Chapter Thirty Nine

10.9K 1.6K 148
                                    


Enjoy to reading 🥰
.
.
.

"Deal?"

"Deal!"

Aku dan Bang Bian melepas jabat tangan sambil tersenyum lebar. Di sebelahnya, Kak Bita ikut tersenyum kecil. Saat ini aku berada di ruangan Bang Bian dan baru selesai membahas poin-poin penting dalam hubungan kerja sama kami. Aku menyetujuinya dengan cepat dan segera menandatangani kontrak yang sudah dipersiapkan.

"Gabung sama yang lain, yuk?"

Aku mengangguk, ikut bangkit mengikuti Bang Bian dan Kak Bita. Istri Bang Bian itu adalah penulis. Dan yang mengejutkan, buku-buku karyanya ternyata menjadi koleksiku. Aku mengenalnya sebagai Princessa, bukan Arbita. Ternyata nama penanya itu diambil dari nama belakangnya.

Saat sampai di bagian outdoor yang sudah dipenuhi pengunjung, Bang Bian mengarahkan kami ke arah meja paling pojok kanan. Di meja itu, sudah ada Bang Kevin, Bang Panji, dan Kak Kia. Juga anak balita yang kini sedang duduk di pangkuan Bang Panji. Mereka sedang makan sambil berbincang santai. Bang Dave dan Kak Agnes tidak ikut. Kata Bang Kevin sih, mereka sedang bulan madu. Iya, seminggu lalu mereka resmi menjadi suami istri. Aku juga diajak Mas Bara datang ke resepsi pernikahan mereka.

"Icha, sini!" Kak Kia melambai dan menepuk-nepuk kursi kosong di antara kursinya dan Bang Kevin.

"Makasih, Kak." Aku tersenyum kecil, mengambil duduk di sana. Saat teringat sesuatu, dahiku berkerut. "Hani, Revan sama Bang Rafa udah pulang?"

"Rafa lagi anter dua bocil ke toilet." Bang Kevin yang menjawab membuatku membulatkan mulut. "Mau pesen apa, Cha?"

"Milkshake stroberi aja, Bang."

"Nggak makan?"

Aku menggeleng. "Tadi udah makan sebelum ke sini."

"Oke." Bang Kevin mengalihkan pandangan pada waiters yang dipanggilnya tadi. "Milkshake stroberi satu, Mbak."

"Baik. Mohon ditunggu."

Waiters itu pergi. Bersamaan dengan itu, aku melihat kedatangan Revan dan Hani. Anak laki-laki itu menggenggam tangan keponakannya dengan erat. Dua anak itu memang kelihatan sangat dekat. Bahkan meski baru beberapa kali bertemu, aku sudah bisa melihat kepedulian yang sangat besar pada diri Revan, untuk Hani. Lucu dan gemas saja melihat mereka yang sama-sama kalem dan tidak banyak bicara, saling dekat dan akur. Biasanya kan yang kelihatan cocok justru yang berkebalikan sifat. Tapi mereka tetap manis, sih. Aku selalu suka melihat hubungan persaudaraan yang sangat dekat seperti itu.

"Udah?" tanyaku setelah dua anak itu duduk di sebelah Bang Kevin. Revan dan Hani mengangguk. "Om Rafa mana?"

"Lagi terima telepon, Tante."

Aku ber'oh sambil mengangguk-angguk. Tadi aku memang benar-benar dijemput Bang Rafa, dan ternyata dua keponakannya itu ikut. Mas Bara mengabari sekaligus minta maaf karena menyuruh Bang Rafa, sedangkan dia ada sedikit tugas yang harus dikerjakan.

"Gio sok sibuk kan, Cha?" Kevin di sampingnya bersuara. "Mending sama Abang aja, yuk. Tapi jadi istri kedua, ya. Nomor satu udah ditempatin Tata, soalnya."

Belum juga aku menjawab ucapan konyol itu, Bang Bian menyela dengan melempar gumpalan tisu ke arah Bang Kevin. "Udah nikung, mau dijadiin istri kedua, lagi. Dasar nggak ada akhlak!"

"Iri?" Bang Kevin bergerak seolah merapikan kerah, padahal saat ini dia memakai sweater. "Bilang, Bos!"

Giliran Bang Panji yang mendengus. "Butuh sumbangan kaca?"

"Buat apa? Gue udah sadar sesadar-sadarnya kok kalau gue ini gantengnya subhanallah."

"Buat ngacalah, Kak Kevin!" Kak Kia menjawab sambil terkikik. "Kak Kevin tuh udah terlalu tua buat jadi anak tik-tok."

Its Me; A Piece of You (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang