Enjoy to reading 🥰
.
.
."Saya Daniel Kim."
Mataku mengerjap, menatap tangan pria yang sering dipanggil Ahjussi oleh Riska ini. Tidak menyangka juga dia akan memperkenalkan diri, meskipun sudah beberapa kali aku yang melayaninya saat pria yang setiap sore selalu datang ini, memesan atau membeli kue. Niatku kan tadi mengejar hanya untuk mengembalikan dompetnya yang tertinggal di atas etalase.
Aku berdehem karena merasa tak sopan sudah mengabaikan uluran tangannya agak lama. Cepat-cepat, kujabat tangan Pak Daniel. "Saya Danisha, Pak. Biasa dipanggil Icha."
Pak Daniel tersenyum tipis. "Oke, Icha. Oh ya, tidak perlu panggil Bapak. Saya ... temannya Pak Hendra."
Dahiku berkerut. "Hendra?"
Dia mengangguk. "Ayah kamu. Hendrawan Ahmad."
Kerutan di dahiku bertambah. "Bap-eh Om ... temannya Ayah? Teman di mana? Di kampus?"
"Tidak. Hanya kenalan saja."
Aku mengangguk-angguk. Melirik ke mobilnya yang terparkir di samping kami, aku tiba-tiba teringat sesuatu. "Jadi yang mobil kodok waktu itu, Om Daniel ya? Yang sekitar sebulan lalu ke rumah Ayah?"
"Oh ... iya, itu saya." Om Daniel tersenyum kecil. "Saya juga lihat kamu baru turun dari motor ojek."
Aku sedikit menyengir. "Om ... kenalan sama Ayah di mana?"
Om Daniel kelihatan menerawang sebelum menjawab, "Di Korea Selatan. Sudah lama sejak terakhir kami bertemu. Hampir sekitar sembilan belas tahun lalu."
Aku memang pernah mendengar Ayah pergi ke sebuah kampus di Korea Selatan untuk kerja sama penelitian dengan dosen di sana sekaligus jadi dosen sementara. Tapi kalau melihat muka Om Daniel sekarang, dua puluh tahun lalu dia mungkin masih cukup muda kan? Sepertinya masih mahasiswa. Atau ... dia hanya kelihatan awet muda saja?
"Pak Hendra adalah dosen saya, waktu itu." Om Daniel berucap, seolah tahu kebingunganku. Dia terkekeh. "Saya tidak awet muda, kok. Memang masih muda."
Aku meringis malu. Lagipula, ini pertama kalinya aku berbincang dengan teman Ayah. Biasanya aku malas. Beda dengan Mbak Dita yang sering sekali diperkenalkan dengan teman-teman Ayah, bahkan dibangga-banggakan pula. Ya, apa yang bisa dibanggakan dariku, kan? Cocoknya aku memang ada di balik layar.
"Kalau begitu, saya permisi." Om Daniel tersenyum sekali lagi. "Terima kasih sudah menemukan dompet saya."
Aku mengangguk. "Hati-hati, Om."
Om Daniel masuk ke dalam mobilnya yang unik itu. Kupikir dia akan langsung pergi, tapi ternyata kaca jendelanya diturunkan. Kemudian kepalanya keluar.
"Kue-kue di kedai kamu sangat lezat."
Aku merasa lucu karena ungkapannya. "Tahu kok, Om."
"Kok?" Om Daniel mengerutkan kening.
"Soalnya Om datang ke sini tiap hari. Berarti karena kue-kue Louvre bikin ketagihan, dong?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Its Me; A Piece of You (REPOST)
Ficción GeneralD'Abang Seri 3 (bisa dibaca terpisah) PDF, buku, dan Karyakarsa sudah tersedia. Info lebih lanjut, baca di bab PDF Mas Bara ready dan Pre Order. Icha dulu suka Bara. Naksir berat. Icha bahkan rela menyimpan harga diri di gudang Louvre hanya untuk me...