Bagian 29

4.2K 296 10
                                    

Entah sudah keberapa kalinya Arnesh menghela nafas. Tatapannya tak lepas dari dua orang yang kini sedang bertautan tangan di dalam ruang rawat bernuansa serba putih itu. Entah mengapa Arnesh tidak suka dengan pemandangan di dalam sana, tapi tidak juga ingin beralih. Dia tidak mau di antara mereka terjadi hal yang lebih dari itu. Pegangan tangan saja Arnesh tidak ikhlas, apalagi sampai lebih?!

Dari ambang pintu, Arnesh masih bisa mendengar percakapan dua orang yang sedang duduk berhadapan meski sayup-sayup. Dia tidak mau melewatkan sedikitpun apa yang akan keduanya ungkapkan di tengah perbincangan serius mereka. Meskipun harus menyiapkan hatinya untuk bisa menerima kenyataan apa saja yang mungkin akan terjadi sebentar lagi.

"Ndhis, soal tadi...."

"Nggak usah dibahas dulu!" potong Gendhis "Kak Tora baru sadar dari pingsan. Mending istirahat aja!"

Gendhis berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Tora yang sudah bertaut semenjak pria itu sadar setengah jam yang lalu. Tadinya Gendhis hanya berusaha memastikan keadaan Tora, tapi pria itu malah menggenggam tangannya semakin erat. Gendhis sebenarnya kurang nyaman dengan keadaan ini. Apalagi Arnesh sedang memperhatikan mereka berdua di balik pintu ruangan. Tapi Gendhis tidak mungkin bertindak kasar dengan menepis tangan Tora. Takutnya pria itu kembali pingsan akibat tepisannya.

"Ndhis, lo harus tau sesuatu. Gue udah nyimpen semua ini sejak lama!" pinta Tora.

Gendhis terdiam, tidak lagi berusaha melepas tangannya. Mungkin dengan membiarkan sejenak Tora menggenggam tangannya, akan lebih mudah untuk lepas nantinya. Dia tahu apa yang akan Tora bahas. Apalagi kalau bukan tentang masalalu mereka.

"Lo nggak perlu cerita apapun lagi, kak! Gue udah lupain semuanya!" tolak Gendhis.

"Ndhis, please!" mohon Tora.

Disaat yang sama, Reta yang baru saja datang langsung menghampiri Arnesh yang berdiri di ambang pintu dan membuat jalan masuk ke dalam ruang rawat Tora jadi terhalang badan tegap pria itu. Suara deheman Reta membuat Arnesh segera membalikkan badan tanpa memberi celah Reta untuk bisa masuk ke ruang rawat Tora.

"Minggir, dong! Gue mau masuk!" usir Reta.

"Lo tunggu dulu di kursi itu!" Arnesh mengendikkan dagunya ke arah kursi tunggu di samping pintu masuk "Tora lagi nggak bisa diganggu."

Reta mengerutkan keningnya "Kok gitu? Gue tunangannya loh! Gue juga berhak tau gimana keadaan Tora sekarang. Gue khawatir banget denger dia pingsan!"

"Gue tau lo pasti khawatir. Tapi Tora lagi ngobrol sama seseorang sekarang. Jadi, mending lo nunggu dulu sampe mereka selesai."

Mendengar kalimat Arnesh, jiwa kepo Reta mendominasi. Reta memaksa menyembulkan kepalanya ke dalam ruangan melalui celah-celah antara badan Arnesh dan rongga pintu. Mata Reta seketika membulat mendapati Gendhis sedang duduk di samping Tora dengan tangan saling menggenggam.

"Eh! Bocph .. emmph... Emmphh!"

Arnesh langsung membungkam mulut Reta yang tadi akan meneriaki Gendhis dengan caciannya. Arnesh sedikit menjauhkan Reta dari pintu agar Gendhis dan Tora tidak menyadari kehadiran Reta di sana.

"Ini rumah sakit. Jangan teriak-teriak!" hardik Arnesh sembari melepas bekapannya.

Reta tak menghiraukan hardikan Arnesh. Dia kembali berjalan menuju pintu ruang rawat Tora. Tapi lagi-lagi Arnesh menahannya.

"Jangan masuk!" larang Arnesh.

"Lo nggak liat bocah itu berusaha ngerayu tunangan gue, hah?!" Reta emosi.

"Dia tadi yang nolongin Tora malah!"

Reta menggeleng "Nggak mungkin!"

"Gue ada di pool tadi dan gue tau semua kejadiannya." ujar Arnesh.

My Perfect Boss [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang