4. Azka Berulah

14.7K 1.4K 42
                                    

Kenakalan apa yang pernah kalian lakukan di sekolah?

***


Seminggu sudah Azka tidak masuk sekolah. Aku yang biasanya bertugas menyambut anak-anak sementara guru lain menyiapkan kelas, akhirnya bisa melihat mobil BMW silver berhenti di depan gerbang.

Azka keluar dari mobil dengan digendong oleh Papanya. Tidak biasa. Biasanya anak itu keluar sendiri atau digandeng oleh Mamanya. Wajah cerahnya juga yang biasa dia tampilkan kini tidak ada.

Papanya menurunkan Azka di depanku—di depan pintu masuk. Seperti biasa yang aku lakukan kepada yang lain, aku mengambil tas Azka dari Papanya setelah anak itu mencium pungung tanganku. Menunggu Azka melepas sepatunya, lalu memberikan tasnya agar dibawa masuk ke dalam kelas.

Azka tidak bergeming walau tasnya sudah ada di tangannya. Wajahnya tertunduk. Aku tahu penyebabnya.

Papanya berjongkok menyamai tinggi Azka. Tangannya tersampir di kedua pundak putranya.

"Azka hari ini sekolah ya, Papa mau kerja," ujar pria itu.

Jika biasanya aku juga bisa melihat senyuman pria itu, kini tidak. Wajahnya justru terlihat suram. Lingkaran gelap di bawah matanya bisa aku lihat. Walau demikian, karismanya masih terpancar.

"Azka mau sama Mama," cicit Azka. Suaranya terdengar seperti hendak menangis.

Pria itu menghela napas berat. Dia berdiri seraya mengusap wajahnya kasar.

"Saya titip anak saya. Hari ini dan mungkin seterusnya, saya titipkan di TPA. Saya sudah bicara sama kepala sekolah," ujarnya padaku. "Jam empat kan batas penjumputannya?" tanyanya juga.

"Iya, Pak. Jangan khawatir." Aku mengangguk. Jujur, aku tidak tahu harus berkata apa untuk membuat wajah kedua lelaki ini kembali bersinar. Wanita yang mereka cintai telah pergi untuk selama-lamanya, mana mungkin wajah mereka bisa kembali cerah dalam waktu dekat. Dan mungkin setahun pun masih belum bisa menghilangkan awan hitam di hati mereka.

Almarhumah Bu Naila mempunyai pengaruh besar terhadap kedua lelaki yang berbeda jauh usianya, bahka hampir ke beberapa orang lain juga. Termasuk diriku.

Jika kalian bertanya, apakah aku merasa kehilangan atas kematian Bu Naila? Dan apakah aku bersedih? Jawabannya, IYA. Almarhumah Bu Naila sudah seperti kakak bagiku.

Kemarin aku sempat melihat berita online tentang kabar duka almarhumah. Dari berita itu, aku baru tahu kalau Bu Naila juga relawan di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA). RPSA merupakan pelayananan bagi anak traumatis, dan kasus khusus lainnya.

Betapa mulianya hati Bu Naila. Wajar jika banyak yang kehilangan.

-----

"Hwaaa ...."

Tiba-tiba aku terlonjak kaget mendengar suara anak menangis dari dalam ruang bermain. Bersama Kak Emi, aku berlari masuk ke dalam ruangan. Seharusnya kami memang ada di dalam, mengawasi anak-anak. Tapi kepala sekolah memanggil, karena ada administrasi yang harus dilengkapi. Untung kami berdiskusi di depan ruang bermain, jadi ketika ada anak menangis, kami masih sigap menghampiri.

The Teacher Becomes a MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang