Bagian 22

5.5K 374 4
                                    

Dua tas berisi mainan di tangan Gendhis jatuh ke tanah, membuat sebagian isinya berhamburan keluar wadah. Tulang belulangnya seperti tak berasa, ruas-ruas jarinya sampai tak kuat untuk menggenggam. Sedahsyat itu tatapan seseorang di depannya menghipnotis Gendhis.

Orang itu mendekat. Mengikis jarak di antara mereka. Gendhis dapat melihat dengan jelas wajah tegas yang sangat mengagumkan itu. Hanya saja dia sedikit lebih kurus dari terakhir Gendhis melihatnya. Tapi itu tak menyurutkan ketampanan pria yang beberapa waktu ini menghilang dari kehidupan Gendhis.

"Kamu.... Nangis?"

Seketika Gendhis tersentak dan segera menghapus bekas aliran air mata di kedua sisi pipinya. Bahkan dia tidak sadar dia sudah menangis. Entah karena sedih melihat penampilan orang itu atau justru menangis bahagia bisa bertemu dengannnya kembali.

"Ternyata bapak sembunyi di sini!" ujar Gendhis datar dengan suara paraunya. Entah mengapa Gendhis malah merasa kesal sekarang.

Ya, dia Arnesh dengan penampilan yang berbanding terbalik 180 derajat dari yang dulu. Mungkin Arnesh sering mengenakan pakaian kelewat santai seperti sekarang di rumah. Tapi bagi Gendhis, ini pertama kali dia melihat sang boss dengan penampilan yang..... Aneh?

"Iya! Saya... "

"Kirain udah keluar negeri atau pindah ke planet lain!" sergah Gendhis ketus.

"Pengennya sih!" sahut Arnesh enteng.

Tatapan Gendhis kini tajam mengarah kepada Arnesh "Semua orang nyariin bapak tau nggak?! Orang tua bapak sampe nyuruh orang buat nyari bapak!"

"Justru karena itu saya sembunyi di sini!Mereka nggak akan menyangka, saya ada di panti asuhan ini. Nggak perlu keluar negeri atau ke planet lain kan?" Arnesh menyeringai.

"Seharusnya bapak nggak lari kaya gini!" omel Gendhis.

"Saya nggak lari. Saya cuma nggak mau dipaksa tunangan sama Nirina!" sangkal Arnesh.

"Terus ini apa namanya kalo nggak lari?" tukas Gendhis.

Arnesh terdiam. Memang benar, dia memang lari dari semuanya. Bersembunyi dan tidak ingin seorangpun menemukannya. Dia benar-benar ingin menenangkan dirinya saat itu.

"Apa dengan bapak ninggalin semuanya, masalah bakalan selesai?"

Mata Gendhis mulai berkaca-kaca lagi. Sepertinya emosi yang lama dipendamnya hari ini akan dicurahkannya pada pria yang sudah membuat suasana hati Gendhis beberapa waktu ini jadi tidak menentu.

"Apa bapak kira orang tua bapak bakal diem aja setelah bapak pergi, dan menganggap semuanya selesai dan baik-baik aja? Bapak pikir semudah itu, hah?!"

"Bukannya kamu sendiri yang nyuruh saya ngungkapin apa yang saya rasain? Dan ini wujud protes saya sama orang tua saya karena mereka nggak pernah dengerin apa yang saya ungkapin!" suara Arnesh mulai meninggi.

"Tapi bukan dengan cara bapak menghindari semuanya! Bapak pengecut kalo begini!" air mata Gendhis tak tertahan lagi, mengiringi emosinya yang kian membuncah.

"Ya, saya emang pengecut!" bentak Arnesh "Saya pecundang! Saya..."

"Bapak nggak tau seberapa khawatirnya saya pas tau bapak lari dan nggak bawa harta pak Perwira sepeserpun!" potong Gendhis penuh emosi.

DEG!

Arnesh tertegun. Apa Gendhis baru saja mengungkapkan isi hatinya? Atau hanya celetukan karena dia terbawa emosi saja? Atau malah prank? Gadis itu sering bertingkah konyol meskipun dalam keadaan yang genting sekalipun.

"Kamu..... Khawatir?"

Gendhis mengatur nafasnya yang sesak karena isakannya. Dia menghapus cepat air mata yang sudah membasah di pipinya.  Tatapannya beralih, mencari fokus lain agar dia bisa menenangkan diri sejenak.

My Perfect Boss [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang