Setiap tahun, usia manusia bukannya bertambah malah berkurang. Semakin sedikit kesempatan untuk berbuat baik di dunia, seiring dengan waktu yang terus berjalan. Tidak ada yang tahu kapan maut akan menjemput. Anak kecil yang baru lahir dengan sehat pun, bisa meninggal tanpa sebab. Semua itu, rahasia yang telah Tuhan susun dengan rapi.
Besok, merupakan hari ulang tahun Ani yang ketiga. Untuk itu, Gading berniat untuk membelikan Ani kado.
Gading memang masih marah dengan Mira. Ia juga berniat untuk melupakan kenangan di rumah itu. Namun, Gading yakin jika Ani belum rela kehilangan sosoknya. Ani masih menginginkan Gading ada di dalam hidupnya. Ani tidak berhak menjadi korban kemarahannya kepada Mira, Ani tidak tahu apa-apa tentang itu. Maka, Gading memutuskan untuk membuang rasa egoisnya demi Ani.
🍃🍃🍃
"Anterin beli kado buat Ani yok," ajak Gading pada Bagus yang sedang asyik menonton televisi.
Bagus menoleh, "Lah, katanya mau ngelupain kenangan buruk di rumah itu, ngapain masih peduli ke Ani?"
"Ani belum bisa ngelupain gue sepenuhnya, Gus, gue yakin. Dia masih anak kecil yang gak tahu apa-apa. Mungkin, ini terakhir kalinya gue dateng ke sana. Gue akan pamit dengan benar kepada Caca dan Ani, gak lagi bohongin mereka berdua."
"Tapi, jangan terpancing emosi seandainya Mbak Mira gak berperilaku baik dengan, lo. Kasihan Ani kalau acara ulang tahunnya dirusak dengan adu mulut antara lo dan Mbak Mira."
"Gue usahain, tapi gak janji. Kalau misal gue kepancing emosi, tolong tegur gue, atau seret gue buat pulang aja."
"Gue gak mau ikut lo ke rumah Mbak Mira, Ani bukan siapa-siapa gue, cuma sebatas tetangga aja. Gue juga nggak mau jadi nyamuk di acara anak kecil kayak gitu."
"Ya udah, doain gue aja biar gak kepancing emosi beneran."
"Oke, selalu gue doain kalau itu."
Kunci motor sudah dipasangkan, kemudian distarter dan melaju di jalan raya. Bagus duduk sebagai pengemudi, sedangkan Gading duduk sebagai penumpang.
Sore menjelang malam, ditemani sayup-sayup obrolan orang asing. Gading pergi ke pasar loak untuk membelikan Ani hadiah. Sebenarnya, tadi, Bagus sudah menawari Gading untuk membelikan hadiah di toko mainan saja. Akan tetapi, Gading menolak dengan alasan 'tidak punya uang yang cukup.
Jalan setapak dengan alas tanah yang masih basah, menjadi tapak kaki Gading menuju toko-toko kecil, mungkin luasnya kurang lebih enam meter persegi. Mencari toko mainan anak dan mencari kado sebuah boneka yang masih bagus.
Dua toko sudah dikunjungi, tetapi belum ada barang yang cocok. Hingga Gading dan Bagus harus mencari toko lain. Di toko ketiga, akhirnya ada sebuah boneka mungil, dan masih terlihat baru. Membuat Gading menawar dan memutuskan untuk membeli.
🍃🍃🍃
Bungkusan kertas kado sudah ada di tangan Gading. Ia dengan kaos berwarna kuning cerah melangkah yakin ke rumah Mira. Meyakinkan dirinya jika Mira tidak akan marah dengannya.
Tenang, Ding. Mbak Mira nggak bakal nganggap lo ada di acara itu. Kalaupun Mbak Mira lihat, tinggal melengos aja, batin Gading menasihati dirinya.
Rumah minimalis yang biasanya tertutup rapat, kini terbuka lebar. Bersama dengan suara lantang nyanyian ulang tahun dari dalam. Suara tepuk tangan pun ikut menemani ramai di sana.
Gading mengintip sejenak, melihat keadaan dalam sebelum melangkah masuk. Hingga, suara Caca menginterupsinya, membuat Gading menoleh dan memeluk singkat.
"Kak Gading ke mana aja? Aku kangen. Katanya cuma main sebentar, tapi malah gak pernah pulang. Kak Gading bohong, Kak Gading jahat," ujar Caca sembari memeluk erat tubuh kurus Gading, disertai dengan derai air mata di pipinya.
"Maafin Kak Gading, nih sekarang Kak Gading kesini lagi. Udah nggak kangen, kan?" Gading melepas pelukannya, dan menatap secara intens mata Ani.
"Masih kangen, nanti malam tidur bareng kayak dulu, mau gak, Kak?"
"Hmm? Mau nggak ya? Masuk dulu, yuk. Ani kan lagi ulang tahun, masak kamu malah disini?"
Caca terkekeh dan menggenggam telapak tangan Gading erat. Seolah tidak mau berpisah sampai kapanpun. Hingga mereka sampai di depan Ani dengan kue ulang tahun lucu di sampingnya. Dia sedang bersenda gurau dengan Mira dan seorang laki-laki tua di sebelahnya.
"Ca, yang di sebelah Ani siapa?" tanya Gading dengan rasa penasarannya.
"Kata Mama, dia temennya."
Gading diam dan mengepalkan tangannya erat. Hatinya bergemuruh, Mira sudah di luar batas. Di acara ulang tahun anaknya pun, dia berani membawa laki-laki sumber keuangannya. Namun, Gading berusaha menetralkan marahnya dengan menarik napas panjang.
🍃🍃🍃
Acara tiup lilin, potong kue, sudah selesai. Kini tersisa acara pertunjukan badut yang tidak disukai Gading. Ia memilih bermain ponsel di ujung ruangan, menyumpal kedua telinganya dengan earphone. Seperti biasa, Gading menonton video barista untuk menjadi ahli di bidang itu.
Namun, tenang yang ia ciptakan, menjadi keruh dengan ucap Mira yang diiringi sentuhan kasar.
"Ngapain kamu datang kesini? Pergi dari rumah gak pamit, sekarang datang tanpa diundang. Mau kamu apa, hah?" marah Mira dengan nada yang tidak begitu keras. Namun, masih bisa didengar secara jelas, sebab tegas yang ia ciptakan.
Gading mengelus dadanya untuk menyabarkan diri. Berusaha untuk tidak ikut terbawa emosi seperti ucapnya kepada Bagus kemarin sore.
"Aku datang cuma mau ngasih kado buat Ani, sekalian pamit ke Mbak dan anak-anak Mbak. Aku mau izin buat nggak tinggal disini lagi," ucap Gading lembut seraya melepas earphone dari telinganya.
"Oh, kamu nggak perlu izin segala. Kamu juga gak perlu repot-repot ngasih kado sampah buat anak saya. Mending sekarang kamu pergi aja dari rumah ini. Di rumah ini, gak nerima gelandangan kayak kamu."
Gading mendesah, menyabarkan dirinya untuk kesekian kali. Mengusap dadanya yang mulai terasa nyeri tanpa sebab. "Oke aku pulang, tapi aku minta tolong sama Mbak, jangan tunjukin laki-laki yang Mbak miliki ke Caca dan Ani."
"Bukan urusan kamu! Mending kamu segera angkat kaki dari sini. Jangan pernah tampilkan wajah kamu juga di hadapan saya, lagi."
"Oke, aku pergi. Sampaikan pamit ku kepada Caca dan Ani," ucap Gading seraya membalik badan dan keluar dari rumah Mira.
Namun, Mira selalu punya kejutan yang tidak pernah diketahui. Ia malah menjambak singkat rambut Gading. "Hadiah buat kamu karena kabur dan datang tanpa permisi," ucap Mira singkat.
Sekali lagi, Gading mengusap dadanya untuk terus bersabar. Ia tidak mau mengacaukan suasana bahagia di sini. Ini bukan saatnya Gading untuk berontak, ia harus menahan marah demi mempertahankan bahagia yang ada. Hingga ia benar-benar melangkah pergi tanpa membalas perbuatan Mira. Tanpa menatap Mira sekali lagi.
|Désespéré|
[TBC]
ODOC BATCH 2 DAY 17
5 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Désespéré ✓
General FictionMimpi sudah menjadi abu yang hilang terbawa angin. Mungkin, menyerah menjadi pilihan yang paling tepat. Tidak! Gading memilih bertahan dan melepas mimpi, membawa harapan baru untuk ia wujudkan. Baginya, hidup selalu punya kejutan, tidak selamanya me...