|26| Menyesal

1.5K 111 6
                                    

Suara dering telepon terus memekik tanpa tahu ada manusia yang terganggu. Bising, hingga semua orang terlihat terganggu dengan itu. Namun, sang pemilik ponsel hanya diam menatap nama yang terpampang di sana. Tidak ada niat untuk mengakhiri bising yang terjadi.

Gading tidak mau menjadi orang munafik, dengan memperbaiki hubungannya dengan Bagus. Ia berniat untuk menepati ucapan orangtua Bagus, dengan tidak menjalin pertemanan lagi.

"Kok nggak diangkat, Ding? Berisik banget tahu," ucap salah satu teman Gading yang ikut karantina.

"Nggak penting, gue matiin aja." Gading menekan tombol power ponselnya, hingga layar yang cerah menjadi hitam.

Masa karantina sudah hampir selesai, mungkin tersisa tiga hari lagi, berarti waktu lomba pun sudah sangat dekat. Gading pun sudah sangat siap untuk berkompetisi dengan orang asing, di Perancis. Satu kesempatan yang belum pernah ia bayangkan, kini akan menjadi nyata.

Sore yang cerah kali ini, tiga orang yang sedang menjalani masa karantina lomba, akan bersenang-senang di hotel. Hal ini dilakukan guna menangkal bosan yang tengah bersarang. Namun, Gading memilih bersantai di pinggir kolam renang. Menikmati indahnya senja bersama kopi yang baru ia buat.

Uap yang diciptakan oleh kopi, sungguh menggiurkan. Hingga Gading menyesap dengan perlahan dan tandas seketika.

Senja memang indah, tetapi bosan jika terus menatap tanpa beralih pandang sejenak. Gading memutuskan untuk memotret indah pemandangan yang ada di hadapannya.

Namun, ada hal lain yang membuatnya panik, membuatnya menyesal tidak mengangkat telepon dari Bagus. Ada sebuah pesan yang berhasil membuat harinya kelabu.

From: Bagus

Gading!!!
Lo marah sama gue??
Kenapa??
Apa orangtua gue ngomong sesuatu sama lo?
Kalau iya, gue minta maaf.
Maafin orangtua gue, omongannya jangan masukin hati. Kita temenan kayak dulu lagi.

Ding, gue ketabrak motor, lo nggak mau jenguk gue? Kepala gue dijahit lima, nih. Jadi lucu, lo nggak mau ngetawain gue?

Rentetan pesan dari Bagus langsung Gading baca. Kalimat terakhir, mampu membuatnya menyesal tidak mengangkat telepon Bagus. Pasalnya, pesan itu dikirim dengan jam yang persis dengan telepon masuk tadi.

Gading yang masih duduk di bangku pantai pinggir kolam renang, segera bangkit. Memesan ojek online, dan menuju rumah sakit. Bagus memang tidak memberitahukan rumah sakit mana tempatnya dirawat, tetapi Gading yakin jika rumah sakit terdekat merupakan tempat Bagus sementara.

🍃🍃🍃

Tanya ke resepsionis, dan menuju ke ruang rawat Bagus. Menurunkan gengsi demi melihat keadaan sahabat, menjilat ucapan sendiri demi perhatian kepada Bagus.

Gading mengetuk pintu sebelum beranjak masuk, dan melangkah ke dalam setelah dipersilakan. Canggung, sebab lama tidak berbincang, lama tidak bertatap muka, hingga diam mulai mendominasi. Masih belum ada kata yang terdengar, suara detik jam masih menjadi dominasi.

Namun, Gading tidak suka dengan keadaan seperti ini, dia memilih berucap lebih dulu. Sekali lagi, dengan menurunkan egonya yang masih berkata tidak untuk berucap. Toh, sebenarnya tidak ada yang salah pada keduanya. Hanya Gading saja yang terlalu memasukkan hati ucapan orangtua Bagus.

"Kok bisa kecelakaan, sih?" tanya Gading, membuat Bagus yang memejam, membuka  mata dengan sempurna.

"Nyariin lo," jawab Bagus singkat.

"Ngapain nyari gue? Gue nggak minta dicariin. Lagian, Gue nggak kemana-mana, cuma lagi karantina lomba sebentar aja."

"Gue nggak punya temen selain lo, lo inget? Gue cuma punya lo dalam hidup gue. Nggak ada orang lain yang peduli ke gue, selain lo, termasuk orangtua gue. Kehadiran lo itu penting dalam hidup gue, nggak usah sok matiin ponsel, nggak ngangkat telepon, nggak bales chat. Gue ngerasa hilang saat itu. Kalau misal gue mati karena kecelakaan tadi, kayaknya juga nggak ada yang peduli. Lo aja nggak mau ngangkat telepon gue."

Gading diam merenungi ucapan Bagus yang benar seratus persen. Dirinya salah karena terlalu memikirkan ucapan  orangtua Bagus yang tidak penting. Nyatanya, Bagus sendiri setelah dirinya pergi dalam kehidupannya. Gading salah karena tidak memikirkan baik-baik keputusannya sebelum pergi.

"Gue minta maaf." Gading menjawab dengan sesal yang begitu dalam. Terbukti dari getar suaranya yang sangat kentara.

"Jangan ulangin lagi, orangtua gue nggak pernah sayang sama gue. Jangan pergi dalam hidup gue selamanya, Ding."

Lagi-lagi Gading terdiam ketika mendengar ucapan Bagus. Pasalnya, ia tidak bisa menyetujuinya. Itu semua karena keadaan tubuhnya yang sudah tidak seperti dulu. Gading yang sekarang, seperti membawa bom yang bisa meledak kapan saja. Waktunya untuk bertahan di dunia semakin hari semakin berkurang.

"Semoga aja Tuhan ngasih waktu buat gue di dunia lebih banyak. Kalau misal gue pergi duluan, jangan ikutan nyusul. Nyari temen lain, banyak kok yang se-baik dan se-tampan gue."

"Kalau ngomong yang baik, ada malaikat lewat,  terus dikabulin beneran nanti. Gue nggak mau susah-susah nyari temen kalau ada lo."

"Kalau gue nggak ada, kan tetep nyari temen. Udah lah, tidur. Oh iya, tiga hari lagi gue mau ke Perancis buat lomba. Nggak usah ikut, lagian dahi kayak harry potter gitu, pasti perih kalau kena angin."

"Gue udah beli tiket ke Perancis, kemarin minta sama bokap, dikasih. Tapi, ngenes deh, ke luar negeri sendirian."

"Jual aja tiketnya, malah bisa dapet uang jajan banyak. Gue juga punya temen di sana," ujar Gading.

"Oke deh, bakal jual tiketnya aja. Biar bisa main ke club. Nyari pengalaman baru."

"Bodoh! Udah ah, gue balik ke hotel dulu, kalau kangen, lo boleh main. Lo udah boleh balik, kan?"

"Kalau udah habis satu infus."

"Ya udah, gue tunggu sampe habis sekalian, lagian latihan buat lomba, masih free."

Gading duduk di samping ranjang pesakitan Bagus sambil bermain ponsel. Mengecek semua pesan masuk yang tadi belum sempat dicek, karena Bagus kecelakaan. Kini, ia membali terkejut dengan pesan yang mengatakan penyesalan. Pesan yang sangat berharga, hingga Gading tersenyum dalam diam. Menatap layar ponsel tanpa beralih ke lainnya.

From: Mbak Mira

Maafin Mbak, Ding. Selama ini, Mbak terlalu kasar ke kamu, terlalu berlebihan dalam membentak. Sebenarnya, Mbak ngelakuin itu biar kamu kuat dengan segala tempaan yang berat, tapi Mbak salah. Mbak minta maaf. Kamu mau tinggal sama Mbak lagi, ya. Mbak janji nggak akan jadi perempuan murahan lagi, Mbak nggak mau direndahin kayak kemarin. Kamu benar, jadi perempuan murahan itu nggak enak, banyak masalah yang menimpa.

Kita buka lembaran baru, Ding. Kita jalani hidup bersama dengan bahagia yang baru.

Tersenyum, hati yang terluka pun, perlahan sembuh. Lara yang selama ini ia tahan, sirna dengan bahagia yang baru.

Apa ini akhir dari hidupku? Atau awal dari masalah yang baru? Gading membatin.

|Désespéré|

[TBC]

ODOC BATCH 2 DAY 26
15 Juni 2020

Désespéré ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang