Bagian Dua
"Dunia Sempit."
© 2020
"Dunia ini hanya sebesar daun kelor. Dan lo harus percaya tentang itu, atau lo kena getahnya."
Selamat membaca kisah Adel!
"MASIH ingat jalan pulang ternyata."
Adel melengos memandang bundanya sendiri. Duduk manis menonton berita infotainment dengan secangkir teh.
"Emangnya abang gak ngomong?"
Anna menaikkan alisnya, "Abang aja gak pulang sampai sekarang."
Adel mendengus, tayi emang.
"Ck. Terserah, lah. Capek.”
Anna mendengkus, kemudian membiarkan anaknya yang baru pulang itu. "Habis ini salat lu mbak! Jangan tidur!"
"Iya iya!" Dengan langkah gontai memasuki kamarnya dan langsung baring di kasurnya. Ia menatap langit-langit kamar yang dihiasi aksesoris glow in the dark.
Aduh, capek bener guys.
Naik moge itu benar-benar tidak nyaman.
Dirinya harus menurunkan roknya sekian sentimeter agar pahanya tidak tersingkap. Mana nungging lagi, nggak enak banget posisinya.
Kudu megang si cowok, kalo enggak habis dirinya jatuh mencium aspal. Belum lagi kalau ada polisi tidur, beuh minimal Adel harus memegang bahu sang cowok.
Pokoknya tekanan batin dah naik moge.
Adel mengingat kembali rupa sang cowok yang mengantarnya pulang tadi. Ganteng, mana suaranya macho serak-serak baritone gitu.
Cuman ya, cowok begitu pasti udah punya pacar yang minimal selebgram lah. Tipe-tipe barbie ala anak sma. Adel juga nggak terlalu bawa perasaan, masih banyak cowok ngantri.
Ddrt!
Adel segera mengambil handphonenya dan menatap pop up line yang menunjukkan berisiknya grup pertemanannya.
Adel melihat foto Azza, sahabatnya yang memiliki poni rata dengan tujuh remaja laki-laki. Dan, memang sih laki-laki itu ganteng seperti yang ia katakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black ; Kaleidoskop [1]
Teen Fiction"Lo sama aja kayak kaleidoskop. Teropong lo tuh." "Sama-sama berharga maksud lo?" "Bukan anjir. Lo mana ada harganya. Maksud gue itu kalian sama-sama bisa berubah jadi apa aja." "Power Rangers dong?" • • • Ada tiga hal yang tak disukai oleh Adel; 1...