Chapter Fifteen

9.3K 1.3K 114
                                    

Enjoy to reading 🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Enjoy to reading 🥰
.
.
.

serius satpam?
bkn preman?

Pesan chat dari Gina membuatku mengernyit. Ya, mau bagaimana pun aku menunjukkan kejujuran, yang kuterima pada akhirnya hanya olokan.

"Cha."

Aku menoleh. Lalu meringis, saat menyadari bahwa anggapan Gina ada benarnya juga. Daripada polisi atau setidaknya satpam, penampilan Pak Gio saat ini memang lebih mirip preman. Jaket dan celana jeans lusuh yang robek-robek di beberapa bagian. Rambutnya acak-acakan, meskipun bagian depannya dibuat berponi. Kemudian, mukanya itu yang memang kelihatan macam laki-laki preman. Ada bekas tonjokan di bawah mata, juga sobekan bibir kiri. Dan punggung tangannya pun lecet, seperti bekas menonjok.

"Cha."

"Apa?"

"Kenapa nggak beneran aja?"

Aku menuangkan obat merah ke kapas, kemudian menggunakannya untuk mengobati lukanya. "Apanya?"

"Pacarannya." Dia tersenyum tipis. "Kan nggak dosa kalau beneran. Bukan pura-pura gini."

Aku cemberut, masih menekan-nekan sudut bibirnya yang berdarah. "Jadi Pak Gio nggak mau bantu Icha? Ya udah nanti Icha cari orang lain aja yang mau."

"Kan tadi muka saya yang dikenalin sama sepupu kamu itu."

"Icha tinggal bilang kita putus, terus Icha jadian sama satpam lain. Yang beneran satpam."

"Nggak ya!" Dia berdecak sedikit keras, tapi langsung mengernyit saat aku tak sengaja menekan kuat-kuat kapasnya. "Saya nggak mau putus."

"Kan cuma pura-pura."

"Putusnya?"

"Pacarannya."

Dia menghela napas. "Oke."

Aku tidak jadi cemberut. "Oke? Maksudnya mau bantu Icha?"

Dia tersenyum geli. "Tapi jangan panggil 'Pak' lagi ya. Mas Gio aja."

"Ha?" Aku melongo, dong. "Itu kan nggak cocok. Pak Gio lebih cocok. Atau Mas Bara."

"Saya bukan bapak kamu, Sayang." Dia terkekeh saat aku mendengus. "Dan Bara itu panggilan Bunda buat Ayah pas masih muda dulu."

"Tapi kenapa dulu pakai nama itu pas jadi satpam?"

"Kan namanya juga nyamar, Danisha Sayang."

Kenapa sih dia hobi sekali memanggilku begitu? Tidak tahu ya kalau jantungku sudah mau pindah ke paru-paru? Tidak tahu juga ya, kalau aku semakin menahan diri untuk tidak membuat ini sekadar pura-pura? Tapi ... aku tidak akan siap akan perbedaan yang membuatku terlihat bukan siapa-siapa jika ada di samping dia. Aku juga belum seyakin itu, bahwa dia memang menyukaiku. Bisa saja kan itu hanya rasa penasaran atau tidak terima karena dijauhi oleh seseorang yang awalnya mengejar-ngejar.

Its Me; A Piece of You (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang