20.PE

327 21 1
                                    

Fakta hari ini

90% dari orang-orang penakut adalah pecinta horor

SELAMAT MEMBACA
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

"Eunghh.."

Figo terbangun dari tidur nya. Punggung nya terasa sangat sakit akibat tidur duduk di kursi rumah sakit. Sebenarnya, dia masih mengantuk. Entah jam berapa dia tidur tadi malam. Tapi mungkin karna sudah terbiasa bangun subuh, jadi lah dia terbangun sekarang.

Jam di pergelangan tangan nya masih menunjukkan pukul 4.35, itu berarti sekitar 10 menit lagi, akan masuk waktu subuh.

Figo menoleh ke kanan dan mendapati kedua sahabat nya sedang tidur di bawah, bersandar di dinding. Bukan nya tadi malam mereka tidur di atas kursi di samping nya? Sejak kapan mereka berpindah ke bawah?

Seperti gelandangan saja, pikir figo.

"Woi bangun bangun. Molor aja lo berdua" ucap nya menepuk bahu kedua sahabat nya itu.

Jangan kan melenguh, mereka berdua sepertinya tidak terganggu sama sekali oleh Figo.

"Ck. Gini nih punya sahabat nggak ada iman" ucap Figo.

"WOI! BANGUN!!" Teriak Figo tepat di telinga mereka berdua.

"Astaga.."

"Telinga gue.."

Mereka berdua sama-sama kaget sambil mengusap telinga nya.

"Lo ngapain sih Go! Budek ini telinga gue" sungut Devan.

"Tau nih. Lo bakat banget tau nggak gangguin orang" timpal Vino menatap Figo kesal.

"Salah sendiri. Gue bangunin baik-baik, lo nggak bangun-bangun. Ya udah terpaksa gue keluarin senjata pusaka" jawab Figo santai.

"Udah ah nggak usah banyak cincong. Ikut gue shalat subuh. Biar setan di badan lo berdua pada kabur" lanjut nya.

"Gimana mau kabur, setan nya kan lo" gumam Devan pelan.

Dan beruntung nya, dewi keberuntungan sedang berpihak pada Devan, karna Figo tidak mendengarnya.

Ceklek

Baru saja Figo ingin meraih knop pintu, pintu itu terbuka dari dalam.

"Eh kamu udah bangun"

"Eh lo udah bangun"

Figo dan Risa berucap bersamaan membuat mereka salah tingkah.

"Maksud nya, tadi gue mau bangunin kalian buat shalat subuh berjamaah. Ternyata kalian udah bangun" ucap Figo selanjutnya menatap ke arah lain.

"Oo. Ya udah ayo shalat subuh berjamaah" ucap Risa di angguki mereka semua.

Mereka berjalan menuju mushollah yang memang ada di dalam rumah sakit itu.

Risa dan sahabatnya terlebih dahulu mengambil wudhu setelah tadi Figo san sahabat nya mengambil wudhu.

"Allahu akbar. Allaahu akbar"

Terdengar suara adzan dari dalam musholah itu.

"Siapa yang adzan nih? Merdu banget" ucap Adel setelah selesai mengambil wudhu.

"Iya. Adem hati gue dengernya" timpal Zila.

"Kayak suara Figo" batin Risa.

Risa teringat, ketika dulu dia mendengar Figo iqamah di rumah nya. Suara nya sangat mirip dengan suara orang yang sedang adzan saat ini.

"Ayo ke musholah" ajak Risa pada kedua sahabat nya.

"Tumben ada yang adzan di sini"

"Iya, biasanya yang mau shalat cuma pake kesadaran sendiri"

"Ya tapi bagus juga sih. Jadinya kita bisa tepat waktu shalat nya"

"Mudah-mudah an aja, begini seterusnya ya"

"Iya"

Percakapan kedua perawat itu terdengar jelas di telinga Risa dan sahabat nya.

"Masa sih di rumah sakit sebesar ini nggak ada yang adz--"

"Laa ilaahaillallaah"

Muazin itu menyelesaikan adzan nya dan menadahkan tangan ke atas, membaca doa sesudah adzan.

"Kayak nya gue masih mimpi deh" gumam Adel berhenti di tempat nya.

"Demi apa gue liat Figo lagi adzan?" Timpal Zila juga berhenti di tempat nya.

Mereka berdua masih menatap tak percaya pada Figo. Mereka fikir, orang-orang seperti Figo ini adalah orang yang jauh dari kata keagamaan. Tapi mendengar suara merdu Figo saat mengumandangkan adzan, semuanya berubah.

Mungkin kata-kata ' jangan melihat sesuatu dari luar nya ' harus mereka terapkan di kehidupan mereka sehari-hari mulai saat ini.

Untuk sementara tatapan Risa dan Figo beradu. Tanpa sadar Risa tersenyum pada Figo, dan juga di balas oleh Figo.

___________________________....

"Pa. Ica berangkat ke sekolah dulu ya. Papa cepet bangun, jangan tidur terus. Ica kangen Papa" Risa mencium punggung tangan Papa nya kemudian beralih pada kening Papa nya.

Berat rasanya meninggal kan sang Papa sendiri disini. Walaupun ada suster yang menjaga nya tetap saja itu berbeda.

Risa berdiri dan keluar dari ruangan Papanya. Di luar sana sahabat nya dan yang lain nya sudah siap dan tampak nya memang sedang menunggu nya.

"Udah Ca?" Tanya Adel.

"Udah. Ayo berangkat" jawab Risa.

"Ca. Gue tau kata-kata gue nggak akan bikin Papa lo sembuh. Tapi, lo harus kuat, harus tegar demi Papa lo dan juga Fathan. Jadi, lo jangan sedih lagi ya. Kita semua tetap ada sama lo kok" ucap Zila tersenyum.

Risa ikut tersenyum melihat senyum Zila. Ya, Zila benar. Dia tidak boleh terus bersedih, karna sedih tidak akan membuat Papa nya sembuh bukan? Jadi dia harus kuat.

"Iya. Makasih ya" ucap Risa tulus.

"Ya udah ayo berangkat" ucap Adel dan di angguki oleh mereka berdua.

Figo dan kedua sahabat nya masih diam di tempat, menatap Risa, Adel dan Zila yang berjalan semakin jauh.

"Jadi ceritanya, lo berubah fikiran?" Tanya Vino tiba-tiba.

Figo menoleh sebentar pada Vino.

"Gue nggak pernah ngira kalau rencana gue bakal kayak gini" jawab Figo.

"Ya lo sih. Dulu udah kita saranin, jangan yang macem-macem. Eh lo nya keras kepala, nyesel kan lo" ucap Devan di angguki Vino.

"Ya makanya gue ngerubah rencana. Jadi lo berdua jangan bikin kacau" ucap Figo menunjuk Devan dan Vino bergantian.

Figo berjalan menyusul Risa dan sahabat nya, menuju parkiran.

"Gue nggak habis fikir sama jalan pikiran tu anak. Enteng banget dia bilang ngubah rencana" ucap Devan.

"Tau tuh. Dia nggak tau apa, kita yang bantuin dia juga harus mulai dari nol lagi" timpal Vino.

"Ya mau gimana lagi. Dia sahabat kita, nggak mungkin kita nggak bantu" ucap Devan membuat Vino mengangguk menyetujui.

"Ya udah lah yuk berangkat. Ntar kita di tinggal lagi kalau kita telat"

Devan dan Vino berlari menyusul Figo.

_____________________________....

Hola
Vote and comment please!
Follow
@rinianggraini_29

possessive enemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang