Chapter 6

16 1 0
                                    


Gue mencoba untuk bangun dan kembali ke mobil untuk pulang kerumah menemui Bibi, tapi gue kehilangan tenaga. Mobil sedan ayah, yang digunakan bersama Ibu dan Ina, terlihat hancur berantakan. Hampir tidak ada kemungkinan selamat untuk siapapun yang berada di area sekitar restoran yang sekarang gue hampiri. Gak banyak orang yang bisa gue jadikan tempat untuk mengkonfirmasi keberadaan ibu dan ayah saat peledakan terjadi di tempat ini. Tapi bukti mobil ini sudah cukup kuat. Gak mungkin ada orang lain yang mengendarai mobil ini selain ayah. Teror peledakan ini benar-benar keterlaluan. Keterlaluan.

Suasana hati gue hancur. Dari semua hal yang gue punya di dunia ini, keluarga adalah satu-satunya milik gue yang benar-benar gue pertahankan selama ini. Family is complicated, kata orang. Ibu memang suka memberi perintah yang gak masuk akal buat gue jalankan, ayah memang selalu bertindak dingin terhadap apapun prestasi dan kemajuan yang gue capai selama hidup gue, dan ina memang kadang terlalu menyebalkan untuk bisa gue kasih perhatian sebagai seorang kakak. Tapi dibalik itu semua, dibalik semua yang terjadi, merekalah satu-satunya tempat kembali disaat gue hilang arah atas tujuan hidup gue. Mereka lah satu-satunya tempat yang gue jadikan sebagai sumber kenyamanan disaat dunia selalu memberi gue masalah yang bertubi-tubi. Mereka lah yang selalu mendukung gue, dengan cara mereka sendiri, dimomen senang dan sedih yang gue jalanin selama hidup gue. Tapi sekarang mereka semua pergi. Gue sekarang resmi menyandang status sebagai seorang yatim piatu.

Teror ini bener-bener keterlaluan. Benar-benar keterlaluan. Atas dasar apapun para teroris itu gak berhak untuk mengambil nyawa orang yang gak bersalah seenaknya. Gue marah, marah yang mungkin gak bisa terbendung lagi.

"Biadab" gue berkata sambil menangis dan menundukkan kepala gue di sisa-sisa badan mobil yang nampak terbakar dibeberapa bagian.

"Gue bakal bales, gue bakal bales" gue meninju-ninju badan mobil dengan emosi yang tidak terbendung yang belum pernah gue rasain sebelumnya.

Gue buka pintu mobil untuk mengambil beberapa sisa barang-barang Ibu, Ayah, dan Ina yang tidak terkena dampak ledakan. Gantungan kunci rumah berbentuk huruf C berukiran emas, boneka winnie the pooh kecil kesayangan Ina yang selalu ditaro dimobil agar bisa menemani dia saat melakukan perjalanan, dan tas kecil berwarna hitam milik ibu yang dijadikan sebagai tempat menyimpan berbagai struk pembelian yang telah ibu lakukan sebelumnya, semua masih selamat bersama dengan beberapa plastik barang belanjaan mingguan milik ibu yang terlihat sudah usang setelah 2 hari. Setelah mengambil barang yang masih tersisa, gue bergegas menuju mobil gue dan kembali kerumah.

Gue sadar, sekarang gak ada pilihan lain yang bisa gue lakuin selain kembali kerumah dan menceritakan semuanya ke bibi. Bibi satu-satunya hal yang berharga dalam hidup gue sekarang. Kondisi jalan yang kosong membuat gue menginjak pedal gas sekeras yang gue bisa supaya gue bisa cepat sampai kembali kerumah.

Hari beranjak sore sekarang dan gue lupa kalau gue janji harus pulang sebelum jam makan siang ke bibi sebelum gue berangkat tadi. Semua kegiatan mencari tahu keberadaan ibu membuat gue lupa waktu. Sekarang ketika semuanya menemui titik terang, gue gak tahu kemana gue harus membawa arah perasaan gue, sedih karena kehilangan keluarga atau senang karena akhirnya gue punya petunjuk tentang keberadaan mereka.

Langit sore hari mulai berubah warna kemerahan. Senja, satu-satunya hal yang gue puja-puja selama tinggal sendiri di Jakarta, kini seakan mengingatkan gue kembali akan momen-momen yang terjadi beberapa tahun yang lalu tersebut. Momen dimana gue ketemu Bibi, momen dimana gue harus meluangkan semua waktu gue sendiri untuk duduk di Monas, Kali adem, dan kawasan Thamrin, momen dimana gue menuliskan cerita pertama untuk bibi, semua seakan kembali mengingatkan gue kalau pada akhirnya gue bakal kembali ke masa-masa sendiri lagi.

Gak, gue gak sendiri sekarang, gue punya Bibi. Gue putuskan untuk menginjak pedal gas lebih keras untuk bisa menemui bibi lebih cepat.

Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang