Gendhis memasukkan beberapa mainan ke dalam keranjang belanjanya. Arnesh sedari tadi hanya mengikuti langkah Gendhis sembari memperhatikan sang sekretaris yang sedang asik memilih-milih barang yang akan dibawanya sebagai buah tangan ke panti asuhan.
Sesekali Gendhis meminta pendapat Arnesh. Tapi lelaki itu selalu menjawab dengan jawaban yang sama "Beli aja semua!"
Dan pasti Gendhis akan segera memprotes jawaban enteng yang dilontarkan Arnesh.
"Saya sih pengennya beli semuanya buat adek-adek. Tapi uang saya nggak akan cukup. Makanya saya minta pendapat bapak. Lagian bapak ngajakin saya beli mainan di mall begini, kan mahal! Di toko mainan pinggir jalan kan lebih murah. Bisa dapet lebih banyak!"
Arnesh hanya memutar bola matanya jengah jika Gendhis sudah berceloteh panjang lebar seperti itu. Sepertinya mulut kecil Gendhis memang didesign seperti pegas yang dapat melontarkan beribu-ribu kata tanpa jeda.
Setelah merasa cukup, Gendhis membawa semua barang belanjaannya ke kasir untuk dibayar. Magang di perusahaan milik Arnesh membuat Gendhis banyak bersyukur. Andai saja dia tidak magang di sana, tidak mungkin Gendhis bisa membeli mainan sampai dua keranjang belanja penuh seperti sekarang.
"Yakin nggak mau ditambah?" tanya Arnesh.
Gendhis menggeleng "Uang saya nanti habis. Saya kan mau beliin hadiah buat mama juga!"
Arnesh mengambil beberapa mainan lagi yang tidak jauh dari meja kasir, kemudian meletakkannya jadi satu dengan mainan yang hendak di beli Gendhis. Seketika mata Gendhis melotot ke arah Arnesh.
"Bapak mau bikin uang saya habis seketika?" protes Gendhis.
Tanpa menjawab pertanyaan Gendhis, Arnesh mengambil dompet dari saku celananya kemudian mengeluarkan kartu kredit miliknya.
"Pake ini aja, mbak!" Arnesh menyerahkan kartu berwarna keemasan itu kepada sang kasir.
Mata Gendhis semakin membulat "Pak, kok..."
"Saya yang bayar. Uang kamu bisa kamu simpen aja!" terang Arnesh.
"T-tapi..."
"Kamu tau kan saya nggak suka ada penolakan?"
Gendhis mengangguk ragu. Dia sebenarnya tidak enak sendiri. Pasalnya Gendhis sudah menuduh Arnesh akan menghabiskan uangnya dengan menambah beberapa mainan lagi. Tapi kenyataannya malah pria itu yang dengan suka rela membayari semua belanjaan Gendhis. Anehnya Arnesh tidak marah. Atau malah Arnesh sengaja tidak menunjukkan kemarahannya karena mereka sedang berada di tempat umu? Entahlah!
***
Arnesh dan Gendhis memasuki sebuah rumah yang tidak terlalu luas, tapi memiliki halaman yang cukup lenggang dengan beberapa fasilitas permainan outdoor terdapat di sana. Keduanya langsung di sambut suara riuh para anak kecil yang berebut ingin dipeluk Gendhis. Gendhis merentangkan tangannya dan memeluk anak-anak yang menampakkan raut kebahagiaan karena kedatangan Gendhis.
"Non Gendhis!"
Seorang wanita paruh baya menghampiri Gendhis dan Arnesh. Gendhis segera mengakhiri pelukannya, kemudian beranjak menyalami wanita itu.
"Bu Rahma!" Gendhis mencium sekilas punggung tangan wanita bernama Rahma itu "Ibu sehat?"
Rahma mengangguk "Alhamdulillah!"
Atensi Rahma beralih pada laki-laki muda di belakang Gendhis. Gendhis mengikuti arah pandang Rahma dan langsung mengerti apa yang ada dalam pikiran ibu asuh para anak panti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Boss [ COMPLETED ]
RomanceBagaimana jika seorang pimpinan perusahaan travel ternama jatuh hati kepada seorang sekretaris magang yang usianya jauh di bawahnya? Kendala restu keluarga, status sosial, hingga perbedaan usia akankah membuat mereka menyerah untuk memperjuangkan k...