Chapter Twenty One

9.9K 1.4K 63
                                    

Enjoy to reading 🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Enjoy to reading 🥰
.
.
.

"Icha?"

"Om Daniel?"

Aku sedikit terkejut saat melihat mobil Om Daniel berhenti tepat di depan halte tempatku berteduh. Tadi setelah bertemu perwakilan yang ingin memesan kue kami dalam jumlah yang cukup banyak untuk acara ulang tahun perusahaan, aku pulang dengan ojek konvensional. Kami memang tidak berdiskusi di Louvre, karena permintaan orang itu. Di perjalanan, ban motor ojek itu bocor dan harus ditambal. Akhirnya aku membayar sesuai dengan jarak sampai tempat motor mogok, dan aku memilih mencari kendaraan umum yang lain.

Sayangnya, ponselku mati saat akan memesan ojek online. Ditambah, hujan tiba-tiba turun dengan lebat tanpa aba-aba. Dan di sinilah sejak sejam lalu, di halte bersama dua orang anak SMA.

"Kamu mau pulang?" Om Daniel bertanya dari dalam mobilnya.

"Iya, Om. Nunggu bis atau taksi gitu."

"Sama saya saja." Om Daniel mengedikkan dagu. "Ayo."

"Nggak usah." Aku menggerakkan tangan di depan wajah. "Icha nunggu bis aja."

"Sekalian saya kan juga mau ke Louvre. Ayo masuk."

Pada akhirnya, aku berlari masuk ke mobil Om Daniel yang pintu bagian depan sudah dibukakan olehnya. Setelah aku memakai sabuk pengaman, Om Daniel kembali melajukan mobil kodoknya ini.

"Kamu habis dari mana?" tanya Om Daniel.

"Dari ketemu klien di cafe. Mau pakai kue-kue di Louvre buat hidangan di acara ulang tahun perusahaan gitu."

"Kenapa tidak di Louvre saja bertemunya?"

"Nggak tahu. Aku mah yang butuh pelanggan, ya nurutin aja apa kata mereka." Om Daniel tertawa mendengarnya. "Om Daniel udah pulang kerja?"

"Iya. Kebetulan pulang lebih awal, jadi bisa menyempatkan ke Louvre lebih lama dari biasanya."

"Riska bakal seneng," celetukku. "Sayangnya Zeva ada kelas sampai sore banget jadi nggak bisa mampir."

Om Daniel mengerutkan kening. "Memangnya kenapa mereka harus senang?"

"Ya karena Riska sama Zeva itu ngefans banget sama Om Ahjussi."

Kerutan di dahi Om Daniel makin dalam. "Om ... Ahjussi?"

"Iya." Aku terkekeh kecil. "Itu panggilan khusus dari mereka buat Om Daniel."

"Wah. Serius?"

Aku mengangguk kuat. "Masa Om nggak tahu? Atau semacam peka, gitu? Orang mereka aja kalau di depan Om suka senyum-senyum nggak jelas gitu."

Om Daniel menggeleng pelan sambil tertawa. "Saya kira karena kalian memang sangat ramah."

"Kami emang ramah, sih."

Its Me; A Piece of You (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang