Saat makan siang para murid ramai membicarakan tentang insiden hari ini. Bahkan sebagian dari mereka tanpa sempat menelan makanan di mulut mereka.
Berbeda dengan Jiwoo. Matanya menatap kosong ke arah makanan di meja. Mengaduk-aduk tanpa ada sedikitpun minat untuk menyuapkan sesendok.
Dihadapannya, Subin justru dengan lahap menyantap hidangan lezat hari ini. Bukannya tak peduli pada Jiwoo, tapi dia sudah pasrah. Karena rayuan agar gadis tersebut memakan makanannya sama sekali tak digubris.
"Apasih yang kau khawatirkan hingga mengabaikan makanan di mejamu?"
Jiwoo menoleh ke kanan. Sebuah nampan berisikan nasi beserta lauk pauknya, ditambah sosok yang kini sudah duduk tepat berada disampingnya.
"Kau masih khawatir dengan kejadi-"
"Aku mengkhawatirkanmu bodoh!" Jiwoo dengan cepat memotong ucapan sahabatnya.
Keterkejutan Jungeun tak berhenti sampai disitu. Karena ucapan Jiwoo yang masih berlanjut.
"Kau kira aku akan baik-baik saja ketika kau mengambil risiko seperti ini?"
Subin seketika menghentikan aktivitasnya. Nampan makanan miliknya perlahan ikut dia pindahkan bersama tubuhnya. "Hyunsuk numpang ya? Ada prahara rumah tangga."
"Bagaimana jika malah kau yang mendapat hukuman? Atau malah kau yang dikeluarkan dari sekolah?"
"Apa kau masih mengira bahwa aku baik-baik saja sembari memikirkan semua itu?!"
Jungeun mendengus geli, kemudian tertawa kecil. Dia tak menyangka akan mendapat pidato singkat tersebut.
Namun perasaan senang tak dapat dia sangkal begitu mengetahui bahwa Jiwoo terlihat sangat mengkhawatirkannya. Apalagi ekspresi serius yang membuatnya malah nampak menggemaskan.
"Kau cocok juga jadi seorang rapper," canda Jungeun.
Dengan senyum yang tak bisa dia sembunyikan, Jungeun mulai menyuapkan sesendok makanan ke mulutnya.
"Aku serius!"
"Baiklah, baiklah! Tak perlu khawatir begitu, aku tetap bersekolah disini. Lagipula Tuan Lee berpihak pada kami."
Helaan napas lega keluar dari mulut Jiwoo. "Jadi kau tak mendapat hukuman?"
Entah keajaiban yang datang darimana, Jiwoo mengikuti langkah Jungeun. Makanan di hadapannya kini tak lagi hanya menjadi bahan adukan.
"Sialnya, aku tetap mendapat hukuman." Jungeun tersenyum miris mengingat hukumannya.
"Menulis permintaan maaf dan tidak akan menyalahgunakan jabatan serta bertindak sembarangan. Sebanyak 10 lembar folio dan dikumpulkan minggu depan." Jungeun menatap sahabatnya dengan tatapan memelas, "Kau mau membatuku kan?" tangannya menangkup milik Jiwoo, memohon agar permintaannya dikabulkan.
"Ck! Harusnya kau dihukum membersihkan kamar mandi hingga lulus!"
"Bahkan jika itu memang hukumanku, aku yakin kau akan tetap membantuku."
Meski kesal, tetapi Jiwoo sama sekali tak menyangkal pernyataan tersebut. Bahkan dalam hati dia membenarkan ucapan sahabatnya.
"Oh iya, jangan sampai kau lewatkan makan siang ya! Nanti maagmu kambuh!"
Kalimat terakhir dari Jungeun menutup perbincangan mereka. Keduanya memilih fokus pada makanan masing-masing. Mungkin juga dengan pikiran dan perasaan mereka.
****
"Jadi, bagaimana harimu Nona Heejin?"
Yang ditanya tertawa melihat Hyunjin yang seolah-olah menjadi seorang reporter yang mewawancarainya.
"Apasih!"
Dapat dipastikan jika Heejin akan memukul pundak Hyunjin. Namun gadis yang lebih tinggi tetap membiarkan tangan mungil tersebut menghantam dirinya.
Keadaan bus saat ini cukup lenggang. Perjalanan mereka menuju rumah panti dapat mereka nikmati dengan candaan-candaan ringan.
Juga setelah Heejin menceritakan kejadian tak terduga yang didalangi Jungeun dan Seoyeon.
"Aku tak yakin apa yang akan terjadi kedepannya, tapi setidaknya untuk saat ini mereka tidak akan membuat ulah."
"Jika mereka berani melukaimu, bahkan sekedar menyentuh, segera katakan padaku!"
"Kau akan memukuli mereka?"
Hyunjin menggendikkan bahunya, "Tergantung, kalau dia perempuan dan cantik ya— Aw!!"
Mengerti arah ucapan Hyunjin, tanpa segan-segan Heejin mencubit perut gadis tersebut. Tak peduli dengan rentetan kata ampun yang terucap.
Setelah yakin bahwa perbuatannya akan menimbulkan bekas, Heejin menarik tangannya. Sekaligus memalingkan wajah dengan bibir yang ditekuk ke bawah.
'Tangan kecil gitu sakit banget!' batin Hyunjin sembari mengusap anggota tubuh yang menjadi korban.
Melihat Heejin yang sama sekali tak peduli dengan rasa sakitnya, Hyunjin menyelipkan kedua tangannya untuk memeluk Heejin dari samping.
Dagunya menopang pada bahu milik Heejin, dengan tatapan yang terkunci pada gadis tersebut.
"Bercanda, Sayang," bisik Hyunjin tepat di telinga Heejin
Gadis yang lebih tua merasa geli dengan napas hangat Hyunjin yang menyapu lehernya dari samping. Ditambah panggilan yang membuat jantungnya menggila.
Menggunakan sikunya, Heejin mendorong tubuh Hyunjin agar menjauh. Kemudian menyentil bibir gadis tersebut. "Mulutnya, sembarangan manggil sayang! Sayang siapa coba?"
Mata Hyunjin menyiratkan sedikit keterkejutan atas kekerasan yang kembali dia dapatkan. Dengan satu tangan menutup bagian korban kedua.
"Sayang kamulah!"
Ucapan Hyunjin terdengar sedikit tidak jelas karena terhalangi oleh tangan besar miliknya.
"Apa?" tanya Heejin untuk memastikan seraya menarik tangan Hyunjin yang menutupi bibirnya.
"Sayang kamu," suara pelan nan lembut dari Hyunjin kali ini berhasil memasuki indera pendengaran Heejin dengan lancar.
Merasa tak percaya pada dirinya sendiri yang dengan gamblang mengucapkan dua kata tersebut, Hyunjin kini yang memalingkan wajahnya. Sedang Heejin menunduk sambil menggigiti bibir bawahnya.
Manik Hyunjin melirik sekilas pada gadis di sampingnya. Kemudian tanggannya dengan ragu menyandarkan kepala Heejin di pundaknya.
Keduanya kini telah yakin dengan perasaan satu sama lain. Saling mengetahui, bahwa hati mereka saling menginginkan.
To Be Continued.
-
-
-
-
Dih, malu-malu kochenk kau hyun!
KAMU SEDANG MEMBACA
Me After You [2Jin/HyunHee] ✔️
FanfictionAku tak tahu kapan akhir dari kata selamanya. Entah seratus tahun, sepuluh tahun, atau bahkan esok? Yang jelas, selagi waktu masih berjalan, aku akan selalu di sisimu. Sincerely, Kim Hyunjin. [Completed 04/06/21]