Chapter 17

15 1 0
                                    

Danau Hebbema, Lembah Baliem.

"Selamat datang di Danau Hebbema" Mr.K berkata setelah turun dari mobil jeep besar yang membawa gue, Bibi, dan Karin selama beberapa jam terakhir untuk melintasi jalan berbatu yang dikelilingi hutan, tebing yang terjal, dan medan ekstrim. Bibi dan Karin sekarang terlihat shock, ini mungkin jadi perjalanan terburuk yang pernah terjadi di hidup mereka selama ini.

Setelah turun dari mobil mengikuti Mr.K, gue terkagum sejenak karena melihat keindahan pemandangan yang belum pernah gue lihat sebelumnya. Dihadapan Mr.K tampak dari kejauhan sebuah Danau besar yang dikelilingi oleh banyak rumah-rumah terbuat dari dedaunan kering berbentuk seperti jamur raksasa yang diatur sedemikian rupa dengan jarak-jarak tertentu. Rumah-rumah ini berdiri diatas hamparan padang rumput luas dengan radius 200 meter dari sisi danau sebelum akhirnya ditemukan deretan pohon tinggi yang berdiri membentuk hutan yang tampak tak berpenghuni. Rumah-rumah dan danau ini dibatasi oleh pagar-pagar kayu setinggi 5 meter membentang mengelilingi danau dengan beberapa menara pengawas di tiap sudutnya.

Waktu menunjukkan hampir pukul 3 sore. Permukaan Danau dari kejauhan tampak menyilau akibat sinaran matahari sore. Disekeliling danau tampak beberapa pegunungan mulai ditutupi kabut-kabut awan, hanya menyisakan sedikit ujung dari Puncak Jaya dengan ketinggain hampir 5000 meter terlihat bersama tumpukan-tumpukan salju diatasnya.

"Pengen muntah tapi sayang abis makan udang selingkuh" Dibelakang gue, Karin bergumam sambil memegang perut seperti menahan keinginan untuk muntah setelah turun dari mobil. "Dalam beberapa bulan kedepan kayaknya kita gak bakal nemu makanan enak lagi."

"Kayaknya sih" Gue menjawab singkat.

Karin bener, firasat gue juga gak enak tentang hal ini. Mr.K sengaja menyogok gue dan yang lain dengan makanan enak sebelum akhirnya dia menyiksa kami semua beberapa bulan kedepan. Beberapa bulan ke depan bisa dipastikan gak ada lagi yang namanya makan enak, tidur nyenyak, dan aktifitas unfaedah lain yang bisa gue lakukan. Beberapa bulan kedepan hidup gue bakal kayak neraka.

Udara semakin terasa dingin. Beberapa orang suku Dani dari kejauhan mulai bersiap mengembalikan hewan ternak mereka ke kandang menjelang malam hari. Beberapa lelaki dewasa terlihat keluar dari area hutan menuju pemukiman sambil membawa hewan buruan dipunggung mereka. Wanita dan anak-anak dikejauhan mulai terlihat masuk ke rumah jamur mereka sambil membawa beberapa umbi-umbian dalam keranjang kayu kecil. Mereka semua tampak sama, memakai pakaian-pakaian dari dedaunan untuk menutupi tubuh sekedarnya.

Gue mencoba menganalisa diketinggian berapa gue dan yang lain berdiri sekarang dan firasat gue bilang kalau tempat ini sekarang memiliki ketinggian antara 3000 - 3500 m diatas permukaan laut.

"Bi kamu gak apa-apa?" Gue lihat Bibi turun dari mobil dengan ekspresi lemas, dengan sigap gue menyambut tubuhnya supaya tidak terjatuh ke tanah. "Udah sampe kok, tuh tempatnya"

Bibi terdiam sebentar dan mengalihkan pandangan kearah telunjuk gue. Terlihat sekilas kalau dia masih mabuk perjalanan akibat kondisi jalan yang kami lalui barusan.

"Keren banget" setelah beberapa menit diam, bibi tiba-tiba berkata sambil menarik pegangan tangan gue dan berjalan kearah Karin. "Ini Danau Hebbema?"

"Iya" Karin menjawab dengan nada sedikit antusias dan terlihat sudah bisa menguasai diri sambil memandang ke arah pemukiman suku Dani yang terletak mengelilingi sisi danau. "Ini Danau tertinggi di Indonesia, dianggap mistis oleh suku Dani karena punya kekuatan menyembuhkan dan memberi kemakmuran"

"Kereen" Bibi menjawab lagi sambil memperhatikan keindahan landscape yang ada diwilayah lembah ini. "Ini bukan Indonesia sih kayaknya, belum pernah liat wilayah kayak gini dimana-dimana"

Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang