Bahagia, nyata terlihat dalam rumah Mira. Suasana yang biasanya dingin, beku, tak bisa hangat, kini menjadi sangat nyaman. Bersama dengan tawa yang keluar dari para penghuninya.
Tangis yang biasanya Caca dan Ani lontarkan pun, berubah menjadi tawa yang menyenangkan hati. Hal ini terjadi, sebab tokoh utama yang telah kembali pada tempatnya. Sosok Gading, menjadi pelebur suasana yang beku.
Gading rela menjilat ucapannya untuk tidak kembali ke rumah Mira. Gading rela masuk kembali ke rumah yang dulunya menyeramkan, dengan alasan ingin mencari bahagia yang sebenarnya. Bagi Gading, keluarga adalah sumber dari kebahagiannya. Walaupun pernah mendapat luka, atau bahkan sering disakiti, Gading tidak peduli. Namun, setelah kata maaf terucap dari pelaku yang salah. Toh, sesama manusia harus saling memberi maaf.
Rumah yang baru saja dirapikan oleh pekerja rumah tangga Mira, kini sudah berantakan kembali. Semua ini karena permainan yang diciptakan Caca dan Ani. Kejar-kejaran seperti kartun di televisi. Gading dan Mira hanya menonton kejadian itu, bersama senyum indah yang bertengger.
"Mbak, makasih udah nurutin aku buat nggak main laki-laki lagi. Aku seneng deh bisa sama-sama Mbak, Caca sama Ani lagi," ucap Gading sambil menaruh kepalanya di pundak Mira.
"Makasih juga, kamu udah mau maafin Mbak. Oh iya, Ding. Besok kita ke rumah sakit, ya."
"Loh, ngapain ke rumah sakit? Mbak sakit? Caca dan Ani sakit?" tanya Gading tanpa mengubah posisinya.
Mira membuang napas kasar, "Kamu yang sakit, Mbak tahu semuanya. Gak usah pura-pura baik di depan Mbak. Mulai sekarang, cerita semua masalah yang kamu miliki, Mbak akan bantu menyelesaikan masalah mu."
"Kok Mbak bisa tahu?"
"Mbak yang bayar tes jantung kamu, pas hasil keluar, Mbak ke rumah sakit buat ketemu dokter. Hasilnya gak baik, aritmia 'kan? Besok kamu harus berobat ke rumah sakit, Mbak anter. Nggak usah mikir biaya juga, Mbak akan nanggung semuanya. Kamu cukup mikir kalau kamu bisa sembuh."
Gading mengangkat kepalanya, menyesap teh yang masih mengepul dan menatap intens Mira. "Sayang uangnya, Mbak. Mending ditabung aja buat sekolah Caca dan Ani, lagian aku nggak pa-pa, kok. Paling istirahat sebentar juga langsung sembuh." Gading menjawab dengan nada santai, berbeda dengan jantungnya yang berdebar tak karuan. Ia takut menghilang dengan cepat, ia takut menorehkan luka kehilangan kepada Mira dan orang-orang yang menyayanginya.
"Penyakitmu bukan cuma flu atau demam biasa, yang bisa sembuh dengan sekali tidur. Penyakitmu itu perlu perawatan yang benar. Pokoknya, besok kamu harus mau ke rumah sakit, nggak ada penolakan."
"Semoga besok masih ada waktu buat aku menghirup udara, Mbak. Nggak yakin soalnya," ucap Gading diakhiri kekehan singkat, yang mampu membuat Mira membulatkan mata.
"Kalau ngomong yang baik, Ding. Mbak yakin kalau besok, kamu masih punya kesempatan itu. Jadi tolong, besok kamu mau ke rumah sakit. Mbak nggak sanggup kehilangan kamu."
Gading mendengkus, "Besok setelah bangun tidur, aku juga yakin kalau udah sembuh. Nggak usah buang-buang uang dengan hasil nggak jelas, Mbak."
Meletakkan kembali kepalanya di pundak Mira, Gading memejam menikmati nyaman yang enggan beranjak. Menikmati bau teh yang enak dihirup. Gading mengucap syukur berkali-kali, sebab bisa menikmati kehidupan yang bahagia.
🍃🍃🍃
Malam sudah mulai datang, membawa gelap juga hawa dingin. Kali ini, Gading berniat tidur bersama Mira, Caca dan Ani. Bukan apa-apa, Gading hanya ingin mendapat hangat ketika terpejam. Hingga tidak ada mimpi buruk yang hadir.
"Kak Gading mau tidur sama kita?" tanya Caca antusias.
Gading tersenyum seraya duduk di samping Caca, "Iya, boleh nggak?"
"Boleh dong, kita malah seneng. Lagian, udah lama nggak tidur bareng Kak Gading. Kak Gading pergi terus, rumah jadi sepi, nggak ada yang ngajak main kita juga," Caca berucap dengan nada khas anak kecil, cadel yang menggemaskan.
Gading berdeham menanggapi, kemudian menidurkan tubuhnya di pinggir bagian kasur berukuran jumbo. Caca dan Ani ada di tengah, sedangkan Mira di ujung satunya.
Dingin AC mulai merambat ke kulit, semua pasang mata sudah terpejam rapat. Tidak ada suara lain selain denting jam, juga mesin AC.
🍃🍃🍃
Silau mentari sudah menelisik masuk ke celah gorden. Mengusik penghuni rumah, dan membuat mata membola seketika.
"Ding, kamu udah salat subuh?" Mira mengguncang lengan Gading pelan. Namun, tidak ada pergerakan yang kentara.
Tubuh Gading masih diam di samping Caca, menghadap ke arah kanan, dengan mata yang masih memejam sempurna. Mira kembali mengguncang tubuh Gading lebih keras, tetapi tetap tidak ada sahutan yang ia terima.
Gading masih bungkam, dengan bibir yang telah membiru. Hening mulai merambat, bersama dengan panik yang Mira rasakan.
Mira hanya diam menatap adik tirinya, membisu seribu kata, hingga genangan air mata mulai membasahi pipi. Ia menangis tanpa suara, merengkuh tubuh kurus Gading dengan erat.
Tak lama kemudian, Caca dan Ani terbangun dari alam mimpi, menyambut Mira dengan senyum sumringah. Namun, Caca dan Ani membisu setelahnya.
"Mama kenapa nangis?" tanya Ani singkat dengan wajah polos yang tidak dibuat-buat.
Mira mengangkat kepala, menatap kedua anaknya tanpa kata. Lidahnya kelu, tak mampu mengungkap sepatah kata. Air mata masih terus bercucuran di pipinya. Membuat Caca heran seketika. Hingga, ia menoleh pada penyebab Mira bersedih.
"Ma, Kak Gading kenapa? Tumben masih tidur? Mama nangis gara-gara Kak Gading masih tidur? Aku bangunin dulu, ya. Mama jangan nangis."
Mira hanya mengangguk menanggapi, membiarkan Caca mengelus lembut tubuh Gading. Namun, tetap tidak ada tanggapan yang kentara. Gading tetap diam dalam tidurnya yang lelap.
"Ma, tubuh Kak Gading kok dingin? Kak Gading habis mandi? Terus kedinginan? Aku ambilin selimut dulu, ya." Caca bangkit, mengambil selimut di lemari.
Namun, belum sampai di lemari, Mira sudah merangkul erat tubuh Caca. Membisikkan kata yang mampu membuat tubuh Caca membeku seketika.
"Kak Gading udah pergi lagi, dia udah bareng sama Ibu," ucap Mira dengan sesak di dadanya.
"Tapi, Kak Gading masih tidur, belum bangun. Nggak kemana-mana."
Mira kembali diam, hanya merangkul erat tubuh dua anaknya. Ia harus ikhlas melepas Gading ke hadapan Sang Pencipta, merelakan waktu bersama yang baru saja ia wujudkan.
"Ini yang kamu maksud sembuh, Ding? Maafin Mbak yang selama ini sering bentak kamu, sering nyakitin kamu. Mbak menyesal, Ding. Tapi, Mbak akan berusaha ikhlas kamu pergi, ini udah rencana Tuhan yang harus diterima dengan lapang dada." Mira berucap lirih sembari menghapus air matanya, mencium kening Gading berkali-kali. Hingga wajah tampan dan tirus itu tertutup kain selimut seadanya. Kini, Gading telah kembali ke Sang Pencipta.
|Désespéré|
[TBC]
ODOC BATCH 2 DAY 29
18 JUNI 2020✌️✌️✌️✌️✌️
KAMU SEDANG MEMBACA
Désespéré ✓
General FictionMimpi sudah menjadi abu yang hilang terbawa angin. Mungkin, menyerah menjadi pilihan yang paling tepat. Tidak! Gading memilih bertahan dan melepas mimpi, membawa harapan baru untuk ia wujudkan. Baginya, hidup selalu punya kejutan, tidak selamanya me...