Chapter 16
Pukul 10.00 WIT
Wamena, 48 KM dari Habbema LakeAku gak perlu uang ribuan
Yang aku mau uang merah cepe'an
Aku gak butuh kedudukan
Yang penting masih ada lahan 'tuk makanWamena tampak sepi pagi ini. Udara masih terasa dingin walaupun matahari sudah beranjak naik. Gak banyak bangunan megah berdiri disisi-sisi jalan di kota kecil yang terletak di daerah Lembah Baliem pegunungan tengah Papua ini. Restoran yang Mr.K janjikan terletak tepat disebelah penginapan sederhana yang semalam gue dan Bibi tempati. Setelah beberapa langkah melewati trotoar kota, gue dan Bibi sampai didepan restauran yang Mr.K janjikan. Tidak banyak toko-toko yang buka, restauran ini cuma satu diantara beberapa restauran yang masih menyediakan makanan untuk disantap oleh warga kota Wamena ditengah larangan beraktifitas yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah selama beberapa tahun terakhir.
Dari luar restauran gue bisa melihat kalau Mr.K sedang duduk berdampingan dengan Karina, asistennya yang gue perkirakan lebih muda 2-3 tahun dari umur gue dan Bibi. Karin terlihat sedang sibuk mengetik sesuatu di notebook yang ada dihadapannya sementara Mr.K terlihat sedang menikmati rokok bersama secangkir teh persis seperti yang dia lakukan dirumah gue shubuh sehari sebelumnya. Mereka berdua sama-sama menggunakan jaket tebal dan sekilas gue lihat Mr.K juga sudah fit setelah sebelum pesawat take off dia mengaku kalau dia kurang tidur ketika menolong gue dan Bibi.
"Akhirnya kalian datang juga" Mr.K berkata ketika dia melihat gue dan Bibi memasuki pintu rumah makan. Rumah makan ini terlihat cukup ramai pagi ini. Dengan penyesuaian terhadap peraturan pemerintah daerah, jarak antar meja makan sekarang telah direnggangkan dan setiap pelayan yang melayani tamu harus menggunakan masker dan sarung tangan setiap saat. Tidak ada sapaan selamat datang atau senyum selamat jalan dari pelayan. Semua berubah sejak wabah flu menyerang dan hal ini seperti membentuk mindset baru tentang cara bersosialisasi di masyarakat beberapa tahun terakhir. "Bangun jam berapa dia tadi, Bi?
"Jam 9" Bibi menjawab sambil duduk dihadapan Karin dan gue mengambil tempat duduk dihadapan Mr.K. "Itu juga harus dibangunin dulu."
"Wajar sih" Mr.K menjawab sambil menghisap rokoknya. "Kalian berdua sehat? Sekarang kita sarapan dulu, setelahnya kita berangkat ke danau Hebema, tempat dimana kita akan tinggal sementara waktu. Perjalanan masih panjang. Pastiin kalian gak update apa-apa di sosial media. Hapus semua akun sosial media sekarang."
"Sehat kok, Danau Hebema ini beneran danau atau cuma sekedar nama tempat aja?" gue menjawab perkataan Mr.K sambil melontarkan pertanyaan gak penting. Sempat terlintas di benak gue untuk menyalakan rokok seperti yang Mr.K lakukan tapi kemudian gue teringat kalau gue punya Bibi sekarang. "Udah bertahun-tahun yang lalu kok gue gak main sosial media lagi. Gak tau Bibi kayaknya masih. Makanannya udah dipesen?"
"Sudah" Karin menjawab sambil tetap mengetik sesuatu di layar notebooknya. "Sebentar lagi datang deh kayaknya. New normal juga berlaku disini jadi proses masaknya juga harus bener-bener terjamin kebersihannya"
"oke" gue menjawab singkat.
"Lanjut ya, pokoknya selama disini gak ada yang namanya penggunaan handphone". Mr.K menjawab sambil menyeruput tehnya. "Sekarang. selagi menunggu makanan datang, ada sesuatu yang harus dijelasin dulu ke kalian. Sesuatu tentang keberadaan suku Dani. Ini informasi penting untuk meminimalisir hal-hal bodoh yang akan terjadi kedepannya". Mr.K menyambung perkataan Karin sambil melirik kearah gue ketika mengucapkan kata "bodoh".
"Langsung aja, jadi gini" Karin melanjutkan pembicaraan. "Kita sekarang sedang berada di wilayah Lembah Baliem. Dulu lembah ini dipercaya sebagai sebuah danau raksasa sampai akhirnya danau tersebut harus mengering akibat pergeseran lempeng bumi dibawah pulau ini. Lembah ini terletak persis diantara pertemuan dua lempeng jadi memang riskan terjadi bencana alam seperti itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita Untuk Selamanya 3 : Cataphiles [ON GOING]
General FictionHighest rank: #2 on chaos (June 5th, 2020) Ditahun 2025 terjadi kekacauan besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi virus yang semakin memburuk, serangan teror, unjuk rasa, banyak orang harus kehilangan keluarga dan mata pencarian, sa...