Langkahku terhenti ketika alunan musik yang tak asing ditelingaku mulai terdengar. Perlahan senyumanku juga mulai terulas.
"Dengerin suara calon suami?" goda Nafa yang hanya membuatku mendelik, "Kenapa? aku salah?"
"Jodoh gak ada yang tau 'kan?" tanyaku kemudian kembali tersenyum dan mengangkat kedua bahuku acuh sambil berjalan mendahului teman-temanku yang lain.
"Ish, malah ninggalin!" kesal Salfa. Aku bisa dengar langkah mereka yang mulai dipercepat mengimbangi langkahku sekarang.
Kami saat ini berjalan menuju lift. Satu-satunya hal yang membahagiakan untuk kami adalah akhir pekan dimana kami bisa berkumpul bersama. Setidaknya kami masih punya waktu untuk dihabiskan bersama, bukan?
"Eh, denger-denger Bangtan mau adain world tour lagi. Mau nonton gak nih?" tanya Salwaa sambil menaik turunkan alisnya. Ya, biasanya dia menjadi perantara pembelian tiket. Entahlah, mungkin dia memang berbakat menjadi seorang calo.
"Ditraktir gak nih?" tanya Fira yang membuat Salwaa memicingkan matanya.
"Entar ditraktir kalo udah jadi istri konglomerat," jelasnya yang tentu saja mengundang tawa dari kami. Well, dia memang gadis penuh mimpi. Ya, wajar saja karena tidur adalah prioritas utamanya.
Kami kini berjalan menuju area food court. Urusan perut memang selalu jadi prioritas utama melebihi cuci mata yang merupakan tujuan utama kami pergi ke pusat perbelanjaan seperti saat ini.
"Eh, gak akan trip ke Korea nih?" tanya Cici yang membuat semuanya terdiam. Aku yakin mereka juga berpikir ini ide yang bagus–mungkin.
Brak!
"Astagfirullah, ngagetin aja!" protes Salfa yang membuat Nafa hanya menunjukan deretan giginya.
"Gimana kalo kita ke Korea? lumayan 'kan kalo ke sana trus dapet tempat paling depan. Entar di notice."
Aku hanya meringis mendengar khayalan temanku itu. Pergi ke Korea? bahkan tak ada satupun dari kami yang benar-benar mahir bicara dalam bahasa Korea. Mana mungkin 'kan? kami bicara bahasa Indonesia disana? lalu bagaimana jika terjadi sesuatu disana?
"Emang bisa ngomongnya? ke Korea gak cukup ngomong Annyeonghaseyo doang," ujarku yang membuat Nafa memasang wajah murungnya. Apa aku baru saja memupus mimpinya begitu saja? tapi secara logika semuanya akan sangat rumit.
"Masalah utamanya adalah uang," celetuk Fira yang membuat semuanya mendesah pasrah. Ah sepertinya bukan bahasa saja yang menjadi penghalang. Ekonomi juga termasuk.
"Bener juga. Mending nunggu mereka ke Jakarta aja, pergi ke Korea gak semudah membalikan telapak tangan," sambung Cici.
"Kalo mereka ke Jakarta. Kalo enggak gimana?" tanya Salfa.
"Ya, nonton dipojokan sambil nangis," pungkas Salwaa sambil menopang dagunya. Aku yakin dia sedang membayangkan sesuatu sekarang.
Brak!
Benar saja. Dia langsung memasang raut wajah sedihnya saat ini.
"Masa cuman gitu doang? gak seru ah," gerutunya.
"Waktunya masih 2 bulan lagi 'kan? gimana kalo kita cari cara untuk bisa terbang kesana. Pokoknya kita harus trip ke Korea," usul Nafa yang membuatku menatapnya bingung. Cara seperti apa yang dia maksud?
"Maksudnya?"
"Dengan ikutan undian? kuis? atau giveaway? sekarang semuanya udah gampang banget," jelasnya.
"Masalahnya keberuntungan semua orang gak sama. Gimana kalo yang dapet cuman 3 dari kita? atau mungkin cuman salah satu? yang lainnya gimana?" protesku. Benar bukan? cara itu bahkan lebih sulit dibanding menahan diri untuk menghemat uang. Itu sama seperti mencari air ditengah gurun pasir–ada tapi pasti akan sangat sulit.
"Biasanya ada promo tiket penerbangan. Gimana kalo kita coba cara itu?" usul Cici yang membuat Salwaa menjentikan jarinya. Apa dia punya ide konyol lainnya?
"Aku punya ide."
"Apa?" tanya kami kompak. Jangan lupakan soal tatapan penasaran kami juga.
"Bisnis. Mungkin dalam waktu 2 bulan kita bakal dapet semua biaya buat tripnya 'kan?"
Baru saja aku menebaknya dan dia sudah bersuara dengan ide konyol ini. Ini bahkan lebih konyol dari mengikuti undian seperti yang dikatakan Nafa.
"Ish, bisnis bakalan ribet, Wa. Mending kalo misalnya kita berhasil. Kalo enggak kan malah buang-buang waktu sama tenaga doang."
"Udah ah, mending kita makan dulu. Urusan ini pikirin entar aja," ujarku agar pembicaraan soal trip gila ini berhenti. Aku sungguh tak mengerti kenapa mereka begitu terobsesi untuk melakukan trip itu. Padahal tak ada bedanya dengan menonton mereka di Indonesia. Mereka masih tetap BTS yang sama. Memangnya mereka akan berubah begitu menginjakan kaki mereka ke Indonesia? tidak 'kan? Lagipula jika mereka melakukannya, resikonya akan sangat besar. Apalagi soal bahasa. Hufft, memikirkannya saja aku sudah merasa pusing.
*
*
*Aku berjalan bolak-balik dalam kamarku. Sebenarnya ide trip ke Korea itu masih saja terjebak dalam pikiranku seolah tak ingin menghilang begitu saja. Aku memikirkan beberapa opsi yang di usulkan teman-temanku dari mulai undian hingga membangun bisnis. Aku kemudian berjalan ke arah meja belajarku dan meraih sesuatu dalam laci. Yap, buku tabunganku.
"Ini cukup. Tapi gak mungkin aku pake semuanya," gumamku saat melihat saldo terakhir dari tabunganku. Pandanganku kemudian tertuju pada figura foto yang berada di atas meja belajarku. Tanganku lalu meraih foto tersebut lalu menghela nafasku, "Ck, aku jadi bingung."
"Syifa?"
Aku menoleh saat suara yang sangat familiar memanggil namaku.
"Yuk makan malem dulu, dari tadi mama panggil kamu gak nyaut-nyaut."
"Iya, ma. Nanti aku nyusul," jelasku yang membuat mamaku menutup pintu kamarku begitu saja.
Aku meletakan kembali foto tersebut dan tersenyum, "Aku pasti temuin kamu, Kookie oppa. Tapi kayaknya bukan sekarang."
💜💜💜💜
Next or No?
For the first time aku bikin ff dimana JK bukan sama Juwi, ini ff tentang fans dan idolanya, moga suka ya hehe. Ah iya krisarnya jgn lupa yaaa
Masalah up, aku bakal up hari sabtu alias malmin wkwk biar halunya lebih kerasa.
Special tag Syi_Fatiandi Nafa0430 kucikuciku8997 Salfa_Hn MeowCutee_
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Hearts✔️
Fanfic"Aku sadar, perasaanku hanya sebatas goresan pena di atas kertas yang telah usang."