Perkataan Pak Indra beberapa hari lalu, memenuhi pikiran Gading. Ia tahu bahwa ucapan Pak Indra tidak pernah main-main, dan Gading sudah melanggar ucapan itu. Ia tidak ingin dikeluarkan dari sekolah, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengelak.
Saat ini, Gading sudah rapi dengan seragamnya. Padahal waktu masih sangat pagi. Gading melakukan itu karena malas meminta izin Mira yang terlalu sulit untuk didapat.
Walaupun Gading tahu jika dirinya akan dikeluarkan dari sekolah, tetapi ia ingin memohon untuk tetap bertahan. Mungkin, masih ada kesempatan untuknya bersekolah. Toh, semesta punya rahasia yang sulit ditebak.
Seperti biasa, Gading berangkat sekolah bersama Bagus. Selain menghemat uang, ia juga ingin memperoleh keuntungan cuma-cuma.
"Bagus!" teriak Gading memanggil Bagus. Tidak lama kemudian, Bagus keluar dari rumahnya.
"Gue mandi dulu."
Gading masuk ke rumah Bagus setelah dipersilakan. Lagi-lagi pandangannya fokus pada foto keluarga Bagus. Terlihat bahagia, tetapi hanya pura-pura. Gading tahu bahwa keluarga Bagus, bahagianya tidak persis foto itu, keluarga Bagus hanya peduli akan harta. Mereka jarang memberi kasih sayang tulus pada anaknya.
🍃🍃🍃
Bangunan sekolah yang terlihat mewah sudah di depan mata. Langkah yang biasanya yakin menuju kelas, kini tidak lagi demikian. Gading ragu walau hanya melangkah satu inci.
"Ayok ke kelas," ucap Bagus mengajak Gading yang masih diam di tempat.
"Gue takut kalau beneran dikeluarin dari sekolah. Gue takut gak bisa buat ibu bahagia di surga. Gue takut dipanggil Pak Indra," Gading menunduk, tidak ingin mengangkat kepalanya. Jantungnya berdetak tidak beraturan, kedua telapak tangannya menggenggam erat guna mencari keberanian.
"Laki-laki itu harus berani menghadapi hal terburuk dalam hidupnya. Jangan cemen, percaya sama rencana Tuhan. Lo kan manusia sekuat baja, masak menghadapi Pak Indra aja gak berani?"
Gading menatap Bagus yang sedang tersenyum. Kemudian, ia ikut menyunggingkan senyumnya, dan menggenggam telapak tangan Bagus erat. Menyalurkan takutnya yang masih bersarang dalam tubuh. Seolah rasa takut tidak ingin pergi dari sana.
"Ding dipanggil Pak Indra."
Deg
Takut yang selama ini berusaha Gading hilangkan, malah semakin menjadi-jadi. Ini terjadi akibat suara seorang teman sekelasnya. Ini semua karena kesalahannya sering membolos.
Gading melangkah dengan gemetar, mengabaikan seruan beberapa penggemarnya. Ia memang jarang masuk sekolah, bahkan dalam sebulan, Gading membolos lima belas hari. Hal itu karena Mira yang mengekang kebebasan Gading. Namun, wajah memesona Gading tidak bisa hilang dari ingatan penggemarnya.
Jujur saja, Gading ingin bersyukur dengan keadaan sekarang. Namun, tidak bisa begitu saja ia lakukan.
Gading memang memiliki banyak masalah, mungkin semua orang juga memilikinya. Namun, Gading merasa sangat tertekan dengan masalahnya. Beruntung ada Bagus yang menjadi semangatnya bertahan. Walaupun hanya sebatas teman, Gading menganggap Bagus hal penting yang harus ia jaga.
Pintu kokoh ruang Pak Indra sudah di depan mata, membuat Gading ragu untuk sekadar mengetuk. Bahkan, matanya sudah menerawang kejadian yang akan terjadi jika ia masuk. Kejadian buruk yang harus segera dihapus.
Namun, kata-kata Bagus langsung terngiang di otaknya. Membuat Gading memberanikan diri untuk singgah ke ruangan seram itu.
'Laki-laki harus berani menghadapi hal buruk dalam hidupnya.'
Tatap mata lembut Pak Indra diartikan Gading sebagai tatapan mematikan. Tatapan yang penuh makna tersembunyi. Hingga Gading memilih mengalihkan pandangan matanya ke sembarang arah.
"Kamu tahu alasan saya mengundang kamu?" tanya Pak Indra tanpa basa-basi yang dibalas Gading dengan anggukan tidak pasti.
"Apa gak ada kesempatan lagi buat saya, Pak. Saya masih ingin sekolah disini, Pak."
"Saya sudah berkali-kali memberi kesempatan kamu untuk bertahan, tapi kesempatan itu kamu sia-siakan. Sekarang, saya sudah bosan memberi kamu kesempatan. Masih ada orang yang lebih serius dalam mencari ilmu daripada kamu."
"Tapi, saya gak masuk sekolah karena hal penting, Pak. Tolong beri saya kesempatan. Saya janji akan menjadi siswa yang lebih baik, saya janji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan lagi."
"Alasan penting apa? Apa sekolah bukan menjadi prioritas dalam hidupmu? Udah berapa kali kamu bilang janji? Kali ini, kesempatan kamu udah habis. Bapak harap, kamu bisa sukses di kemudian hari."
"Ini beneran, Pak?"
"Iya, silakan keluar dari ruangan saya. Oh iya, surat drop out kamu sudah Bapak siapkan, nih," kata Pak Indra sembari menyerahkan amplop dari laci.
Gading ingin menerima dengan lapang dada, tetapi hatinya masih kecewa. Tangannya gemetaran mengambil amplop itu, seraya berkata, "Pak, izinkan saya mengikuti pelajaran hari ini. Gak pa-pa ini yang terakhir, saya mau ngasih kesan baik sebelum meninggalkan sekolah ini."
"Semangatmu besar, Ding. Tapi, sayang sekali kamu harus berakhir sekolah dengan paksa. Sebenarnya, Bapak juga berat untuk melepas kamu. Tapi, Bapak hanya menjalankan perintah sekolah. Bapak yakin, kamu akan punya masa depan yang baik."
Gading melangkah keluar ruangan Pak Indra. Ia memang tersenyum, tetapi hatinya masih kecewa dengan dikeluarkannya ia dari sekolah. Bukan kecewa dengan keadaan, Gading kecewa akan dirinya sendiri. Ia jarang bisa mendapat izin untuk pergi sekolah dari Mira. Ia kecewa tidak bisa mendebat Mira hingga berhasil. Hingga ia berakhir dikeluarkan dari sekolah.
🍃🍃🍃
Kelas yang ramai, hanya menjadi pemandangan menyesakkan untuk Gading. Ia mengintip sejenak, hingga ada teman yang menegurnya.
"Ngapain diem doang, masuk kenapa?" Gading mengangguk tanpa menjawab.
Ia duduk di samping Bagus dan langsung menelungkupkan kepalanya. Ia diam hingga mendengar Bagus bersuara, membuat ia membuka mulut untuk menjawab.
"Pak Indra ngapain?"
"Seperti yang lo tahu, gue dikeluarin dari sekolah. Ini kali terakhir gue duduk di bangku sekolah."
"Ohhh," ujar Bagus. "Ada beberapa orang yang gak lulus sekolah, gak punya ijazah sama sekali. Tapi, mereka lebih sukses daripada yang memegang ijazah. Ilmu gak selamanya buat orang berhasil, tapi pengalaman seringkali membuat orang berhasil," ucap Bagus. Lagi-lagi Bagus mengeluarkan ucapan bijaknya. Ia memang bukan orang pintar dalam pelajaran, tetapi ia pintar dalam berkata. Bagus pintar dalam memberi semangat hingga orang lain ikut terbawa semangatnya.
Percaya akan adanya kebahagiaan itu penting, selain membuat diri semakin semangat, juga menjadikan diri semakin bersyukur. Bersyukur akan keadaan yang diberikan.
Gading dikeluarkan dari sekolah merupakan salah satu dari rencana-Nya. Hingga Gading hanya bisa lapang dada dalam menerima. Ia hanya bisa terus berdoa untuk bahagia di masa depan. Ia harus selalu meyakinkan dirinya, bahwa ia akan bahagia. Ia harus berusaha untuk mendapat kebahagiaan yang nyata. Tanpa ada keinginan untuk menyerah sampai kapanpun. Gading akan berusaha hingga doanya terjawab.
|Désespéré|
ODOC BATCH 2 DAY 10
29 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Désespéré ✓
General FictionMimpi sudah menjadi abu yang hilang terbawa angin. Mungkin, menyerah menjadi pilihan yang paling tepat. Tidak! Gading memilih bertahan dan melepas mimpi, membawa harapan baru untuk ia wujudkan. Baginya, hidup selalu punya kejutan, tidak selamanya me...