Bagian 8

6.4K 432 4
                                    

Gendhis berjalan menyusuri trotoar dengan langkah yang mulai lelah. Kakinya sudah mulai pegal karena sudah berjalan terlalu jauh. Padahal sudah hampir 1 jam Gendhis berjalan, tapi dia belum juga menemukan taksi atau angkutan apapun untuk membawanya pulang.

"Gara-gara nenek lampir nih, gue jadi mesti jalan jauh begini!" gerutu Gendhis "Kaki gue udah pegel banget, sumpah! Mana masih jauh lagi!"

Gendhis duduk di halte yang kebetulan di lewatinya. Gadis itu sedikit mengurut-urut kakinya yang terasa sakit. Beberapa kali Gendhis menghembuskan nafas panjang. Wajahnya juga terlihat begitu lelah. Keringat sudah membasahi baju bagian punggungnya.

Gendhis celingukan. Berharap segera menemukan kendaraan yang bisa mengangkut tubuhnya pulang. Atau paling tidak, bertemu seseorang yang bisa ditumpanginya. Berharap ada angkutan umum seperti bus kota atau angkot tidaklah mungkin. Hari sudah kelewat senja, pasti semua angkutan itu sudah balik kandang. Mau berjalan kaki, ini saja belum ada separuh jalan menuju rumahnya.

"Apa gue telepon mama ya?"

Gendhis menggeleng "Nggak! Mama lagi banyak pesenan di toko. Gue nggak mau bikin mama khawatir. Tau gue jalan kaki begini, bisa-bisa mama nggak ngebolehin gue magang lagi!"

Kembali Gendhis memutar otaknya, mencari nama seseorang yang bisa dimintai tolong olehnya.

"Apa minta tolong ke kak Marcel?"

"Tapi kan besok kak Marcel ada trip!" Gendhis menghela nafas "Gue nggak mau ngerepotin dia. Udah terlalu baik dia ke gue selama ini. "

Kembali Gendhis mengerlingkan matanya ke seluruh penjuru arah. Berharap menemukan hal yang dapat membantunya untuk segera beranjak dari tempat itu. Badannya sudah sangat letih. Ingin segera pulang dan beristirahat.

Baru menoleh ke arah jarum jam 9 dari tempatnya duduk, Gendhis melihat siluet yang tak asing baginya.

"Kaya Doni, deh!" gumamnya tak yakin.

Gendhis menajamkan penglihatannya, memastikan bahwa soksok itu benar-benar dikenalnya. Tapi karena jaraknya yang terlalu jauh, Gendhis jadi susah memastikan.

"Iya bukan, sih?"

Antara yakin dan tidak, Gendhis pun memutuskan untuk beranjak mendekati pemuda yang sedang duduk sendirian di atas motor, yang terparkir tak jauh dari halte tempat Gendhis duduk.

Mata Gendhis membulat sempurna ketika yakin bahwa soksok di atas motor itu Doni, pacarnya. Senyum lebar terbit di wajah lelahnya. Perasaan lega dan bersyukur bisa bertemu sang kekasih di tempat ini memenuhi benaknya. Tuhan baik padanya malam ini.

"Iya, itu bener Doni!" antusias Gendhis "Doni!"

Merasa namanya di panggil, Doni yang tengah duduk di atas motor menoleh ke arah Gendhis, bersamaan dengan seorang gadis menghampiri Doni dan langsung bergelendot manja di lengan Doni. Senyum Gendhis seketika sirna. Tatapan keduanya bertemu. Saling mengunci dan sama-sama tertegun atas pertemuan yang tidak disengaja itu.

Perlahan Gendhis berjalan mendekati Doni dan seorang cewek yang kini menatap Gendhis penuh tanya. Gendhis berhenti dan berdiri tepat di depan dua sejoli itu. Masih menatap Doni dengan tatapan tidak percaya atas apa yang telah dilihatnya.

"Sayang, dia siapa?" tanya cewek di samping Doni.

Gendhis semakin terbelalak "Sayang?"

"Ndhis...."

"Siapa dia, Doni?" tanya Gendhis dengan suara bergetar menahan tangis. Matanya sudah berkaca-kaca dengan air yang hampir tumpah.

"Dia...."

My Perfect Boss [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang