Usaha Gading untuk memiliki gelar sebagai lulusan SMA tidak berhenti walau ditentang. Ia masih memiliki semangat yang tinggi, dalam mengejar ijazah juga mendapat ilmu bermanfaat.
Pertentangan yang terjadi tempo hari antara Mira dengan dirinya, tidak menjadi halangan untuk Gading berangkat sekolah. Nyalinya memang menciut, tetapi semangatnya masih berkobar. Tidak ada yang bisa menentang kemauannya selain keadaan. Tidak ada yang bisa menolak inginnya selain Tuhan.
Waktu masih sangat pagi, bahkan matahari belum bersinar dengan terang. Masih sedikit cahaya yang memantul ke bumi. Tetapi, Gading sudah siap dengan seragam kebanggaannya. Ia menyunggingkan senyum ketika berhasil keluar dari pintu kayu kokoh.
Ia berjalan menapaki aspal menuju rumah Bagus. Gading berniat berangkat sekolah bareng Bagus. Ia malas naik angkutan umum yang selalu sesak. Gading ingin memanfaatkan fasilitas gratis yang tersedia untuknya.
"Bagus! Bagus!" teriak Gading ketika sampai di depan rumah Bagus.
Tidak ada jawaban atau tanda-tanda yang Gading dengar. Sepi masih menjadi teman sejatinya. Hingga Gading memutuskan untuk memanggil Bagus kembali.
"Bagus!"
Pintu rumah terbuka, menampilkan Bagus dengan muka baru bangun tidur. Ada bekas air liur di pipi, bahkan mulutnya masih menguap sesekali.
"Apa? Tumben nyamperin gue? Mau ngapain jam enam udah pakai seragam sekolah?" cerca Bagus setelah menormalkan pandangannya yang semula kabur.
"Gak mau kejadian tempo hari kejadian lagi, gue pengin nyari ilmu dan sukses di kemudian hari."
"Terus, urusannya sama gue apa? Mau nyari ilmu kok malah ke rumah gue?"
"Mau nebeng, males naik angkot. Mahal, gak dapet uang saku. Males desak-desakan juga."
Bagus mengangguk dan mempersilakan Gading untuk masuk, sembari dirinya bersiap sekolah. Gading diam, menelisik rumah Bagus yang belum berubah. Menatap sebuah foto dengan bahagia palsu. Nyatanya, Bagus tidak pernah bahagia dengan adanya keluarga. Nyatanya, Bagus kerap di rumah sendiri.
🍃🍃🍃
Motor Bagus sudah berbaur dengan kendaraan lain di jalan raya. Mengikuti alur menuju sekolah untuk menimba ilmu. Gading yang duduk di belakang, tersenyum senang. Pasalnya, ia akan melanjutkan sekolah. Menimba ilmu yang sering terabaikan akibat keadaan.
Sapaan satpam sekolah menjadi suara pertama yang menyambut kedatangan Gading. Membuat Gading ikut membalas sapa dengan hormat, seraya menyunggingkan senyum manisnya.
Ia melangkah ke kelas dengan wajah dingin, tidak menerima sapa dari penggemarnya. Tidak membalas senyum yang temannya lontarkan. Gading memang pribadi yang tertutup, tidak ingin bertegur sapa dengan orang asing. Orang yang tidak dekat dengannya. Kecuali, ada urusan penting yang mengharuskan mereka berbincang.
"Ding, dicari Pak Indra," ucap teman sekelasnya yang mendapat anggukan dari Gading.
Jantungnya berdebar tidak karuan, menikmati cemas yang hadir pada tubuhnya. Cemas akan peringatan yang akan diberikan oleh guru BK.
Gading melangkah dengan pasti, berusaha menormalkan rasa takutnya yang tak kunjung pergi. Hingga ia sampai di depan ruang BK, mengetuk pintu dan masuk setelah dipersilakan.
"Bapak mencari saya?" tanya Gading setelah berhadapan dengan Pak Indra.
"Iya, mau bertanya alasan kamu sering membolos. Kamu niat sekolah gak, sih? Kalau gak niat, ada orang yang butuh kursi yang kamu duduki. Dan, kamu bisa keluar dari sekolah ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Désespéré ✓
General FictionMimpi sudah menjadi abu yang hilang terbawa angin. Mungkin, menyerah menjadi pilihan yang paling tepat. Tidak! Gading memilih bertahan dan melepas mimpi, membawa harapan baru untuk ia wujudkan. Baginya, hidup selalu punya kejutan, tidak selamanya me...