Syifa sangat menikmati konser malam ini. Dia merasa sangat senang karena telah berhasil memberikan hadiah spesialnya itu untuk Jungkook. Dia harap pria itu benar-benar akan menggunakannya nanti.
Jika dia mengingat kejadian tadi, dia sungguh merasa malu karena memilih untuk memberikan hadiah itu tanpa menatap Jungkook. Bukan hanya itu saja, dia juga langsung berlari ketika hadiah itu beralih ke tangannya Jungkook. Dia hanya tak ingin pingsan di sana dan membuat dirinya semakin malu. Bahkan dia masih bisa mencium wangi parfum Jungkook meski sudah lama berlalu.
"Udah ya senyum-senyumnya, takut nih." Syifa langsung mengerucutkan bibirnya kesal. Masalahnya dia sulit untuk mengendalikan dirinya setelah kejadian backstage sebelum konser tadi. Bahkan jika bisa, dia ingin memutar waktu dan kembali menemui Jungkook.
"Yena bilang dia lagi ada masalah dikit, jadi agak telat jemput kitanya," jelas Salwaa yang membuat mereka semua sama-sama menghela napas mereka.
"Yaudah, berarti kita nunggu nih?"
"Terus mau jalan?"
"Ya enggak juga sih."
*
*
*"Yena, turunkan aku disini saja. Aku harus pergi ke supermarket sebentar," jelas Syifa yang membuat Yena menepikan mobilnya.
"Kau yakin? ini sudah malam. Aku bisa menunggumu."
"Tidak perlu. Aku tinggal jalan lurus dari sini kemudian belok kanan, bukan? tenang saja, aku membawa serta passport dan hal-hal penting lainnya dalam tasku. Bahkan aku juga membawa ponselku, jadi tidak perlu khawatir," jelas Syifa yang kemudian membuat Yena tersenyum dan mengangguk. Syifa sungguh bangga karena bahasa inggrisnya berkembang pesat setelah beberapa hari tinggal di rumah Yena. Namun hal yang lebih membuatnya bangga adalah dia berani untuk pergi ke supermarket sendirian.
"Tapi aku khawatir terjadi sesuatu padamu."
"Aku bisa menghubungimu nanti. Sebaiknya antar yang lain pulang dulu, mereka kelihatan sangat lelah." Syifa langsung saja turun setelah menjelaskannya. Dia tersenyum saat melihat mobil Yena mulai melaju. Bodoh? ya, bisa dikatakan bodoh karena ini sudah malam dan Syifa memutuskan pergi ke supermarket sendirian hanya karena kasihan melihat teman-temannya yang lain tertidur pulas dalam mobil. Dia hanya memerlukan beberapa camilan untuknya dan teman-temannya. Itu akan jadi kejutan yang manis, bukan?
Menyusuri supermarket tersebut sambil memilah makanan yang tepat ternyata lebih sulit dibanding dengan apa yang ada dipikirannya. Namun tidak selama ada ponsel bersamanya. Dia mengeluarkan benda pipih ajaib itu dan mulai berselancar di internet untuk menemukan makanan yang tepat.
"Huh, Syifa hebat," pujinya setelah keranjang belanja yang dia bawa mulai terisi oleh beberapa camilan. Satu hal yang pasti, dia harus benar-benar teliti untuk mencari camilan ataupun makanan yang halal di sana.
Setelah dirasa cukup, Syifa mulai berjalan menuju kasir untuk membayar semuanya. Dia beruntung karena uang yang dia punya masih cukup banyak dan dia tak perlu khawatir soal hari esok karena sebentar lagi mereka pasti akan pulang kembali ke Indonesia.
"Kamsahamnida." Syifa tersenyum sambil menenteng belanjaannya setelah dia membayarnya. Dia masih saja tersenyum dan bangga karena bisa melakukan ini sendirian.
Syifa meraih ponselnya di dalam saku kemudian menghubungi Yena. Namun sayangnya, Yena tak kunjung menjawab panggilannya itu. Syifa hanya menarik napasnya kemudian membuangnya perlahan. Sepertinya dia memang harus menuntaskan semua ini sendiri.
Syifa berjalan menuju zebra cross yang berada tak jauh dari supermarket itu. Namun saat kakinya mulai melangkah, sebuah cahaya terang membuatnya menghalangi matanya dengan lengan. Awalnya dia menganggap jika mobil tersebut hanya ingin membantu penerangan di sana. Itulah kenapa dia memutuskan melanjutkan langkahnya. Hingga suara klakson itu mulai terdengar dan mobil tersebut semakin mendekat, membuat kakinya terasa berat meskipun dia ingin sekali berlari dan menghindar. Hatinya terlalu panik dan akhirnya dia hanya menyerahkan semuanya pada Tuhan.
Bukk
Rasa nyeri mulai menjalar di tubuhnya saat ini. Dia merasa tubuhnya benar-benar remuk. Matanya mulai berat seiring dengan mengalirnya cairan merah itu dari kepalanya. Dia sungguh berharap jika ini hanyalah sebuah mimpi buruk dan dia harus terbangun sesegera mungkin. Hingga akhirnya pandangannya benar-benar gelap dan yang dia dengar hanyalah suara khawatir dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Namun suara itu juga perlahan memelan dan tak terdengar lagi.
"Aigo, apa hyung menabrak seseorang?" tanya Jungkook yang dengan cepat meraih jaket paddlenya dan berniat keluar. Namun hal ini justru membuat Jimin melarangnya.
"Banyak orang, kita bisa berada dalam masalah."
"Ini masalah nyawa. Aku tak peduli meski pada akhirnya aku terkena skandal. Kita harus menolongnya." Dengan segera Jungkook turun dari mobil Van yang membawanya itu. Dia berjalan ke arah depan mobil dan terkejut saat melihat sang korban tergeletak di sana dengan bersimbah darah. Dia bingung harus melakukan apa sekarang. Di tambah lagi dia ingat kata-kata Hoseok soal mereka tidak boleh menyentuh penggemar yang menggunakan hijab karena itu dilarang dalam agamanya.
Tidak. Mungkin saat ini adalah pengecualian. Aku harus menolongnya.
Jungkook lebih mendekat ke arah Syifa. Namun saat dia akan menggendongnya, manager hyung sudah menepuk pundaknya.
"Aku yang akan menggendongnya. Kau masuk lagi saja ke dalam mobil."
Tak ada pilihan lain selain menurut. Jungkook tahu, manager hyung memintanya untuk masuk ke dalam mobil karena kini mereka sungguh menjadi pusat perhatian.
"Hyung, kau bisa pindah ke depan?" tanya Jungkook yang membuat Jimin langsung mengangguk. Dia lantas pindah ke kursi depan melewati celah antara 2 kursi yang ada di depan.
Jungkook langsung melapisi jok mobil itu dengan jaketnya. Dia tak peduli meskipun jaketnya harus terkena noda darah karena dia tidak ingin manager hyung dimarahi agensi jika sampai melihat noda darah pada jok mobil itu.
"Dia terluka parah," gumam Jungkook saat membantu manager hyungnya mendudukan Syifa di sebelah Jungkook. Dia lalu memasangkan sabuk pengaman pada Tzuyu dan membiarkan gadis itu bersandar lengannya sebelum akhirnya Jungkook sedikit memundurkan kursi tersebut kebelakang sehingga gadis itu tak akan terjatuh.
Jungkook membulatkan matanya ketika menatap lekat gadis yang mengalami kecelakaan itu. Wajahnya seperti tak asing untuk dirinya. Hingga ingatan soal gadis yang tadi memberikan hadiah padanya mulai muncul di kepalanya. Ya, Jungkook sadar itu gadis yang sama. Apalagi karena bajunya yang belum berganti.
"Hyung, apa dia akan baik-baik saja?"
"Aku rasa iya. Rumah sakitnya berada tak jauh lagi."
"Hyung, bagaimana jika tidak."
"Tenanglah, ini bukan kesalahanmu. Setelah aku mengantarnya ke rumah sakit, aku akan mengantar kalian pulang ke dorm," jelas manager hyung yang tentu saja mendapat penolakan dari Jungkook.
"Tidak, aku akan menunggunya di rumah sakit, boleh, 'kan?"
"Tidak, kau harus istirahat. Biar aku saja yang menjaganya."
"Aku ingin menunggunya di rumah sakit dan itu sudah bulat. Jangan paksa aku untuk pulang."
Manager hyung hanya menghela napasnya. Diantara ketujuh pria yang dia urus itu, hanya Jungkook yang sulit untuk dia atur. Tapi sepertinya untuk kali ini dia akan tetap memaksa Jungkook untuk pulang.
Siapapun namamu, kau harus tahu, aku pengagum rahasiamu. Ini mungkin sedikit terdengar memalukan. Tapi setelah beberapa tahun pertemuan pertama kita dulu, aku tidak pernah bisa menghilangkanmu dari hatiku. Bahkan saat aku berkencan dengan seseorang, aku hanya ingat padamu.
TBC🖤
20 Jun 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Hearts✔️
Fanfiction"Aku sadar, perasaanku hanya sebatas goresan pena di atas kertas yang telah usang."