Masih sangat pagi ketika Santi mendengar seseorang sedang menggunakan peralatan dapurnya. Tercium harum masakan yang membuat cacing-cacing di perut wanita tengah baya itu meronta minta jatah isi lebih awal.
"Siapa sih, pagi-pagi gini udah masak makanan? Mana wanginya bikin laper lagi!"
Santi beranjak menuju dapur dan mendapati Gendhis sedang asik menumis bumbu-bumbu masakan. Santi beranjak mendekat dan mengamati kegiatan anak semata wayangnya itu.
"Rajin bener, pagi-pagi udah masak begini?"cibir Santi.
"Eh, mama!" Gendhis meringis tanpa mengalihkan fokus dari penggorengan di hadapannya.
"Masakin buat siapa sih? Tumben!" tanya Santi penasaran.
"Buat pak Arnesh, ma!" jawab Gendhis jujur.
"Boss kamu?"
Gendhis mengangguk.
"Emang tugas sekertaris itu, juga termasuk masakin makanan buat bossnya ya?"
"Enggak, ma. Gendhis cuma kasian aja sama pak Arnesh, nggak ada yang perhatian gitu. Tiap hari dia beli makanan mahal-mahal terus. Kan sayang uangnya kan ma?!" celoteh Gendhis sembari memasukan bahan-bahan makanan ke penggorengan.
Santi terkekeh "Gendhis-Gendhis! Kan boss kamu orang kaya, ngapain juga mesti hemat uang?!"
"Lah, si mama gimana sih?! Biarpun orang kaya, kan nggak boleh menghambur-hamburkan duit!" sanggah Gendhis.
"Uangnya boss kamu juga nggak bakal habis tujuh turunan kali!"
"Itu kalo usaha dia lancar terus. Kalo amit-amitnya tuh perusahaan bangkrut, gimana coba, ma?"
"Yaudah deh, terserah kamu aja! Pokomya kamu paling bener, deh! " serah Santi.
Gendhis meringis "Bisa aja mama, nih!"
Santi tersenyum sembali menggeleng-gelengkan kepalanya. Berdebat dengan Gendhis tidak akan ada habisnya. Anak itu selalu saja punya jalan untuk mendebat opini orang yang tidak sependapat dengannya.
"Oh iya, Ndhis! Semalem Doni ke sini, nyariin kamu!"
Kening Gendhis mengernyit "Ngapain nyariin Gendhis? Kan dia tau kalo Gendhis lagi banyak kerjaan di kantor dan sering lembur."
"Katanya sih mau ngajak keluar malem ini. Katanya kamu susah banget di hubungin. Di telpon nggak pernah di angkat, di whatsapp nggak pernah di baca!" ujar Santi.
"Mana berani Gendhis mainan hape pas jam kerja. Yang ada Gendhis kena omel sama bossnya Gendhis! Apalagi kalo lagi padet meeting sama klien, tau Gendhis pegang hape aja lirikannya udah maut banget!" jelas Gendhis.
"Saran mama sih, nanti kamu hubungi Doni deh. Kasian, dia khawatir sama kamu!" pinta Santi.
"Iya, ma! Abis ini Gendhis telepon Doni!" turut Gendhis.
"Yaudah, kamu terusin masaknya. Mama mau ke depan dulu. Kali aja bapak sayurnya udah mangkal!" pamit Santi.
"Okidoki, mama!" seru Gendhis.
Santi melebarkan senyumnya kemudian berlalu dari dapur, meninggalkan Gendhis yang masih berkutat dengan penggorengan dan bahan-bahan makanannya.
***
Arnesh baru sampai di kantor pukul 8 pagi. Tempat pertama yang dituju Arnesh adalah meja sekretarisnya. Gadis itu sudah di sana, menyiapkan file-file untuk dibawa mereka meeting nanti. Arnesh berhenti di depan meja Gendhis.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Boss [ COMPLETED ]
RomanceBagaimana jika seorang pimpinan perusahaan travel ternama jatuh hati kepada seorang sekretaris magang yang usianya jauh di bawahnya? Kendala restu keluarga, status sosial, hingga perbedaan usia akankah membuat mereka menyerah untuk memperjuangkan k...