.
.
."Bisa nggak sih kalau nggak keras kepala?"
"Nggak bisa."
"Ini nggak bakal ribet kalau kamu mau memikirkannya dengan sederhana."
"Jangan maksa dong, Pak!"
"Gimana nggak maksa kalau sikap kamu aja bikin kesal gini? Menghilang selama satu bulan, ninggalin toko ke teman-temanmu itu. Pindah kontrakan. Mau kamu apa sih?"
"Icha nggak suka sama Pak Gio. Sukanya sama Mas Bara."
"Tapi Mas Bara-mu itu nggak suka balik."
"Udah tahu, kok."
"Kalau udah tahu, kenapa masih mengharapkan orang invisible itu?"
"Nggak merasa bersalah, menyindir diri sendiri?"
"Saya justru nyata. Di depan kamu. Bujuk-bujuk anak kecil yang keras kepala dan bikin rumit masalah simpel. Senyata rasa suka saya ke kamu."
"Icha mau muntah. Pak Gio ngapain suka Icha, sih? Bikin beban aja!"
"Beban? Beban? Kamu mau dicium di sini, di depan banyak orang? Mulut kamu itu perlu diakhlakin! Icha yang ngejar-ngejar Mas Bara dulu manis. Nggak kayak kamu gini. Lagian siapa yang ngajarin ngomong pedes gitu? Cowok yang rangkul-rangkul kamu di pasar waktu itu? Iya?"
"Duh, jangan bawa-bawa Alan dalam pembicaraan ini, dong. Alan mah baik, sopan, lembut. Nggak kayak seseorang yang judes dan galak minta ampun dan selalu nyakitin Icha."
"..."
"Eh kenapa Pak Gio melotot? Icha kan ngomongin Mas Bara. Nggak usah tersinggung."
"Saya bawa borgol lho, Cha."
"Nggak takut. Orang Icha nggak salah. Emang Icha maling?"
"Kamu memang maling hati saya, kan?"
"Aduh, muter-muter kepala Icha. Mual juga."
"Hamil?"
"Mau muntah! Nggak cocok muka-muka garang Pak Gio ngegombal."
"..."
"Lagian nih ya, Pak, Icha bilangin. Sekarang tuh Icha udah nggak suka lagi sama Mas Bara. Maksudnya, sukanya masih sedikit. Nggak sampai bikin ilang kewarasan kayak kemarin-kemarin. Jadi sekarang kita nggak ada keterkaitan. Deal?"
"Nggak ada deal-dealan! Kamu harus tanggung jawab."
"Tanggung jawab apa lagi?"
"Karena kamu ngejar-ngejar Mas Bara, tiap hari kegatelan sama dia, bikin saya nggak bisa lupa."
"Yee, salah sendiri kalau gitu. Icha nggak niat baperin Pak Gio, kok. Mas Bara aja biasa aja."
"Kalau Mas Bara nggak baper, saya nggak bakal ada di sini."
"Tahu, ah. Pokoknya Icha udah nggak minat. Kita balik jadi orang asing aja, deh. Lagian setelah dipikir matang-matang, Icha berubah tipe. Nggak lagi suka age gap. Apalagi yang beda sepuluh ta–"
"Nggak bisa gitu, dong, Danisha Sayang."
"Apa-apaan dengan panggilan itu?"
"Kamu bebas panggil saya 'Pak', jadi saya juga bebas panggil kamu apa aja."
"Lho, kan semua polisi dipanggil 'Pak'. Nggak ada tuh ceritanya masyarakat umum yang manggil Mas Polisi, Bang Polisi, Uda Polisi. Apalagi Oppa Polisi. Nggak ada!"
"Kamu kan satu-satunya masyarakat umum yang mendiami negara hati saya."
"Pak Gio minta dipukul?"
"Pakai bibir kamu?"
"Lihat siapa yang nggak ada akhlak!"
"Akhlakin pakai bibir, dong."
"Ya Allah, tuhan kami, otak Pak Gio kegeser berapa senti sih?"
***
Hai hai hai.
Aku kasih prolog cerita baru setelah Bangcat selesai, ya. Kalian pasti udah tahu ini lapak siapa, kan? Hahaha. Semoga kalian suka yaaaa.
Part 1 aku publish kalau Bangcat benar-benar udah tamat. Ini prolognya aku kasih liat biar kalian penasaran aja gitu. Ya maap, otor lagi belajar jadi kejam wakakaka
Udah itu aja. Save di library kalian ya😉 Thank you ❤️
Magelang, 01 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Its Me; A Piece of You (REPOST)
General FictionD'Abang Seri 3 (bisa dibaca terpisah) PDF, buku, dan Karyakarsa sudah tersedia. Info lebih lanjut, baca di bab PDF Mas Bara ready dan Pre Order. Icha dulu suka Bara. Naksir berat. Icha bahkan rela menyimpan harga diri di gudang Louvre hanya untuk me...