#22 Touch My Heart

104 23 39
                                    

Persahabatan BTS memang begitu kental, membuat mereka ikut merasakan apa yang Jungkook rasakan. Tapi mereka sungguh bingung harus membantu Jungkook seperti apa. Terlebih karena permasalahan yang membuat Jungkook murung adalah permasalahan yang sangat rumit.

Jungkook kini masih asyik dengan gamenya. Sebab saat ini dia tak bisa latihan seperti yang biasa dia lakukan setiap malam, sendirian. Bukan tanpa alasan, Jungkook tidak pergi ke sana karena Namjoon yang tak membiarkannya. Pria Kim itu benar-benar tak ingin Jungkook cedera karena latihannya yang berlebihan.

"Lebih baik kau tidur." Seokjin meletakan susu hangat di meja komputer Jungkook, membuat pria Jeon itu mempause gamenya terlebih dahulu.

"Gomawo, hyung."

"Ah tidak masalah. Aku sudah menjagamu sejak lama. Mana mungkin aku membiarkanmu begitu saja," jelas Seokjin yang kemudian duduk di samping Jungkook. "Matikan komputermu dan tidur."

"Aku tidak bisa."

"Tidak bisa karena kau tidak menutup matamu. Kau tidak akan bisa tidur jika kau tetap menatap layar monitor."

Jungkook hanya tersenyum lalu meraih segelas susu hangat yang tadi Seokjin bawakan untuknya.

"Aku harus tidur. Ingat, jangan bermain game lagi," peringat Seokjin yang membuat Jungkook langsung saja mengangguk. Dia sungguh tak bisa jika menolak perintah dari hyung yang sudah menjaganya sejak masa trainee itu.

*
*
*

Syifa sedang asyik berselancar di dunia maya. Dia membaca beberapa artikel soal world tour BTS yang akan diadakan di benua Amerika minggu depan--tentunya dengan bantuan translate bahasa Inggris.

"Aera!!!!" teriak Aksa dari arah dapur, membuat Syifa dengan cepat meletakan ponselnya dan bergegas menemui Aksa. Dia terkekeh saat mendapati pria itu sudah memasang wajah kesalnya dengan terigu yang mengotori bagian wajah dan juga celemek yang dia gunakan.

"Aksa ngapain sih?" tanya Syifa sambil tetap tertawa karena wajah Aksa sungguh terlihat lucu saat ini.

"Gini nih, masak sama si June," gerutunya sambil menepuk celemek yang dia gunakan--membuat terigu itu bertebaran sampai Syifa juga bersin karenanya.

Tatapan Syifa kemudian terarah pada kucing berbulu putih itu. Dia melangkah mundur saat kucing itu mendekat.

"Aksa!!!" teriak Syifa saat kucing bernama June itu mulai menggerakan kepalanya di kaki Syifa. Dia sungguh geli pada binatang berbulu yang dikatakan banyak orang lucu itu.

Aksa tertawa setelah menggendong kucing itu. "Kamu takut kucing? beneran?"

"Ish, Aksa gak bilang kalo ada kucing di sini," kesal Syifa sambil menepuk celananya, berharap bulu-bulu kucing itu tak menempel di sana.

"June ini suka jalan-jalan ke rumah tetangga. Makanya dia jarang ada di sini. Eh pas pulang malah ngerjain aku." Aksa mengelus bulu June yang halus, membuat Syifa hanya bergidik geli. Terlebih saat kucing itu bertingkah so imut dengan menggerakan kepalanya di tangan Aksa.

"Yaudah yaudah, aku simpen June di kamar." Aksa berlalu menuju kamarnya, meletakan kucing berbulu putih itu di sana agar Syifa bisa merasa nyaman.





Nafa tengah disibukan dengan ponselnya, mencari tahu soal Syifa bersama dengan yang lainnya. Dia kemudian menatap Yena yang menunjukan ekspresi seolah dia mendapat kabar baru soal Syifa.

"Aku tak yakin ini bisa membantu. Tapi aku bisa saja pergi ke sana dan menyamar sebagai staff BigHit," jelas Yena yang membuat mereka saling tatap. "Lokasi ponsel Syifa ada di sana. Jadi aku yakin Syifa memang ada di sana."

Paper Hearts✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang