39. Selamat tinggal

1.1K 26 3
                                    

Disini Hamam berada, dirinya dipasangi beberapa alat ditubuhnya. Dokter dan suster pun panik menyalakan alat alat monitor untuk memantau jantung Hamam. Dokter pun menyalakan defribrilator dan memasangkannya pada Hamam

Monitor jantung pun berhenti berdetak dan berbunyi panjang menandakan bahwa jantungnya sudah tidak berfungsi. Itu berarti Hamam..

"Maaf kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi takdir berkata lain"
Dokter dan suster itu membungkukan badan pada mereka lalu pergi menyiapkan jenazah untuk dimakamkan

•••

"Loh?"
Marcelio membawa 2 gelas kopi ditangannya menuju taman rumah sakit tadi. Ia melihat sekitar tapi tidak ada orang yang ia cari, padahal beberapa saat lalu ia masih disini

"Sus! Tadi liat cowo disini ga?"

"Tadi pingsan mas, dibawa keruangan sama dokter"

Marcel panik. Apakah ini saatnya? Tapi Milena pun belum sadar! Bagaimana dia tau bahwa suaminya sudah pergi dulu meninggalkan dirinya? Marcel pun berlari menyusuri lorong lorong mencari keberadaan Hamam, di pojok lorong sana sudah berkerumun ayah, ibu, Jibran yang menggunakan kursi roda, Lutfi, Dika, Reza, dan teman Hamam lainnya. Mereka menangis menutupi kesedihan dengan tangannya

Lutut Marcelio pun terjatuh ketika melihat Hamam sudah ditutup kain putih juga wajah yang pucat pasi dan jantung yang berhenti berdetak. Marcelio memandang jenazah itu tidak percaya, pasalnya beberapa saat lalu ia masih berbincang bersama Hamam!

"Hamam.."

"Ikhlas ya cel, Hamam udah tenang"
Ibunya berusaha menenangkan Marcel

"Tapi bu dia belum minta maaf sama Milena!"

"Ibu yakin Lena udah maafin Hamam"
Ibunya membantu Marcel berdiri

"Bang..Hamam udah gaada"
Jibran menghampiri Marcel dengan kursi rodanya

•••

Hamam dimakamkan oleh kerabat Marcel disebuah pemakaman yang layak. Tidak ada saudara kandung Hamam disana, hanya beberapa teman yang Hamam kenal. Mereka menaburi bunga pada batu nisan bertuliskan nama Hamam itu. Caroline tak kuasa menahan tangis ketika terus menatap batu nisan Hamam, pasalnya selama bekerja menjadi anggota organisasi Hamam tidak pernah mengeluh dan tentunya sangat pandai dalam menyikapi sesuatu. Banyak guru guru dan teman teman mereka yang menangis melihat Hamam sudah tenang sekarang, Hamam dimakamkan disamping makam ibunya. Ini ide dari ibu Milena yang tau siapa dan dimana ibu kandungnya Hamam

Jibran, si ketua osis pun ikut menaburkan bunga sembari mengingat kenangan kenangan bersama Hamam dulu. Kenangan sewaktu mereka pertama ikut organisasi dan memperebutkan posisi sebagai ketua osis. Jibran ingat itu semua, Hamam memang orang baik dan ramah dari dulu hanya saja ia berubah drastis semenjak ayahnya pergi memilih wanita lain

Reza, Iqbal, Alfeno juga geng Hamam pun ikut menangis menyiram batu nisan Hamam dengan air doa tentunya. Mereka dikawal bersama beberapa polisi karna masalah yang mereka buat hingga ditahan selama 2 tahun lamanya terkecuali Reza

Reza terus mengelus batu nisan itu. Ia benar benar kehilangan sosok Hamam dihidupnya, ia tau Hamam salah selama ini. Tapi Reza pun tidak ingin Milena menjadi korban Hamam

"Lo udah tenang mam.."
Marcelio mengusap batu nisan itu
.
.
.
Jibran terus mengenggam kuat lengan Milena. Sesekali menciumnya lembut, sudah 3 hari semenjak kepergian Hamam Milena belum sadarkan diri juga. Kata dokter Milena sudah mulai membaik kondisinya racunnya pun sudah mulai hilang tapi Milena belum bisa pulih sepenuhnya. Jibran pun sudah mulai pulih semenjak kejadian beberapa hari lalu, ia hanya harus rutin memakan obat antibiotik untuk mengurangi luka lebam di tengkuknya. Selama 3 hari itu sekolah pun libur karna akan diadakan ujian sekolah beberapa hari lalu yang sempat di undur, Jibran sering mengunjungi Milena rutin membawa sebuket bunga berwarna warni berharap Milena segera sadarkan diri

Who?✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang