Chapter Twenty Five

9.6K 1.4K 157
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.

km gak pantas buat dia

Cemberut, aku melempar ponsel ke atas ranjang. Kulanjutkan kegiatan menggosok-gosok rambut basah dengan handuk. Reno memang benar-benar menyebalkan. Kupikir setelah yang waktu itu, dia tidak akan lagi berani mencoba berkomunikasi denganku. Apalagi setelah dia tahu aku berhubungan dengan orang penting di tempat kerjanya. Tapi tidak. Meski tidak pernah menemuiku langsung, dia terus saja mengirimiku pesan perintah untuk memutuskan Mas Bara. Memangnya dia siapa, coba?

Setelah mengeringkan rambut, aku segera berganti pakaian dengan celana jeans dan swater rajut warna kuning cerah. Rambut kuikat tinggi, agar aku mudah bekerja. Hari ini memang banyak sekali pesanan. Aku bahkan hanya menyiapkan roti bakar untuk sarapan di jalan.

Saat sedang memasukkan beberapa tangkup roti bakar ke dalam kotak makan, tiba-tiba ponselku kembali berdering singkat. Aku hanya melirik sekilas, kemudian melanjutkan kegiatanku. Beberapa kali terdengar dering singkat itu yang kuabaikan begitu saja. Tapi setelah itu yang terdengar justru nada dering panggilan masuk. Dengan mengembuskan napas keras-keras, aku berjalan ke meja televisi dan meraih benda itu. Mataku terbelalak melihat nama sang penelepon. Segera ibu jariku menggeser tombol hijau.

"Cha."

"Halo, Mas Bara." Aku mengusap ke bawah pop-up notifikasi, dan meringis saat menemukan lebih dari lima pesan belum dibaca dari Mas Bara.

"Kenapa nggak buka chat saya? Lagi siap-siap berangkat kerja?"

'Iya." Aku meringis lagi. "Kenapa, Mas?"

"Saya udah sampai kontrakan kamu."

"Ha?"

"Ha apa? Kamu udah berangkat?"

"Belum!" Aku menggaruk ujung alis. "Mas Bara beneran ke sini? Jemput Icha?"

"Masak jemput Bang Tigor? Ayo keluar."

"Iya. Tunggu bentar."

Setelah merapikan penampilan sekali lagi, aku memasukkan kotak makan ke dalam tas dan segera keluar dari kontrakan. Bersamaan dengan itu, aku melihat Bang Tigor juga keluar dari kontrakannya.

"Eh, Cha!" Bang Tigor tersenyum ramah. "Mau berangkat?"

"Iya, Bang."

"Bareng gue aja, yuk, daripada naik ojol. Searah juga ini."

Aku menyengir. "Udah dijemput di depan."

"Siapa? Mas Bara, ya?"

Aku hanya tersenyum malu, yang membuatnya tertawa.

"Gila aja. Gue naksir lo dari lama lho, Cha. Tapi lihat muka malu-malu lo itu, kok gue nggak sakit hati ya? Padahal gue dikalahin sama polisi yang dulu nyamar jadi satpam. Harusnya minimal kan ego gue kesel, ya?"

Its Me; A Piece of You (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang