Bagian 28

4.6K 280 6
                                    

Sepulang dari klinik untuk memeriksakan keadaannya yang sedikit buruk tadi pagi, Gendhis merengek meminta Arnesh agar mengajak dirinya ke pool. Tentu saja Arnesh tidak begitu saja mengiyakan rengekan Gendhis. Tapi bukan Gendhis namanya jika tidak bisa berdebat dan memenangkan adu argumen itu. Akhirnya Arnesh hanya bisa pasrah dengan kemauan Gendhis yang keras.

Gendhis duduk di sebuah kursi tak jauh dari tempat cuci mobil milik Samudera travel. Manik matanya terus memperhatikan seseorang yang sedang mengeringkan sebuah mobil dengan kanebo. Tatapan Gendhis begitu sendu, merasa iba melihat soksok itu menjalani pekerjaan yang mungkin tidak pernah dilakukannya seumur hidup.

'Kasian pak Arnesh. Masa anak sultan kaya dia mesti cuci mobil begitu!' batin Gendhis.

Arnesh menyelesaikan pekerjaannya kemudian duduk di samping Gendhis. Tangan Gendhis terulur memberikan sebotol air mineral yang sempat di belinya saat antri periksa di klinik tadi kepada Arnesh. Pria itu pun menerimanya dengan senyum mengembang.

"Thanks!" ucap Arnesh.

Gendhis hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia terus memperhatikan wajah tampan Arnesh yang nampak kelelahan. Merasa diperhatikan, Arnesh segera menaruh atensi sepenuhnya pada Gendhis.

"Kenapa liatin saya kaya gitu? Ntar suka loh!" tanya Arnesh.

"Dih, kepedean! Saya tuh cuma kasian sama bapak!" jawab Gendhis jujur.

Kening Arnesh berkerut "Kasian kenapa?"

"Bapak kan anak orang kaya, masa bapak nyuci mobil kaya tadi sih! Pasti bapak nggak pernah ngelakuin itu kan sebelumnya? Saya yakin dulu sebelum bapak kabur dari rumah, pasti apapun yang bapak butuhin tinggal sebut aja sama pelayan!" celoteh Gendhis.

Arnesh terkekeh "Kaya tau banget aja tentang hidup saya!"

"Ya.... Emang gitu kan?"

Arnesh menghela nafas di ujung kekehannya sembari mengangguk membenarkan perkataan Gendhis.

"Kamu bener. Dulu emang saya kaya gitu. Tapi kan sekarang lain keadaannya. Saya mau mandiri!" tegas Arnesh.

"Kenapa juga sih pak mesti nyusahin diri sendiri begini? Kan kalo bapak pulang ke rumah, apa-apa tinggal minta aja!" heran Gendhis.

"Kamu mau saya pulang ke rumah terus saya dipaksa tunangan lagi sama Nirina?"

Mata Gendhis membulat "Eh, eng-nggak gitu pak! Saya cuma nggak tega liat bapak kerja kasar begini. Atau paling nggak, bapak kan bisa tinggal duduk aja di office sama kak Tora tanpa harus pura-pura jadi driver begini! Betah gitu?"

"Asal ada kamu!" celetuk Arnesh.

Gendhis seketika terpaku. Manik hitamnya terkunci manik hitam milik Arnesh. Hatinya berdesir hangat. Mungkin sekarang muka Gendhis sudah mirip tomat  karena memerah.

"B-bapak kalo ngegombal pinter, deh!" kelakar Gendhis dengan salah tingkahnya.

"Bercanda!" Arnesh terkekeh kecil "Saya cuma nggak mau lagi di stir sama orang tua saya. Saya mau buktiin ke mereka, saya bisa mandiri tanpa mereka ngatur hidup saya."

"Lagian, saya seneng kok ngelakuin kerjaan ini. Ini yang saya mau selama ini. Kerja di lapangan!" tambah Arnesh dengan senyum yang kian melebar.

Sepertinya Gendhis sudah salah menilai Arnesh. Tadinya Gendhis mengira Arnesh tidak akan survive tanpa harta dari kedua orangtuanya. Pasalnya, Arnesh tidak pernah lepas dari semua fasilitas yang disediakan oleh Perwira dan sang istri sedari bayi. Tapi kenyataannya, Arnesh adalah pria yang cerdas dan tangguh. Dia bisa melakukan apapun untuk tetap bertahan dengan pilihannya.

My Perfect Boss [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang