Bagian 18

5.4K 372 5
                                    

Arnesh turun dari mobil dan berjalan cepat masuk ke dalam kantornya. Tujuan utama Arnesh adalah meja sang sekretaris. Dia harus bicara pada Gendhis. Arnesh mau meminta maaf atas kejadian semalam yang membuat gadis itu tampak begitu terpukul. Nirina memang sudah kelewatan menuduh Gendhis yang bukan-bukan.

Dari kejauhan, Arnesh dapat melihat Gendhis sudah duduk manis di meja kerjanya. Dia sedang sibuk membolak-balik file-file di atas kerjanya. Arnesh segera beranjak menghampiri Gendhis.

"Gendhis!"

Gendhis mendongak sekilas, kemudian kembali fokus dengan file di atas meja.

"Pagi, pak Arnesh!" sapa Gendhis singkat.

"Ndhis, saya harus ngomong sama kamu..."

"Oiya, pak. Berhubung lusa bapak cuti, jadi dua hari ini meeting sama klien saya padatin ya!" Potong Gendhis.

"Ndhis, saya mau minta maaf...."

"Pagi ini meeting pertama kita jam 9 pagi pak. Sebaiknya bapak siap-siap! Kita nggak boleh telat karena kliennya agak sedikit rewel!" lagi-lagi Gendhis tidak memberi Arnesh kesempatan berbicara.

"Ndhis..."

"Oiya, nanti siang ada undangan makan siang buat bapak dari klien yang beberapa hari lalu deal kerjasamanya sama kita. Jadi saya nggak bawa bekal buat bapak kaya biasanya. Nggak papa kan pak?"

"Gendhis, please! Kasih kesempatan saya buat ngomong!" nada suara Arnesh sedikit meninggi.

Gendhis diam sembari menaruh atensi penuh kepada sang atasan. Perlahan Gendhis mengangguk tanpa berkata. Ada rasa takut juga ketika Arnesh sudah meninggikan suara. Pasalnya pria itu tidak pernah menggunakan nada tinggi jika sedang berbicara serius pada Gendhis.

"Saya cuma mau minta maaf sama kamu tentang kejadian semalem!" terang Arnesh.

"Ooh, itu!" Gendhis menghela nafas "Saya nggak papa!"

"Tapi Nirina..."

"Calon tunangan bapak bener. Bapak itu udah mau tunangan sama dia, harusnya bapak lebih perhatian sama calon tunangan bapak. Bukan sama orang lain!" ujar Gendhis.

"Tapi saya nggak suka sama dia!" elak Arnesh.

"Mau bapak nggak suka atau benci sekalipun sama dia, nggak akan berpengaruh kalo bapak nggak nolak pertunangan itu. Tetep aja bapak calon tunangan wanita itu, dan lusa kalian akan resmi tunangan. Jadi lebih baik mulai sekarang bapak fokus sama mbak itu aja!"

"Ndhis..."

"Oh iya, sebaiknya juga mulai sekarang bapak jaga jarak deh sama cewek-cewek. Termasuk sama saya. Saya sama bapak cuma sebatas boss dan sekretaris aja, nggak ada yang lebih! Jadi tolong bilang ke calon tunangan bapak, kalo saya bukan perebut tunangan orang!"

Gendhis berdiri cepat kemudian melenggang pergi meninggalkan Arnesh yang menatapnya sendu. Gendhis butuh udara segar sejenak untuk mengenyahkan segala sesak di dadanya. Butuh keberanian dan tenaga yang cukup banyak untuk mengatakan itu semua. Entah mengapa rasanya sakit mengingat sebentar lagi bossnya itu akan menjadi tunangan orang lain.

***

Gendhis memasuki rumah dengan langkah lesu. Dia langsung menghempaskan tas kemudian tubuhnya ke atas sofa ruang keluarga. Hari ini sungguh melelahkan untuk Gendhis. Pekerjaannya sangat banyak, ditambah suasana hatinya yang sedang tidak begitu baik membuat waktu berjalan serasa begitu lambat.

Santi yang baru saja datang dari arah dapur, seketika mengerutkan kening melihat putri semata wayangnya menekuk wajah seperti itu. Segera dihampirinya Gendhis dan duduk di samping putri cantiknya. Sejenak Santi mengamati wajah Gendhis yang begitu kusut. Anak itu sangat berbeda hari ini.

My Perfect Boss [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang