yang hanyut disungai. Jangan dicoba sekarang pelampung ini cuma buat sekali pakai"

Karin memberi satu lipatan persegi panjang ke gue dan Bibi. Sekilas gue liat bentuknya lebih mirip batu bata berwarna hitam yang terbuat dari plastik dengan ukuran yang lebih pas untuk dikantongin.

"Kalau terjadi sesuatu sama salah satu diantara kita? Kita harus gimana?" Karin melanjutkan pembicaraannya. "Kalau bener diluar sana ada pemburu liar atau bahkan ada hewan buas nanti dan kita harus berpencar gimana nanti?"

Suasana terasa semakin serius dengan semakin berjalannya waktu menuju pemberangkatan. Perjalanan ini gak sekedar perjalanan gue waktu mendaki Poon Hill yang dipandu Bisman. Perjalanan ini adalah perjalanan masuk ke wilayah hutan yang bahkan belum terjamah sepenuhnya ditengah malam untuk berburu. Hal-hal tidak diinginkan besar sekali kemungkinannya untuk terjadi malam ini, seperti yang gue takutkan sebelumnya.

"Kita buat aturan dulu sekarang" Gue memutuskan untuk menyederhanakan pembicaraan. "Pertama, kita gak boleh jalan terlalu jauh melebihi daerah-daerah yang belum pernah kita datangin sebelumnya. Kedua, sticker glow in the dark yang dibawa ini kayaknya ide bagus buat nandain jalan jadi seenggaknya kita punya panduan untuk pulang kalau seandainya nanti kita tersesat. Ketiga, kalau terjadi sesuatu, Bibi sama lo lari duluan pulang ke pondok, gue nyusul. Kita gak bisa lari sekaligus bertiga, kita harus berpencar supaya bisa mecah perhatian apapun yang menghadang kita nanti."

"Gak, kita harus tetep barengan" Bibi segera menepis perkataan gue setelah gue selesai mengucapkan aturan ketiga. "Lebih enak barengan daripada harus misah-misah. Mau ada apapun kalau barengan jadi lebih gampang"

"Tapi Rendy bener juga sih Bi" Karin berkata. "Kalau kita barengan terus kita semua gak selamat, siapa yang bakal bilang ke Mr.K apa yang terjadi besok? Salah satu dari kita harus selamat. In this case, kita berdua harus selamat dan Rendy mungkin cuma pengen mastiin keselamatan kita."

"Nah itu pinter sekarang" Gue menjawab perkataan Karin sambil tersenyum. "Selesai ya. Ada aturan lagi sih sebenernya yang harus kita pegang selama berburu nanti"

"Apa lagi rendoy?" Bibi bertanya dengan nada heran setelah sebelumnya berfikir kalau 3 aturan sudah cukup banyak untuk sekedar berburu beberapa jam kedepan.

"Aku paling gak bisa bunuh makhluk hidup Bibku" Gue menjawab perkataan Bibi. "Jadi kalau bisa hewan buruan kita nanti jangan dibunuh, kasian. Bikin pingsan aja, setelah kita kasih ke Mr.K kita lepasin lagi hewannya dihutan, gimana?"

"Baru sekarang gue liat cowok berhati pink kayak lo" Karin menjawab remeh sambil berdiri dan memasukkan segala perlengkapan yang sudah disiapkan kedalam tasnya. "Itu urusan nanti, yang manah nanti juga gue kan. Kalau semisal akurasi panahan gue lagi bagus ya hewannya mati, kalau gak ya hewannya selamat. Ya udah yuk kita pergi sekarang nanti kemaleman"

"Yuk" Bibi menjawab perkataan Karin sambil ikut berdiri dan memastikan perlengkapan didalam tasnya sudah lengkap.

Gue cuma bisa menatap mereka berdua sambil berharap kalau kegiatan berburu malam ini akan berjalan sesuai dengan apa yang sudah dibahas barusan.

Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang