18.PE🍁

340 22 0
                                    

SELAMAT MEMBACA
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

"Fathan!" Teriak Risa saat melihat adiknya duduk di depan ruangan UGD.

Fathan yang sedari tadi menunduk, menegakkan kepalanya. Melihat Risa, dia langsung berlari dan berhambur ke kepelukan Risa.

"Papa kak, Fathan takut Papa kenapa-kenapa lagi. Hiks.." isak Fathan di dalam pelukan Risa.

Risa ikut menangis dalam pelukan adiknya. Tiga bulan yang lalu, Papa nya baru saja pulang dari rumah sakit. Dan sekarang Papa nya harus datang kembali kesini dalam keadaan yang lebih parah.

"Kamu tenang ya dek. Kakak yakin Papa pasti baik-baik aja. Papa pasti bakal balik lagi ke rumah. Kita berdoa buat Papa ya" ucap nya menenangkan Fathan.

Menenangkan orang dalam keadaan kita sendiri jauh lebih tidak tenang, itu sangat menyakitkan.

Figo masih disana. Masih menyaksikan dua kakak beradik itu saling berpelukan.

"Keluarga pasien" suara dokter itu membuat perhatian mereka teralihkan.

"Saya anak nya dok. Gimana keadaan Papa saya?" Tanya Risa cepat.

"Papa anda terkena serangan jantung. Sekarang keadaan nya kritis dan harus di rawat" ucap dokter itu.

"Tapi yang membuat nya drop adalah, kanker hati yang kini sudah memasuki stadium akhir"

Jantung Papa nya memang bermasalah semenjak 3 bulan yang lalu, dan Risa tau itu. Namun yang membuat nya terdiam adalah, kanker hati dan stadium akhir.

Kenapa dia tidak pernah tau kalau Papa nya mengidap kanker? Kenapa tidak ada yang memberitahu nya?

"Ka-kanker dok?" Tanya Risa memastikan.

"Iya. Dilihat dari kondisi hati nya. Sepertinya Papa anda sudah lama mengidap penyakit ini"

Air mata Risa terjatuh, sedangkan Fathan sudah terisak di pelukan nya. Apakah Tuhan belum puas mengujinya? Apa lagi ini? Tidak cukup kah dulu Mama nya yang pergi?

"Apa ada kemungkinan untuk Papa saya sembuh dok?" Tanya Risa.

Walaupun sebenarnya pertanyaan itu tidak ingin dia ucapkan, tapi bibirnya memaksanya berbicara.

"Untuk kesembuhan pasien, akan kami usahakan semaksimal mungkin. Semuanya ada di tangan yang kuasa. Kalau begitu saya permisi"

Dokter itu pergi dari sana. Dia seakan tak mau menambah rasa sedih Risa dan Fathan dengan mengatakan hal yang demikian.

"Kak.. hiks.. Papa kak.. hiks.. hiks.." Fathan terus menangis membuat air mata Risa jatuh dengan sendiri nya.

"Fathan mau liat Papa?" Tanya Risa menatap Fathan dengan senyuman nya, namun dengan nada suara yang bergetar karna menahan tangis.

Fathan hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Ya udah, Fathan duluan ya. Nanti kakak susul" Kembali Fathan mengangguk dan pergi menuju ruangan Papanya.

Risa masih menatap punggung Fathan sampai hilang di sebalik pintu.

"Ca.." untuk pertama kalinya Figo memanggil Risa dengan panggilan itu.

Risa menoleh dengan air mata yang sudah berlinang di pelupuk matanya.

"Keluarin Ca. Jangan ditahan" Risa menggeleng lemah.

"Gue tau lo nggak sekuat itu Ca" lanjut Figo

"Hiks.." Risa sudah tidak tahan lagi.

Isakan itu akhirnya keluar, seiring dengan tubuhnya yang jatuh ke bawah. Figo benar, Risa memang tidak sekuat itu.

possessive enemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang