19.PE🍁

297 17 2
                                    

SELAMAT MEMBACA
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

Selesai makan malam bersama, Risa, Adel, Zila dan Figo masih berada di rumah sakit. Tepat di depan ruangan Papa Risa.

"Ca, bokap lo bakal pindah ruangan. Gue udah urus semuanya" ucap Zila tiba-tiba.

"Kenapa di pindah La?" Tanya Risa heran.

"Nggak apa-apa. Biar bokap lo lebih nyaman istirahat nya. Disana juga ada tempat buat lo tidur kok" jelas Zila.

"Nggak usah La. Aku nggak punya uang buat ganti uang kamu nanti. Biaya nya pasti mahal kan" ucap Risa.

"Nggak usah pikirin masalah biaya. Lagian ini bukan cuma uang gue kok. Ini juga uang Adel sama Figo, dan ini juga kemauan kita" ucap Zila.

Risa menatap Adel dan Figo bergantian. Mereka berdua tersenyum pada nya dan mengangguk pelan.

"Aku nggak mau terima gitu aja. Aku anggap ini hutang, dan nanti pasti aku bayar walaupun nggak bisa sekaligus" ucap Risa.

"Iya terserah lo aja" ucap Adel.

Tak lama setelah itu, beberapa perawat datang dan masuk ke dalam ruangan Papa Risa. Mereka kemudian keluar dan membawa Papa Risa ke ruangan baru yang di maksud Zila. Ruangan VIP.

Benar. Disana ada sebuah ranjang yang lumayan besar. Lengkap dengan sofa dan televisi, dan jangan lupakan pendingin ruangan sebagai pelengkap nya.

Risa tak tau lagi cara untuk berterima kasih pada sahabat nya ini. Semua biaya administrasi Papa nya, mereka lah yang membayar nya. Risa sangat beruntung memiliki sahabat seperti mereka berdua, dan juga Figo?

"Ca, lo tidur aja ya. Biarin Papa lo istirahat juga" ucap Adel pada Risa.

Risa menoleh dan mengangguk pelan. Risa sangat lelah dan lemas. Rasanya semua tulang nya patah saat ini.

Risa berjalan kearah ranjang yang berada tak jauh dari bankar Papa nya. Dia tidur menghadap sang Papa, berharap ketika dia bangun nanti, dia dapat melihat wajah Papa nya yang tersenyum padanya.

"Ayo keluar" ucap Zila pada Adel.

"Ehem" Adel berdeham membuat perhatian Figo teralihkan dari ponsel nya.

"Kita mau bicara sama lo" ucap Zila.

"Tinggal ngomong" ucap Figo santai kembali menatap ponsel nya.

Adel yang melihat itu, segera merampas ponsel Figo.

"Apaan sih lo!" Ucap Figo kesal.

"Ya makanya dengerin kita ngomong. Perlu kita banting juga hp lo?" Ucap Zila membuat Figo berdecak.

"Ngomong apa?" Ketus Figo sudah berdiri di depan Zila dan Adel.

"Lo mau apa lagi dari Risa?" Tanya Adel.

Sebenarnya, sedari awal mereka tiba di rumah sakit, pertanyaan itu adalah pertanyaan pertama yang ingin mereka tanyakan pada Figo. Tapi nampak nya baru sekarang waktu yang tepat untuk menanyakan nya.

"Maksud nya?" Figo balik bertanya.

"Ck. Lo pikir kita berdua bego apa? Pasti ada tujuan nya kan lo baik sama Risa? Lo mau bikin dia semenderita apa lagi? Lo nggak liat, dia udah menderita?" Sungut Zila menatap sinis pada Figo.

"Gue nggak punya maksud apa pun. Dan gue ikhlas bantuin dia" jawab Figo.

Begitu lah adanya. Figo memang tidak punya maksud apa pun terhadap Risa. Ini tulus dari hati nya, sebagai balasan dari apa yang telah dia lakukan pada Risa sebelum ini.

"Trus lo kira kita percaya gitu?" Tanya Adel.

"Gue nggak nyuruh lo percaya sama gue" jawab Figo.

"Halah. Udah deh, lo nggak usah sok peduli atau sok baik deh sama Risa. Lo nggak liat tadi dia nangis ha? Lo nggak kasian apa sama dia? Gue kan udah bilang berkali-kali ke lo, jangan ganggu dia lagi. Apa harus gue mohon-mohon dulu dan sujud di kaki lo?" Sungut Zila.

"Oke. Lo berdua mungkin nggak akan percaya sama gue, bagaimana pun cara gue jelasin nya. Tapi asal lo tau, sejahat-jahat nya gue, gue masih punya hati nurani. Lo pikir gue capek-capek nganter dia kesini, nemenin dia sampe malam buat apa? Buat merintah-merintah dia? Kalau gue nggak punya hati dan rasa kasihan, gue nggak perlu capek-capek lakuin ini, toh gue gampang tinggal suruh-suruh dia"

Adel dan Zila masih diam mendengarkan ucapan Figo.

"Gue merasa bersalah liat dia kayak tadi, gue sadar gue udah salah perlakuin dia selama ini. Dan gue bakal tebus semua kesalahan gue sama dia" lanjut nya.

Sejenak Figo terdiam. Kemudian tangan nya terulur untuk mengambil ponsel nya yang ada di genggaman Adel.

"Gue bakal buktiin ke lo berdua kalau gue bakal ngerubah sikap gue sama Risa. Jadi tolong, jangan halangin gue buat nebus semua kesalahan gue sama dia" ucap nya lalu pergi dari hadapan Adel dan Zila.

"Apa jaminan nya kalau omongan lo bisa kita pegang?" Pertanyaan Adel membuat langkah Figo terhenti.

"Nyawa gue"

"Lo berdua boleh habisin gue kalau gue ingkar sama kata-kata gue" lanjutnya sebelum benar-benar pergi dari sana.

"Gue masih nggak percaya sama dia" ucap Zila setelah Figo pergi.

"Kayak nya omongan dia bisa di pegang" ucap Adel.

"Jangan bilang kalau lo percaya sama dia?" Ucap Zila menatap tak percaya pada Adel.

"Kita nggak rugi kan percaya sama dia? Kalau dia nggak ingkar, ya bagus. Kalau dia ingkar, tinggal kita habisin. Simpel kan?" Jelas nya.

"Udah ah, lo kebanyakan mikir. Mendingan kita kedalam temenin Risa" Adel mendorong Zila untuk masuk ke dalam ruangan itu.

_____________________________....

"Emang nya lo ngapain sih, di rumah sakit? Lo sakit?" Tanya Vino dari seberang sana.

"Udah deh nggak usah banyak tanya. Sekarang lo kesini, temenin gue. Ajak Devan juga" perintah Figo.

"Oh iya, jangan lupa bawain seragam gue. Kita berangkat sekolah dari sini" ucap Figo lagi membuat Vino berdecak.

Kalau saja Figo bukan sahabat nya, dia pasti sudah mengumpat pada Figo saat ini juga.

"Banyak banget sih mau lo. Nyusahin tau nggak" ucap Vino dengan nada sinis nya.

"Nggak usah ngebacot. Cepetan kesini, gue tunggu"

Figo langsung memutus sambungan telepon nya. Dia yakin, sahabat nya yang satu itu, pasti sedang mengumpatinya dengan berbagai macam nama binatang. Tapi walaupun begitu, mereka berdua pasti akan tetap datang menemaninya di sini.

Ya... begitulah cara mereka bersahabat.

___________________________....

Hola
Vote and comment please!
Follow
@rinianggraini_29

possessive enemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang