Chapter Thirty Three

8.6K 1.4K 76
                                    


Enjoy to reading 🥰
.
.
.

"Sampai kapan pun, kamu emang bisanya dibodohi. Nggak pinter-pinter. Keras kepala sih, dibilangin jangan sama polisi atau cowok yang kasta tinggi. Jomplang kan, jadinya? Sekarang kamu cuma dimainin doang. Baik hati, iya. Tapi di depan aja. Di belakang, dia main sama cewek dewasa yang sederajat. Kamu mah apa? Nggak bakal bisa ngimbangin gaya pacaran cowok matang kayak dia."

Sambil mengunyah kue balok yang memenuhi mulut hingga pipi menggembung, aku mengusap mata yang kembali basah. Sedangkan Zeva masih memelototi ponselku yang digenggamnya dengan kuat. Bibirnya komat-kamit penuh umpatan setelah dengan keras-keras membacakan isi 'ceramah' Gina yang dikirim semalam.

"Nggak bakal bisa ngimbangin gaya pacaran cowok matang?" Dengan seenaknya, Zeva melempar ponselku ke atas kasur. "Halah tai ayam!"

"Jorok!"

"Bodo amat!" Dia mendengus keras-keras di depan mukaku. "Lagian lo udah galau sehari semalam aja masih bisa ya ngabisin dua loyang kue gitu! Niat nggak sih lo galaunya?"

"Niat." Sambil cemberut, aku menyendok kue dan memasukkannya ke dalam mulut. "Kalau nggak niat, ngapain juga aku bolos kerja terus melarikan diri ke sini?"

"Kali aja punya niat terselubung buat nyamperin Bang Aldi." Zeva mengangkat bahu dengan santai, saat aku menatapnya terkejut.

"Ngapain aku nyamperin Bang Aldi?"

"Jadiin rebound untuk yang kedua kalinya?"

"Zevania, aku nggak gitu!"

"Tapi dulu lo gitu!"

"Aku nggak gitu!"

"Bodo ya bodo!"

Kami saling berpandangan. Dia yang menatap galak dan penuh emosi, sedangkan aku berusaha memberanikan diri untuk mengimbanginya. Entah berapa detik kami bertahan di posisi itu, hingga akhirnya menyerah dan terbahak bersama. Dia menjatuhkan tubuh di sebelahku kemudian beralih mengotak-atik laptop Bang Aldi yang sedari tadi tergeletak di sebelah loyang kueku.

"Itu temennya kali," kata Zeva sambil memainkan game. "Jangan suudzon lo. Nambah dosa segunung, tahu rasa!"

Aku cemberut. "Emang ada, temen yang masuk klub malam berdua gitu? Ceweknya aja pakaiannya kurang bahan gitu!"

"Ada, kali. Lo aja yang nggak tahu." Zeva menoleh sambil menyeringai. "Itu namanya temen plus-plus!"

"Plus-plus apa?"

"FWB!"

"FWB apa?"

Zeva berdecak sambil memutar bola mata. "Friend with benefit, dodol!"

Aku menggaruk kepala, merasakan kerutan makin dalam di kening. "Maksudnya?"

"Hih!" Zeva berbalik dan meremas kedua tangan di depan mukaku. Ekspresinya benar-benar kesal. "Temen tapi ciuman. Temen tapi bobo bareng. Temen tapi saling menguntungkan. Pahami pakai otak kecil lo itu!"

Mulutku menganga. Bahkan sendok yang sedikit lagi masuk ke mulut, terjatuh seketika di pangkuan. Apa ... apa yang dikatakan Zeva tadi?

"Mas Bara nggak kayak gitu!"

Zeva bangkit berdiri setelah aku setengah berteriak padanya. "Nggak kayak gitu gimana kalau dia jalan sama rekan kerjanya yang cewek masuk klub malam? Video yang dikirim sepupu cabe-cabean lo itu udah jelasin semuanya. Kali ini gue setuju sama dia di bagian lo yang terlalu membanggakan pacar lo itu. Yang nggak pantes itu dia, bukan elo. Dia terlalu berengsek buat bocah bodoh dan naif kayak lo. Paham lo?" Aku masih syok saat dia mengacak-acak rambut dan berteriak kesal. "Sialan! Kelakuan polisi nggak ada akhlak ya kayak gitu!"

Its Me; A Piece of You (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang