Sudah pukul 9 lewat, tapi Gendhis tak juga melihat tanda-tanda Arnesh akan datang ke kantor. Terbersit rasa khawatir di benak gadis itu.
"Apa sakit kepalanya pak Arnesh makin parah ya? Makanya dia nggak dateng!" terka Gendhis "Tapi kok nggak ngasih kabar sih?"
Gendhis berdiri dan berjalan mendekati jendela yang langsung menghadap ke parkiran kantor. Gendhis celingukan, mencari keberadaan mobil Arnesh. Tapi mobil Alphard warna silver milik atasannya itu tidak nampak juga.
"Terus meeting hari ini gimana dong?!" gerutu Gendhis.
"Kalo gue cancle terus gue ganti hari tanpa ngomong dulu ke dia, nanti tuh orang ngomel lagi! Tapi kalo nggak gue cancle, terus dia nggak dateng, siapa yang mau berangkat? Masa gue sendiri?!" Gendhis mendengus bingung.
"Nyariin apa, Ndhis?" tanya seseorang di belakang Gendhis.
"Mobil pak Arnesh!" jawab Gendhis spontan tanpa berbalik maupun menoleh.
"Kenapa emang mobilnya?"
"Belom keliatan! Jangan-jangan pak Arnesh nggak berangkat!"
"Khawatir?"
Gendhis membalikkan tubuhnya "Ya iyalah!"
Mata Gendhis membulat mendapati soksok yang sedari tadi dipikirkannya kini berada di hadapannya. Arnesh menyeringai mendengar pengakuan spontan Gendhis.
"Eh, emmm.. B-bapak.... S-sejak kapan di situ?" tanya Gendhis gelagapan.
"Sejak kapan kamu suka ngintipin mobil saya?" bukannya menjawab, Arnesh malah balik bertanya.
Gendhis terbelalak "S-siapa yang ngintipin mobil bapak?!"
"Jangan kira saya nggak denger omongan kamu tadi!"
Gendhis memalingkan wajahnya ke arah lain "S-saya..."
Arnesh terkekeh "Minta tolong boleh?"
Gendhis melirik Arnesh dari sudut matanya "Ngomong aja! Biasanya juga main suruh!"
"Pesenin sarapan dong!"
Dengan cepat Gendhis kembali berpaling menghadap Arnesh sepenuhnya.
"Bapak belom sarapan?" tanya Gendhis.
"Semalem saya tidur di sini, jadi belom sempet sarapan!" jelas Arnesh.
"Pantesan!"
Arnesh menaikkan sebelah alisnya "Pantesan mobil saya nggak ada?"
"Iya!" celetuk Gendhis spontan "Eh, ng-nggak! B-bukan gitu..."
"Udah, cepetan pesenin makanan! Laper banget saya!" titah Arnesh.
"Nggak perlu!"
Gendhis beranjak menuju mejanya, dan mengeluarkan bekal makanan dari dalam tasnya. Kemudian diserahkannya bekal makanan itu kepada Arnesh.
"Makan ini aja, pak!"
Arnesh menerima makanan yang Gendhis berikan.
"Terus nanti siang makan apa?" tanya Arnesh.
"Uang bapak banyak kan? Sesekali boleh lah makan siang di luar!"
Arnesh terkekeh "Okey! Saya masuk dulu!"
"Eh, pak!"
Arnesh urung melangkah dan kembali menoleh ke arah Gendhis.
"Bapak..... Masih pusing?" tanya Gendhis.
Kening Arnesh berkerut "Pusing?"
"Iya. Kan kemaren bapak bilang, bapak pusing. Makanya saya kasih obat pereda nyeri!" jelas Gendhis.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Boss [ COMPLETED ]
RomanceBagaimana jika seorang pimpinan perusahaan travel ternama jatuh hati kepada seorang sekretaris magang yang usianya jauh di bawahnya? Kendala restu keluarga, status sosial, hingga perbedaan usia akankah membuat mereka menyerah untuk memperjuangkan k...