26.PE🍁

253 15 2
                                    

SELAMAT MEMBACA
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|

"Nak Morgan" gumam pak Toni saat melihat dengan jelas siapa yang ada di depan nya.

"Iya, Pak. Ini saya" ucap Morgan terus mengembangkan senyum nya.

Ini adalah kedua kali nya Morgan bertemu dengan pak Toni setelah 14 tahun yang lalu. Setelah pak Toni membawa adik kesayangan nya pergi dari nya.

"Ke-kenapa nak Morgan ada disini?" tanya pak Toni gugup.

"Itu nggak penting Pak. Saya hanya mau tau dimana adik saya sekarang?" tanya Morgan to the point.

Pak Toni terlihat semakin gugup mendengarnya. Tangan nya gemetar dan mengalihkan penglihatan nya ke arah lain, terlihat seperti sedang mencari alasan.

"Pak" Morgan menggenggam tangan pak Toni.

"Bapak mau tau gimana hidup saya selama 14 tahun belakangan ini?"

Pak Toni hanya menatap Morgan tanpa ingin menjawab nya.

"Oke, saya akan cerita. Mulai dari mana dulu ya" Morgan menengadah ke atas menahan air mata nya agar tidak jatuh.

Sakit rasanya jika harus membuka jahitan luka yang tak kunjung mengering.

"Mungkin mulai dari meninggal nya Mama saya"

Pak Toni memelototkan matanya. Dia sama sekali tidak tau kalau ibu Morgan sudah meninggal.

"Dua bulan setelah Bapak bawa adik saya, Mama saya depresi, dan berakhir dengan bunuh diri. Bapak tau seberapa terpuruk nya saya waktu itu? Adik dan Mama yang saya sayangi pergi di waktu yang bersamaan"

Pak Toni ingin menangis rasanya. Betapa berdosa nya dia, karna sudah membuat hancur hidup Morgan dan Mama nya.

"2 tahun setelah itu, Papa saya pergi dengan perempuan lain. Meninggalkan saya sendirian. Saya setres, saya depresi. Saya sempat melakukan percobaan bunuh diri beberapa kali, tapi saya tidak tau, kenapa Tuhan selalu saja menggagalkan rencana saya. Itu membuat saya marah"

Morgan menghentikan ucapan nya sejenak.

"Marah pada diri saya sendiri, marah dengan pikiran saya yang sempit waktu itu. Tapi sekarang saya sadar, mungkin ini alasan nya kenapa saya selalu gagal waktu saya ingin mengakhiri hidup saya. Ternyata Tuhan ingin mempertemukan saya dengan Bapak, walaupun setelah 14 tahun saya berjuang untuk sampai ke titik ini" Morgan tersenyum seiring dengan jatuhnya air matanya.

"Setiap malam saya memimpikan bahwa saya akan bertemu dengan adik saya dan memeluk dia. Di dalam mimpi saya tersenyum, tapi setelah bangun air mata saya nggak pernah berhenti untuk turun"

"Sekarang saya mohon Pak. Kembalikan milik saya, kembalikan apa yang sudah menjadi hak saya. Biarkan saya yang merawat dia, biarkan saya merasakan kasih sayang dari dia. Saya mohon. Saya bersedia memberikan apapun yang bapak pinta, asalkan kembalikan adik saya. Saya hanya mau adik saya Pak, tolong kembalikan dia sama saya.." lirih Morgan dengan nada sedikit serak.

Pak Toni akhirnya menitikkan air matanya melihat Morgan yang memohon padanya seperti ini. Dia sadar, apa yang dia lakukan sangatlah salah. Tapi dia punya alasan yang kuat untuk melakukan ini.

Setiap tindakan berdasarkan alasan bukan?

"Nak.." pak Toni duduk terlebih dahulu sebelum melanjutkan ucapan nya.

"Saya minta maaf sama nak Morgan karna sudah membuat hancur hidup nak Morgan. Saya sadar ini adalah kesalahan saya, tapi kalau saya tidak melakukan ini, mungkin saya lebih merasa bersalah dari pada ini" ucap pak Toni.

"Nak Morgan gak perlu khawatir. Saya akan memberikan apa yang sudah saya ambil dari nak Morgan." ucap pak Toni tersenyum.

Morgan yang tadinya menundukkan kepala, langsung menegakkan kepalanya dengan cepat dan menatap tak percaya pada pak Toni.

"Bapak serius?" tanya nya.

"Saya sudah tua, Nak. Saya sakit-sakitan dan umur saya mungkin sudah tidak lama lagi. Kalau bukan sama nak Morgan, siapa lagi yang menjaga dia?. Saya benar-benar minta maaf atas kesalahan saya. Saya mohon maaf kan saya"

"Walaupun saya tidak tau apa alasan bapak melakukan nya. Tapi saya tidak bisa marah sama Bapak. Bapak yang udah rawat saya, disaat orang tua saya sibuk dengan dunianya masing-masing. Bapak juga banyak berjasa dalam hidup saya. Dan saya sangat berterima kasih, karna Bapak sudah menjaga adik saya selama ini" ucap Morgan tersenyum tulus.

Hari ini adalah hari bahagia bagi nya. Morgan tak pernah tersenyum setulus ini, dan dia tidak pernah merasakan bahagia yang se-bahagia ini.

"Jadi dimana adik saya Pak? Saya tidak sabar ketemu sama dia. Dia pasti sudah sangat cantik kan?" tanya Morgan antusias.

"Dia masih sekolah, Nak. Kalau nak Morgan mau, tunggu aja sampai dia pulang nanti"

"Pasti, Pak. Saya tidak akan pergi kemana-mana sebelum saya ketemu sama dia. Saya akan tunggu dia disini" jawab Morgan cepat membuat pak Toni tersenyum.

Pak Toni kembali melihat diri Morgan yang dulu. Seorang yang penuh dengan semangat dan senyum di wajah nya.

______________________________....

Bel istirahat telah berbunyi. Para siswa dan siswi pun sudah berbondong menuju kantin, termasuk Figo dan kedua sahabat nya. Namun yang mengganggu adalah, gadis yang sedari tadi mengikuti mereka dengan terus menggandeng kan tangan nya di lengan Figo.

"Lo bisa pergi nggak sih!?" Sentak Figo menghempaskan tangan Lona.

Jangan sebut dia kasar, karna sedari tadi dia sudah mengusirnya dengan cara yang sedikit lebih halus.

"Lo kenapa sih? Gue kan cuma mau ikut ke kantin" ucap nya kembali menggandeng tangan Figo.

"Gak usah gandeng tangan gue!" Bentak nya lagi membuat Lona terdiam.

Lona sudah kebal dengan bentakan Figo. Dari dulu juga Figo tak pernah bersifat lembut padanya.

"Gue gak peduli" Lona kembali melakukan hal yang sama.

Kalau saja Lona adalah seorang laki-laki, pasti Lona sudah masuk rumah sakit karna di pukuli oleh Figo.

Figo ingin kembali mengeluarkan suara, namun tiba-tiba pandangan nya tertuju pada seorang gadis yang menatapnya di depan sana.

Gadis itu hanya menatap nya, entah tatapan seperti apa, tapi entah kenapa Figo dapat merasakan gadis itu seperti tidak suka melihat nya. Lama dia berdiri di sana, baru kemudian dia melanjutkan langkah nya masuk menuju kantin.

"Sial!" ucap Figo dalam hati.

Figo menyentak tangan Lona kuat membuat wanita itu terjatuh.

"Gue bilang jangan ganggu ya jangan! Ngerti bahasa manusia nggak sih lo!" Bentak nya lagi lalu berlari menuju pintu kantin.

Devan yang melihat Lona terduduk di bawah, mengulurkan tangan nya membuat Lona menatap nya.

"Ayo gue bantuin berdiri" ucap nya tersenyum.

Lama Lona menatap tangan Devan, barulah dia meraih tangan Devan.

"Ciaa.. pe-de banget lo. Jangan harap deh, gue mau bantuin orang yang udah bikin sahabat gue kena masalah" ucap Devan mengangkat tangan nya sebelum Lona benar-benar meraih nya.

"Saran gue nih ya. Mending lo gak usah ganggu Figo lagi. Dia udah punya pacar" lanjutnya dan berlalu menuju kantin.

"Awas aja lo gangguin Figo lagi. Gue colok mata lo!" ucap Vino mengarahkan jari telunjuk dan jari tengah nya ke arah mata Lona, lalu pergi dari hadapan Lona.

"Awas ya kalian berdua!!" teriak nya kesal.

Poor to Lona. Baru masuk sudah diperlakukan seperti itu.

____________________________....

Hola
Vote and comment please!
Follow
@rinianggraini_29

possessive enemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang