Enjoy to reading 🥰
.
.
.Dan dia terkejut karena keberanianku. "Cha."
Aku beringsut mundur. "I-icha emang anak kecil, jadi nggak bakal tahu dunia o-orang dewasa kayak Mas Bara. Icha bukan perempuan dewasa yang super cantik, tangguh dan berpendidikan. Icha cuma anak kecil lulusan SMA yang nggak tahu apa-apa. Icha bahkan nggak akan bisa ngimbangin gaya pacaran Mas Bara!"
"Cha." Dia bergerak maju dan aku makin mundur, tapi punggungku membentur dinding. "Siapa yang bikin kamu insecure lagi, hm? Bilang."
"Mas Bara selalu nyuruh Icha bilang apa pun, tapi Mas Bara sendiri nggak pernah ngomong. Mas Bara nggak pernah kasih tahu Icha kalau mau makan siang sama polwan itu. Mas Bara juga nggak pernah ngomong kalau semalam pergi ke klub malam sama dia. Emang bener kali kata Gina, kalau Icha nggak akan bisa ngimbangin dunia dan gaya pacaran Mas Bara. Icha selamanya emang nggak akan pantas sama Mas Bara!"
Air mataku mengalir lagi. Dadaku tersengal setelah mengucapkan rentetan kalimat itu dengan satu tarikan napas. Antara kesal dan lega secara bersamaan.
"Udah?" Dia bertanya datar, setelah hampir satu menit kami saling bertatapan. "Minum dulu."
Aku menolak menerima gelas yang dia sodorkan. Tapi tepi gelas itu malah dia tempelkan di bibirku, hingga membuatku terpaksa meminumnya. Dia mengusap-usap puncak kepalaku setelah menaruh gelas kosong itu. Dan bibirnya membentuk senyum tipis.
"Sayang." Telapak tangannya beralih ke pipiku. "Ketimbang ngegas kayak tadi, kenapa nggak ngomong baik-baik? Kan nggak capek gini."
"Mas Bara tadi juga ngegas," kataku pelan.
"Okay, maaf." Bekas air mataku dia usap lembut. "Mas Bara nggak maksud ngegas, Sayang. Cuma ... kamu tahu kan kalau saya khawatir banget? Saya nggak bisa berpikir tenang seharian ini karena kamu nggak ada kabar. Maaf, ya. Hm?"
Aku mengangguk dengan berat hati. "Tapi ... tapi Mas Bara jalan sama polwan itu."
"Kalau pergi sama rekan kerja itu kamu anggap sebagai 'jalan', atau selingkuh, berarti berapa kali saya selingkuh sama Doni dan Radit? Hm?"
Aku cemberut. "Tapi mereka cowok."
"Apa bedanya sih, Sayang? Mau cowok atau cewek, sama aja dalam pekerjaan."
"Tapi ketawa-ketawa gitu. Masuk klub malam berdua."
Mas Bara tersenyum tipis sambil mengotak-atik ponselku lagi. Aku bisa melihatnya membuka aplikasi google. Dan seketika, muncul sebuah berita di layar. Dia menunjukkannya padaku. Di situ, ada pemberitaan tentang beberapa anggota Baintelkam Polri yang berhasil membongkar praktik perdagangan manusia dan anak di bawah umur berkedok klub malam. Ada salah satu foto yang menarik perhatianku, yaitu di mana Mas Bara tertangkap kamera. Tidak terlalu jelas karena sedang memunggungi, tapi aku kenal betul itu perawakan Mas Bara.
"Jelas?"
Cemberut, aku mengangguk. "Tapi dia gandeng-gandeng Mas Bara."
"Kan nyamar, Sayang." Sembari tertawa kecil, dia melingkarkan lenganku di lengannya sendiri. "Mona cuma satu kali gandengnya. Kamu eksklusif seumur hidup."
"Tapi dia juga pegang-pegang pundak Mas Bara."
"Oh ya?" Keningnya berkerut. "Kapan?"
Aku mendengus. "Pas makan siang di restoran kemarin. Pas kalian masih pakai seragam."
Dia malah kelihatan mengingat-ingat, seolah hal yang membuatku kesal itu tidak penting untuk disimpan di memori. Lalu tiba-tiba dia mengangguk-angguk sambil tersenyum geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Its Me; A Piece of You (REPOST)
General FictionD'Abang Seri 3 (bisa dibaca terpisah) PDF, buku, dan Karyakarsa sudah tersedia. Info lebih lanjut, baca di bab PDF Mas Bara ready dan Pre Order. Icha dulu suka Bara. Naksir berat. Icha bahkan rela menyimpan harga diri di gudang Louvre hanya untuk me...