Gue bukan tipe cowok yang sering main kekerasan
Gue juga bukan tipe cowok yang punya fisik yang masuk sebagai kategori atlet
Gue cuma manusia biasa, yang mencoba memberikan yang terbaik untuk orang-orang disekitar gue.
Gue dan Bibi yang sedang bersembunyi dibalik semak terkejut melihat sebuah anak panah yang tiba-tiba menancap dipaha kanan pria berkumis yang berumur sekitar 50 tahunan yang baru saja mendekati posisi gue. Dalam hitungan detik berikutnya, pria ini tumbang diikuti dengan beberapa suara teriakan dibelakangnya.
"Panggil tuan leo, goblok ini orang-orang kampung emang"
Leo? Mungkin ada banyak nama Leo yang hidup di tanah Papua. Tapi entah kenapa pikiran gue ketika mendengar nama Leo tertuju pada pria yang menyerang gue dirumah beberapa hari yang lalu. Sementara beberapa orang sibuk mencari tempat dimana tembakan panah berasal, panah kedua tiba-tiba menancap ke seorang pemburu liar lain dan berhasil menumbangkannya. Sekarang hanya bersisa sekitar 4 orang pemburu liar dengan pakaian-pakaian khas berburu yang beberapa diantaranya memegang pisau dan pistol ditangan. Kalaupun panah-panah yang ditembak barusan berasal dari Karin, gue bakal salut banget sama akurasi dan skill memanahnya malem ini.
"Kita masih aman, Be" Gue berbisik kearah Bibi sepelan mungkin. Bibi masih tampak ketakutan. Gue bisa merasakan ketakutan Bibi lewat genggaman tangannya yang semakin erat ditangan kiri gue. "Tapi kita harus nemuin Karin secepat mungkin, setelahnya kamu lari sama Karin, ya."
"Gak, rendoy" Sambil terbata-bata Bibi menjawab perkataan gue. "Kita harus tetep bareng, aku takut kamu kenapa-napa nanti."
Belum sempat gue membalas perkataan Bibi terdengar suara teriakan dari salah satu pemburu yang berucap "Coba cek disana" sambil menyenter salah satu semak yang letaknya tidak jauh dari sisi kanan gue berdiri. Bisa jadi Karin disana sekarang.
"Bi ditas kamu ada sesuatu yang bisa aku pake?" Sambil terus berbisik pelan gue terus memantau pergerakan para pemburu dalam gelap. "Kita harus tolong Karin, kalau sampai dia ketangkep semua bakal lebih repot."
"Gak ada Rendoy" Bibi menjawab perkataan gue dengan gelisah. "Aku gak bawa apa-apa lagi ditas yang bisa dipake buat membela diri"
Bibi bener. Gak banyak hal yang bisa dipakai untuk membela diri selain pisau yang ada disaku kiri celana hitam panjang yang gue pakai. Gue seenggaknya harus coba melempar pisau ini kearah orang yang sedang mendekati Karin untuk mengalihkan perhatiannya. Dengan semakin dekatnya posisi pemburu yang mengincar Karin dengan semak tempat dimana Karin bersembunyi, insting gue berkerja dengan semakin cepat juga dengan mengeluarkan pisau, membidik salah satu pemburu, melempar pisaunya, sampai akhirnya pisau tersebut mengenai punggung pemburu yang gue bidik dan menancap disana.
"Anjing" ucap salah satu pemburu diikuti dengan tancapan panah untuk ketiga kalinya dipaha kirinya yang membuatnya tidak sadarkan diri. Sekarang hanya tinggal 1 orang pemburu yang terlihat sementara 1 orang lain gue perkirakan sibuk menghubungi Leo.
Gue gak pernah berhubungan dengan dunia kekerasan kayak gini sebelumnya. Gue gak pernah terlibat dalam kasus premanisme manapun karena gue percaya kalau setiap manusia punya sisi baik yang sama. Tapi sekarang, di hutan diwilayah Lembah Baliem ini, gue merasa kalau kejahatan bakal selalu ada dan yang gue lakukan sekarang cuma sekedar membela diri dan melindungi orang yang ada disekitar gue, yaitu Bibi dan Karin.
"Ren, Bi" tiba-tiba Karin mengagetkan gue. "Kalian gak apa-apa?"
"Gue gak apa-apa, Bibi juga" Gue menjawab pelan. "Tumbenan banget lo manah kena sasaran semua malem ini"
"Semua karena lo bego" Karin memarahi gue sambil memukul kepala gue pelan. "Ngapain lo pake lempar batu segala ke rusa itu. Kalau seandainya lo biarin dan mereka dapet rusa, mereka gak bakal tahu keberadaan kita. Bego lo dasar."
"Yeee, mereka salah, mereka pemburu liar" Gue menjawab sebagai pembelaan, sementara Bibi masih diam duduk disebelah gue dibalik semak-semak yang cukup tinggi yang tumbuh diantara pepohonan. "Kalau dibiarin kejadian kayak gini bakal kejadian terus pasti"
"Udahlah. Sekarang ayo kita pergi" Karin berkata membalas perkataan gue cepat. "Untung aja skill memanah gue lagi bag...."
Belum selesai karin berkata, tiba-tiba terdengar suara tembakan berasal dari seorang pemburu yang mengenai lengan kiri atas Karin. Karin langsung terjatuh disambut dengan suara teriakan dari Bibi yang membuat sang pemburu terus menembakkan pistolnya kearah semak tempat gue bersembunyi.
"Lo gak apa-apa?" Gue mencoba membantu karin berharap semak cukup untuk melindungi gue dari tembakan tanpa arah yang dilakukan para pemburu. Karin langsung meringis kesakitan sambil menekan lengan kiri atasnya yang sekarang mengeluarkan darah cukup banyak. "Lo sama Bibi harus pergi sekarang"
"Gue gak a-apa a-apa" Karin menjawab terbata-bata. "A-ayo Bi- Kita Pe-ergi"
"Kamu gimana rendoy?" Suara Bibi terdengar sepeti menangis diantara suara tembakan. Didalam remang hutan gue lihat kalau air mata bibi mulai berjatuhan. "Aku gak mau kamu kenapa-napa"
"Aku gak apa-apa Bibku" Gue menjawab perkataan Bibi cepat. "Kamu bantu Karin buat balik kepondok sekarang, ya. Besok pagi kita ketemu lagi ya sayang."
Gue kecup pipi Bibi cepat sambil mengusap air matanya agar dia bisa sedikit tenang. Suara tembakan masih terus terdengar dan nyaris mengenai tubuh Karin untuk kedua kalinya. Setelah suara tembakan terdengar berhenti gue bantu Karin berdiri dan mengalungkan lengan kanan Karin yang belum terluka ke tubuh Bibi agar mereka bisa lari bersamaan. Darah semakin banyak mengucur dari lengan kiri Karin yang terluka.
"Pergi sekarang ya, Be" Sambil mengambil busur dan anak panah yang digunakan Karin sebelumnya gue memberikan tas kecil Bibi yang sebelumnya gue bawa. "Bawa tas kamu, ya. Ikutin aja tanda sticker yang udah ditempel Karin dipohon"
Bibi mengangguk pelan dan berusaha menguatkan diri sebelum akhirnya dia meninggalkan semak bersama Karin yang terluka. Suara-suara tembakan kembali terdengar dan tampak mengenai beberapa pohon yang ada disekeliling gue. Dengan harapan untuk melindungi Bibi dan Karin yang sedang berusaha keluar dari wilayah hutan ini, gue bidik anak panah ke pemburu yang menembak Karin untuk mengacaukan konsentrasinya dan menembakkan beberapa anak panah. Tapi semua sia-sia. Sang pemburu berhasil menghindari semua bidikan gue.
Dan sekarang terlihat dua orang pemburu lain datang setelah berlari dari kegelapan hutan. Dari semak terlihat jelas kalau salah satunya adalah Leo, orang yang sama yang menyerang gue beberapa hari lalu. Keadaan berubah setelah kedatangan leo. Tembakan-tembakan berhenti dan gue bisa memikirkan rencana untuk melarikan diri.
"Kalian berdua bawa mereka yang gak sadar balik ke mobil" Leo berkata setelah melihat keadaan dimana 4 orang anggota pemburunya tidak sadarkan diri. "Jangan cari masalah dengan suku manapun, kita kalah jumlah."
"Ada satu orang lagi bersembunyi disana" Pemburu yang menembak karin melaporkan keberadaan gue ke Leo yang baru saja tiba. "Mereka jelas bukan penduduk lokal."
Leo terlihat melirik kesemak dimana gue bersembunyi dan berjalan perlahan mendekat. Anak panah yang ditinggal kan oleh Karin telah habis tidak bersisa. Satu-satunya senjata yang bisa gue gunakan cuma pisau dan dengan keadaan 3 lawan 1 seperti sekarang jelas gue bisa kalah. Gue harus pergi dari tempat ini, memisahkan Leo dengan kelompoknya lalu berharap bisa menghajar leo di sisi lain hutan untuk mengakhiri ini semua.
Sambil menghirup nafas panjang, gue siapkan kudakuda untuk berlari secepat yang gue bisa. Tepat sepersekian detik berikutnya, wajah gue dan wajah Leo bertatapan.
"Sini lo goblok" Leo akhirnya menyadari keberadaan gue. "Lo semua tunggu disini, urusan ini biar gue langsung yang urus"
Yang gue tahu berikutnya adalah berlari membawa Leo sejauh mungkin dari kelompoknya dan berharap bisa selamat setelah kejadian ini berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]
General FictionHighest rank: #2 on chaos (June 5th, 2020) Ditahun 2025 terjadi kekacauan besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi virus yang semakin memburuk, serangan teror, unjuk rasa, banyak orang harus kehilangan keluarga dan mata pencarian, sa...