Chapter Eleven

9.6K 1.3K 118
                                    

Enjoy to reading 🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Enjoy to reading 🥰
.
.
.

"Serius nggak apa-apa kita tinggal, Cha?"

Mendongak, aku tersenyum pada mereka. "Iya, sana kalian pulang."

"Gue tungguin, deh."

"Nggak usah, Ris. Adik kamu sendirian di rumah. Kasihan ah."

"Aku aja kalau gitu."

"Nggak usah, San. Aku nggak apa-apa, beneran. Kalian pulang aja, udah malem."

"Oh iya, lo hari ini dijemput Pak Polisi kok, ya. Uhuy!"

"Riska!"

"Hati-hati lho, Cha. Diterkam sama dia, nanti. Om-om lho, itu."

"Santiii."

Mereka terbahak mendengar rengekanku. Heran. Dari tadi mereka kok tidak ada capeknya meledekku, sih? Padahal, tadi kan aku dan Pak Gio tidak melakukan apa-apa, hanya sedikit berdebat. Mereka saja yang berlebihan sampai membayangkan adegan drama.

"Kita balik beneran, nih. Hati-hati lo. Jangan keluar kalau Pak Polisi belum dateng."

"Siap!"

Setelah mereka pergi, aku kembali fokus ke buku laporan keuangan hari ini. Beres-beres untuk malam ini sudah selesai semua. Membersihkan meja, lantai dan kaca jendela juga pintu. Semua kue yang dipajang sih aman, karena enam bulan belakangan kami menggunakan etalase jenis cake showcase sehingga tidak perlu memindah-mindahkannya ke freezer. Ya walaupun harganya lumayan fantasris, tapi sangat besar manfaatnya. Dan sekarang, tinggal mengerjakan laporan keuangan. Untung waktu diajari Zeva, otak kecilku mau diajak bekerja sama.

Suara lonceng angin di pintu masuk, membuatku mendongak. Dan aku baru membuka mulut untuk mengatakan bahwa kedak sudah tutup, tapi justru rasa terkejut menyerangku. Untuk apa dia datang ke sini?

"Maaf, kedai kami sudah tutup. Silakan kembali lagi besok."

Kenapa dia malah semakin masuk? Dan siapa yang memberinya izin duduk di kursi seberangku? Ah, jadi malas.

"Kamu sendirian?"

"Kedai kami sudah tutup," ulangku.

"Aku nggak mau beli kue." Dia menyandarkan punggung di sandaran kursi. Kedua lengannya terlipat di depan dada. "Kalau udah tutup, kenapa kamu belum pulang?"

"Terserah aku."

"Nunggu dijemput pacarmu yang satpam itu?"

Kututup buku kemudian menatapnya malas. "Ngapain kamu ke sini?"

Dia diam sejenak, mengamatiku dengan cara yang sangat membuat jengah. Lalu napasnya terembus berat. "Kamu beneran punya pacar?"

"Iya."

Decakannya terdengar pelan. "Kamu bilang, cuma aku yang kamu suka."

Kalau bisa, aku mau melongo selebar-lebarnya. "Aku nggak salah dengar?"

Its Me; A Piece of You (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang