Don't call me Author, call me Cece or Padila!🌻
Oh ya sebenernya Padila ini masih ulangan (PAS) tapi Padila sempetin nulis part ini dan up demi kalian! So jangan lupa VOTE and COMMENT sebanyak-banyaknya ya!
Salam dari Akita dan Karen yang otw punya anak lagi, eh, canda tapi ngga tau juga.
-----------------------------------------------------------
Kamu terlalu menghargai perasaan orang lain, hingga kamu lupa bagaimana caranya menghargai perasaanmu sendiri.
-----------------------------------------------------------Happy Reading💛
"Banyak bacot lo bapak tua."
Bugh
Salah satu om preman itu tersungkur jatuh keaspal. Dan kedua teman om itu langsung memandang si cowok dengan tatapan tajamnya.
"Berani sekali lo sama kita! Lo nggak tau siapa kit—"
"Banci kampungan," ujar si cowok membuat kedua om itu menampikan wajah kesalnya. Tanpa babibu, kedua om itu langsung maju dan memberikan perlawanan kepada si penyelamat Lexa.
Namun si cowok langsung menghindar dan memberikan perlawanan yang lebih kepada dua om tersebut. Si cowok memegang kedua kepala om lalu tersenyum, "Maaf ya om banci."
Dugh
Kedua kepala om itu saling di jedotkan satu sama lain, persis kayak banteng yang sengaja njedotin kepalanya. Bedanya ini dijedotin sama si cowok penyelamat itu. Alhasil kedua om itu sama-sama pusing lalu tersungkur kebawah.
Tanpa diduga ketiga om itu langsung bangkit dan berlari pergi dari sana dengan perasaan kalang kabut. Ternyata si cowok yang mereka anggap bocil lebih pintar dan cerdas dalam hal seperti ini.
Lexapun sempat bingung, kenapa ketiga om itu malah pergi? Bukankah seharusnya mereka menang? Kan mereka bertiga, sedangkan penyelamatnya hanya satu orang. Aneh.
"Lo nggak papa kan?" tanya si penyelamat itu.
Lexa pun meliriknya, ia lupa, ia kan tidak boleh dekat-dekat dengan cowok ini. Tapi rasanya tidak adil, jika setelah menyelamatkannya, cowok ini malah mendapatkan kejudesan dari seorang Lexa. Lexa jadi terkesan jahat, tapi ia juga bingung.
"Oh, enggak papa kok, m—makasih," ujar Lexa gugup lalu segera menunggangi motornya itu, sang cowok hanya memandangnya. Namun saat Lexa meletakan kedua tangannya kesetir motor, tangan kanan cowok itu malah menyekal tangan kiri Lexa.
"Lo masih takut sama gue?" tanya cowok itu.
Lexa menggerutu dalam hati, kenapa harus dia yang nolong sih. Kan Lexa jadi nggak enakan begini.
"Hah? Takut? Y—ya enggak lah, cuman jaga jarak aja. Gue sama lo kan nggak akrab," ujar Lexa dengan nada sedikit gagap. Gadis itu menarik tangannya. Seketika tangan cowok itupun juga ditarik mundur.
"Panggil gue Jagat, gue kan udah pernah ngenalin diri," ujar cowok itu. Yaps, cowok itu adalah Jagat. Mantan sahabat dari Galexter.
"O—oke Jagat, m—makasih udah mau nolongin gue." Untuk pertama kalinya Lexa mau memanggil cowok itu dengan nama aslinya. Tapi sebenernya Lexa juga gugup.
Jagat mengangguk sebagai jawaban, "Perlu gue anterin?" tanya Jagat.
Lexa mendelik, lalu menggeleng seakan-akan mengatakan 'jangan'.

KAMU SEDANG MEMBACA
GALEXTER
Novela JuvenilGalexter Karenio Pratama. Seorang siswa SMA Bintang, ia memiliki kepribadian yang tertutup dan tak tertebak. Hidupnya memang sangat sempurna, semua yang ia mau pasti terkabul. Hingga suatu ketika datang seorang gadis yang terus menganggu aktifitas...