#2 Can't Wait

224 26 25
                                    

"Ci, kenapa gak bilang sih kalo tempat magangnya punya ayahnya Risa?" tanyaku yang hanya membuat Cici mengangkat kedua bahunya tak acuh, "Ci, Syifa serius nih."

"Emang Cici keliatan main-main? enggak 'kan?"

Hatiku kini mulai gusar. Apa lebih baik aku pulang saja? tapi ini kesempatan bagus. Argh, andai bukan perusahaan milik ayahnya Risa, aku mungkin sudah langsung mengambilnya. Tapi ini? ah sudahlah, aku pasrah.

"Ish, gak usah manyun-manyun gitu deh," protes Cici.

"Iya iya, maaf."

Hufft. Sepertinya tidak ada jalan lain. Baiklah, terpaksa aku melakukannya dibanding aku harus mencari tempat lain. Ah, tapi aku ragu karena aku yakin ayahnya Risa pasti memberikan uang lebih nanti. Ck, apa yang harus ku lakukan? aku jadi merasa tidak enak.

"Eh Syifa? kenapa Risa gak bilang ya kamu mau magang disini?" tanya ayahnya Risa yang hanya membuatku tersenyum. Sebenarnya saat ini ingin rasanya aku pergi dari sana. Kalau saja ada jalan yang lain, mungkin sudah ku pilih dibanding jalan yang ini.

*
*
*

Beberapa poster mengenai pembukaan world tour BTS itu mulai memenuhi Timeline Twitter milikku. Aku membuka salah satunya dan menghembuskan napas kasar. Bagaimana tidak? Jakarta juga termasuk dalam kota yang akan BTS kunjungi.

"Eh, gimana kalo kita nontonnya di Jakarta aja?" tanyaku yang langsung membuat mereka–Nafa, Salfa, dan Cici–menggeleng. Bukankah itu penyelesaian masalah yang bagus? daripada harus susah payah bekerja sambilan dan menunggu undian itu.

"Maaf telat gengs," Fira langsung saja memposisikan dirinya untuk duduk disebelahku. Aku bisa menebak jika dia berlari untuk sampai kemari, "Aku nyari Salwaa tapi gak ketemu. Aku cari ke kelasnya gak ada."

"Dia gak masuk hari ini."

"Eh? tapi tadi– woah, dia boong."

Aku hanya mengulum bibirku berusaha tidak tertawa karena ekspresi kesal dari Fira. Sepertinya Salwaa sengaja menjahili Fira hingga dia terlihat begitu kesal sekarang.

"Dia bilang ada urusan, jadi gak masuk. Dia aja sampe titip absen ke temennya," jelasku yang membuat Fira mengerucutkan bibirnya.

"Ish, tuh anak bener-bener. Tau gini aku gak perlu naik turun tangga nyari dia."

"Udah-udah, daripada ngambek-ngambek gitu mending kamu pesen minum sana," usulku yang membuatnya langsung berbinar. Apa aku salah bicara?

"Syifa yang traktir ya? oke siap."

"Ish, enggak gitu, Fir– FIRA! DENGERIN DULU!" teriakku saat Fira langsung saja pergi untuk memesan minuman.

"Yang Salfa juga sekalian ya, hehe."

"Syifaaa, yang Cici juga boleh dong?"

"Ish, yaudah yaudah. Syifa lagi baik jadi Syifa traktir," jelasku yang membuat mereka melakukan tos.

"Sama makannya gak?"

"Nafaaa!"

"Iya iya, maaf, aku kelepasan."

*
*
*

Ternyata bekerja sambilan benar-benar sulit. Andai aku tahu akan sesulit ini, mungkin aku memilih untuk menunggu undian itu saja dibanding harus seperti ini. Aku bahkan hanya bisa beristirahat malam hari. Itupun jika tidak ada tugas. Jika ada, aku pasti begadang disambung pagi-pagi aku harus kembali bekerja.

Sudah hampir satu bulan energiku terkuras habis karena pekerjaan itu. Meskipun sebenarnya pekerjaan itu tak terlalu berat karena aku hanya perlu mengantar makanan ke meja pelanggan. Itupun tidak terlalu banyak karena aku berbagi pekerjaan dengan yang lainnya.

Paper Hearts✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang